"Kok Nismah di sini? Enggak dekat-dekat sama kakek?"
"Nismah enggak boleh deket kakek. Soalnya enggak ada tempat duduk lagi. Kalau Nismah ikut duduk di kursi. Kata kakek, nanti pembelinya berkurang."
Hatiku menangis, melihat Nismah diperlakukan begitu oleh sang kakek.
"Mungkin kakek tidak mau kamu terlalu dekat kompor. Kan berbahaya." Kataku menghibur.
Nismah terdiam kembali menoleh ke arah kakeknya. Aku raba tangan Nismah yang terasa hangat, menduga Nismah sedang tidak sehat.
"Nismah setiap hari nungguin kakek jualan ya?" Tanyaku pelan.
"Enggak, bapak lagi nungguin ibu di rumah sakit," jawab Nismah sambil menyeka ingusnya dengan lengannya.
"Nismah ikut kakek jualan. Di rumah enggak ada orang."
Akupun terdiam, cuma merasa iba yang mendalam kepada diri Nismah. Gadis kecil polos itu kembali menatap sang kakek lagi merapikan gerobaknya segera tutup.
"Nismah, sepertinya kakek sudah selesai jualannya tu." Kataku menunjuk kakeknya.
"Jaket tante, Nismah pakai saja biar enggak kedinginan."