“Ada pelajaran di setiap apa yang sedang terjadi”, Anonim.
Mungkin pepatah diatas berlaku pada kehidupan saat ini hingga masa depan. Ya, saat ini masyarakat dunia tidak sedang baik-baik saja. Merebaknya pandemi virus yang hampir setiap hari memakan korban membuat masyarakat dunia selalu waspada terhadap apa yang terjadi. Corona adalah nama yang manis namun mematikan. Muncul ketika di akhir tahun 2019 yang membuat awal tahun 2020 mencekam.
Penyebaran yang masif terjadi hampir di seluruh dunia memberikan dampak yang tidak bisa diperhitungkan sebelumnya. Hampir seluruh kegiatan penduduk dunia yang mencapai 7 milliar terganggu dari segi pendidikan, ekonomi, sosial, dan politik. Imbasnya, himbauan social distancing (pembatasan sosial) diberlakukan hampir di setiap negara di dunia.
Indonesia menjadi salah satu negara terdampak virus Corona yang berimbas pada proses kegiatan belajar mengajar berdampak cukup besar. Maka dari itu diterapkannya physical distancing membuat kegiatan dialihkan pada metode pembelajaran dirumah atau jarak jauh (daring/online). Jika dilihat secara kasat mata, pendidikan jarak jauh bisa saja mengurangi esensi dari pendidikan, sehingga metode ini seakan menjadi hal baru yang membuat “kaget” untuk melakukannya.
Namun seperti pepatah di atas, saya melihat beberapa hal yang memberikan inovasi atau kebaharuan bagi dunia pendidikan akibat adanya dampak Covid-19 ini. Yakni, metode pengajaran baru. Bagi sebagian masyarakat Indonesia, pembelajaran daring (online) menjadi hal baru namun jika ini dimaksimalkan akan menjadi proses pembelajaran dua arah yang baik antara pendidikan formal yakni sekolah dan pendidikan non-formal yakni pola asuh orang tua.
Pendidikan pada dasarnya tidak hanya dilakukan di lingkungan sekolah, namun pendidikan berawal dari pola asuh orang tua yang menanamkan nilai-nilai budaya untuk perkembangan dan pertumbuhan anak. Dilakukan secara oral (lisan) dan tindakan yang dilakukan secara terus menerus akan memberikan stimulus bagi anak untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan nilai budaya. Maka dari itu, pembelajaran dengan metode daring ini mampu menjadi sebuah metode baru berdasarkan kolaborasi yang ada.
Datangnya Covid-19 atau Corona secara tiba-tiba membuat metode ini dalam pandangan saya kurang berjalan dengan baik. Hal ini disebabkan “kekagetan” karena harus melakukan kegiatan belajar mengajar secara mendadak tanpa persiapan apapun. Baik dari segi SDM yakni siswa, guru dan orang tua hingga dari segi fasilitas.
Dari segi SDM yang paling merasa “kaget” menurut saya adalah Guru, bagaimana tidak, guru harus mencari alternatif materi dan metode pengajaran yang baik selama pembelajaran dilakukan secara daring (jarak jauh). Maka dari itu tidak sedikit guru hanya memberikan soal-soal yang kemudian siswa diperintahkan untuk mengerjakan tanpa memberikan materi pendahuluan.
Kemudian, jawaban dikirimkan lewat foto ataupun email. Meskipun fasilitas atau media video call marak digunakan, namun ini tidak efektif karena tidak ada peraturan yang khusus antara pihak guru (sekolah) dengan siswa. Hal ini tidak ada yang salah, hanya saja sebagai salah satu “kekagetan” atau shock terhadap cara baru.
Selanjutnya adalah siswa, dengan adanya cara pembelajaran yang baru siswa hanya cenderung belajar satu arah yakni mengerjakan soal. Tidak ada pembelajaran secara dua arah yang seharusnya juga diterima ketika pembelarajan jarak jauh.
Selain guru dan siswa, orang tua juga mengalami “kekagetan” dengan adanya proses pembelajaran jarak jauh. Tidak bisa dipungkiri bahwa orang tua menjadi pengganti guru selama di rumah. Namun, karena keterbatasan pengetahuan, orang tua kadangkala kesulitan dalam menjelaskan sebuah materi atau soal. Sehingga, orang tua yang seharusnya menjadi jembatan atau pengganti guru terkadang tidak bisa melakukan.