[caption id="attachment_311655" align="aligncenter" width="567" caption="Sumber: Salam 2 Jari (http://www.youtube.com/watch?v=N9H8IWxZMu4)"][/caption]
Sudah bukan hal baru ketika musik dijadikan sebagai alat perjuangan politik kekuasaan dari setiap rezim. Dari zaman Orba hingga zaman Reformasi, panggung politik selalu dihiasi dengan pegelaran musik. Begitu banyak lagu-lagu kerakyatan yang notasinya sudah akrab di telinga masyarakat kemudian digantikan dengan syair-syair penuh pesan politik dari para politisi maupun parpol. Saya masih ingat sebuah lagu yang akrab di telinga masa kecilku yang biasanya dinyanyikan oleh para Kader Gorlkar dalam bahasa daerah yang bunyinya demikian: "mai si kita, wi tusu gaba nunu, wi tusu gaba nunu, roke wi vao masa masa vai walu ana halo" (Marilah kita mencoblos gambar beringin, coblos gambar beringin, agar menjadi peneduh bagi para janda dan yatim-piatu). Lagu ini mudah dihafal dan meresap dalam sanubari masyarakat desa, sehingga tidak mengherankan Golkar selalu menang di daerahku.
Itu sekelumit kenangan masa kecilku tentang begitu dahsyatnya pengaruh musik untuk menyampaikan keinginan partai bergambar beringin. Pertanyaannya, mengapa musik selalu menjadi salah satu pilihan utama sebagai 'bahasa politik'?
Sangat boleh jadi, karena musik adalah bahasa universal yang disukai oleh berbagai macam tingkat umur dan golongan dalam masyarakat. Di sini, musik menjadi alat/media untuk mentranfer pesan-pesan partai, visi-misi capres, bahkan mempengaruhi secara perlahan-lahan bawah sadar para pendengarnya untuk mengikuti pesan-pesan yang disampaikan melalui musik tersebut.
Selain itu, tanpa musik, panggung-panggung kampanye akan terasa sepi. Agak sulit dibayangkan jika panggung orasi politik tanpa dihadiri para musikus. Dijamin bakalan sepi peminat! Musik menjadi alat untuk menggerakkan massa, membuat masyarakat nekat meninggalkan pekerjaan dan aktivitas mereka guna mendengarkan orasi politik para politisi. Mungkin saja banyak yang menghadiri kampanye hanya sekedar untuk menonton konser gratis karena ada musikus idola mereka yang hadir.
Karena itu, tidaklah mengherankan jika menjelang pipres 2014 kedua capres/cawapres kita juga didukung oleh dua pemusik kawakan yang sama-sama mempunyai nama besar khususnya di hati para penggemarnya yang adalah kawula muda yang di dalamnya ada juga para pemilih pemula dan para swing voter.
Di kubu Prabowo-Hatta ada Ahmad Dani dan Rhoma Irama yang menjadi ujung tombak pelengkap kampanye untuk mengegolkan paket capres tersebut. Untuk tujuan itu, Ahmad Dani telah menciptakan sebuah lagu dengan judul: Prabowo Presidenku. Lagu ini telah diluncurkan 12 Juni 2014 dan mulai di-share-kan via akun Youtube: Prabowo Presidenku. Sampai dengan saya menulis artikel ini, jumlah pengunjung akun tersebut 1.485 orang.
[caption id="attachment_311656" align="aligncenter" width="594" caption="Sumber: Prabow Presidenku (http://www.youtube.com/watch?v=0m3i9GM1m7c)"]
Sedangkan di Kubu Jokowi-Jk ada begitu banyak pemusik yang ikhlas/sukarela merilis lagu untuk mereka. Salah satu lagu yang paling terkenal dan menui hits terbanyak adalah lagu ciptan Slank berjudul: Salam 2 Jari. Sejak di-publish pada 11 Juni 2014, lagu ini telah menuai 137.876 kunjungan. Lagu Salam 2 Jari ini dinyanyikan oleh banyak pemusik kawakan selain Bimbim & Kaka Slank juga Ivan Nestroman, Oppi Andaresta, Pop the Disco, Kikan Namara, Joe Tirta, Ello, Adi Adrian, dll.. Tidak seperti judul lagu ciptaan Dani yang menampilkan nama Prabowo sebagai presiden, lagu ciptaan Slank yang dinyanyikan secara keroyokan oleh para pemusik ini hanya berisikan ajakan sederhana, renyah, dan akrab di telinga semua orang untuk tidak lupa Jokowi dan 2 jari. Artinya, mengajak khalayak ramai untuk memilih Jokowi-JK pada 9 Juli nanti.
Menarik untuk dicermati adalah mengapa terjadi perbedaan signifikan jumlah hits dari masing-masing lagu pendukung capres tersebut ketika diluncurkan di Youtube.
Ada berbagai faktor mengapa Lagu Salam 2 Jari lebih banyak dikunjungi (diminati?) oleh para pemirsa.