Mohon tunggu...
Fajar Ardiansyah
Fajar Ardiansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurnalistik Universitas Padjadjaran

Mahasiswa Jurnalistik Universitas Padjadjaran

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Pilihan

Bocil, Sosok di Balik Meriahnya Bulan Ramadan

28 April 2022   12:23 Diperbarui: 28 April 2022   12:29 1164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang "bocil" di Kampung Cikoneng yang berangkat ke Masjid untuk melaksanakan Tarawih pada Senin (18/4/2022) meskipun cuaca sedang gerimis. (Fajar)

Suara merdu lantunan azan terdengar, bersanding dengan suara gemercik air dari turunnya hujan. Panggilan terhadap kaum muslimin untuk melaksanakan ibadah salat Isya telah muncul, memanggil para penganutnya untuk menghadap kepada-Nya. Di bulan Ramadan, azan Isya juga menjadi bagian dari pengingat bahwa umat muslim akan segera melaksanakan salat Tarawih.

Pada waktu tersebut, banyak warga Kampung Cikoneng Kec. Bojongsoang berbondong-bondong berangkat menuju masjid, tak terkecuali para "bocil". Bocil atau bocah kecil adalah kata yang beberapa tahun belakangan dipakai untuk merepresentasikan sosok anak kecil.

Bocil di Kampung Cikoneng menjadi sosok yang membuat bulan Ramadan semakin meriah, dan mungkin hal tersebut juga terjadi di daerah lainnya. Meskipun pada bulan suci ini banyak dari mereka ikut melaksanakan ibadah secara kurang benar, tapi hal itu adalah bagian dari proses. Tentu karena mereka masih kecil, perlu banyak bimbingan di masa-masa tersebut.

Pada pelaksanaan Tarawih di Masjid Al-Ikhlas Cikoneng, ada belasan bocil yang mengikutinya. Memang, untuk pelaksanaan salatnya mereka melakukan dengan tidak benar, seperti melakukan gerakan-gerakan diluar gerakan salat, mengobrol dengan teman di sampingnya, dan saling menjaili satu sama lain, serta tertawa dengan terbahak-bahak.

Namun, ada beberapa hal positif yang dapat dilihat dari ikut sertanya para bocil ini dalam pelaksanaan Tarawih. Pertama, para bocil memiliki konsistensi dalam melaksanakan Tarawih. Bila diperhatikan, selama saya melaksanakan Tarawih di masjid tersebut sejak hari pertama, kebanyakan dari bocil tersebut masih konsisten ikut Tarawih dari hari pertama hingga hari ke-16. Hal itu tentu sangat positif, karena konsistensi dalam beribadah merupakan sesuatu yang sulit untuk dilakukan, bahkan oleh orang dewasa sekalipun.

Hal positif kedua, walaupun bocil tersebut melakukan hal-hal yang kurang baik saat pelaksanaan Tarawih, tetapi mereka tetap mempunyai rasa hormat. Usai salat dilaksanakan, mereka tetap menghampiri guru mengajinya untuk mencium tangannya. A' Dena sapaan akrab bocil-bocil tersebut kepada guru mereka di Madrasah Al-Ikhlas.

Ketiga, mereka mempunyai kemauan yang tinggi untuk tetap ikut Tarawih. Derasnya hujan yang sering turun mulai dari sore hari menjelang Isya di Kampung Cikoneng, tidak menghentikan mereka untuk tetap pergi ke masjid.

Sebenarnya, mengenai anak kecil saat Tarawih di Masjid, pihak MUI pernah berpendapat akan hal tersebut. Meskipun wawancara terhadap Amidhan Shaberah Ketua MUI pada saat itu dilakukan oleh pihak rappler pada tahun 2015, tetapi konteksnya masih sangat relevan. Amidhan berpendapat bahwa mengajak anak kecil untuk Tarawih dapat menjadi sebuah bentuk edukasi, dan karena Tarawih juga merupakan sunnah muakkad jadi meskipun salatnya harus dilakukan dengan khusyu tetapi tetap santai dan gembira.

Disisi lain, di Kampung Cikoneng, bocil membuat Ramadan menjadi berwarna dengan kegiatan-kegiatan khas yang hanya mereka lakukan di bulan tersebut. Perang sarung menjadi salah satu kegiatan yang cukup sering dilakukan bocil pada bulan Ramadan. Kegiatan saling menghantamkan sarung yang diikat ujungnya ini sebenarnya sudah berlangsung lama, tetapi masih turun temurun dilakukan sampai sekarang.

Hal yang sudah sering dilakukan dan seperti tradisi turun temurun selanjutnya adalah membangunkan sahur. Ketika waktu sahur tiba, mereka para bocil ini ikut membangunkan warga dengan berteriak dan memukul kentungan beberapa kali.

Selain itu, kegiatan menyalakan petasan menjadi salah satu yang ikonik di saat bulan Ramadan. Namun, seperti yang kita tahu menyalakan petasan tidak diperbolehkan dan berpotensi berurusan dengan hukum. Meskipun larangan untuk membelinya sudah ada, tetapi masih saja ada yang tetap membeli dan menggunakannya. Sepulang dari melaksanakan Tarawih masih sering terlihat beberapa bocil di Kampung Cikoneng menyalakan petasan, hal tersebut kerap mengejutkan warga sekitar dan pengguna jalan.

Namun, terlepas dari banyaknya hal kurang baik yang dilakukan oleh para bocil. Ramadan akan terasa berbeda tanpa kehadiran mereka. Mereka menjadi pelengkap bahkan alasan dibalik meriahnya Ramadan. Kegiatan yang mereka lakukan pun akan menjadi sebuah kenangan yang akan selalu teringat ketika dewasa, dan mungkin akan diceritakan ke generasi selanjutnya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun