Tidak bertahan sampai satu tahun, beberapa anggota semakin lama semakin berkurang hingga akhirnya vakum sepenuhnya. Selain karena alasan kesibukan, kami berprasangka baik bahwa mereka sudah merasa cukup dalam mempelajari keilmuan sesuai dengan tingkatan sabuknya.Â
Seiring dengan semakin berkurangnya jumlah anggota sehingga menjadi vakum, babak berikutnya saya bergabung dengan Perguruan Astha Suci Kebetulan Afrizal Surya Atmaja, pelatih Astha Suci adalah teman dekat saya.Â
Sebenarnya jauh sebelum mengikuti TM, dia memperkenalkan Astha Suci kepada saya melalui pembukaan cakra, dilanjutkan memakan silet. Namun setelah itu kami tidak pernah membahas keilmuan Astha Suci, karena kami disibukkan oleh kegiatan kami masing-masing. Pada akhir tahun 2018, Afrizal datang lagi kepada saya dan berniat melanjutkan mengajarkan keilmuan Astha Suci. Kebetulan di TM kami dibebaskan untuk menimba ilmu dari mana saja di luar TM. Karena ketika itu TM sudah vakum, maka saya putuskan untuk mencoba melanjutkan mempelajari ilmu Astha Suci. Ternyata jumlah peserta yang mengikuti pelatihan Astha Suci pada angkatan saya tersebut hampir mencapai 30 orang. Perkembangannya sangat pesat karena ilmu yang dipraktikkan sangat variatif dan menantang bagi anak muda.
Keilmuan yang diajarkan misalnya pembukaan cakra, jamas lidah (menjilat besi yang dipanaskan hingga membara), meringankan tubuh (berdiri di atas koran yang diangkat), menarik mobil dengan tali yang diikatkan pada leher, makan silet dan beling, penyembuhan sakit medis dan non medis, badan dijadikan sebagai landasan batu besar yang dipecah, terawangan, melihat dan merasakan makhluk astral, prana untuk penyembuhan, berkomunikasi dengan sedulur sejati, bambu gila, dan lain-lain.Â
Selain itu, yang menjadi daya tarik lainnya, hampir semua keilmuan dijelaskan secara gamblang dan logis oleh pelatih, karena kebetulan pelatih sangat menguasai materi keilmuan dan memiliki kemampuan verbal yang sangat baik. Berbeda dengan ketika saya dan ketiga teman saya melatih, karena kami sendiri baru tahap belajar.
Melalui pelatihan ini, saya mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan pengalaman karena saya dapat belajar langsung kelimuan tradisonal kejawen melalui mantra, penggunaan berbagai ubo rampe semisal bunga, dan sejenisnya. Namun sayangnya, setelah beberapa minggu, ternyata nasib perguruan ini sama, karena mungkin masing-masing memiliki kesibukan, jumlah anggota semakin lama semakin berkurang dari yang awalnya hampir 30 menjadi 5-7 orang saja, dan akhirnya vakum sepenuhnya.
Selain dari 2 perguruan dan berbagai sumber di atas, sebenarnya ada sumber ilmu yang berperan sangat besar dalam kurun waktu 2010-2019, yaitu buku. Buku-buku spiritual Leonardo Rimba (Membuka Mata Ketiga dan Pelangiku Warna Ungu), Damar Shashangka (Induk Ilmu Kejawen Wirid Hidayat Jati), Abdul Qadir Jailani (The Secret of Secret), Gregg Braden (The Divine Matrix Menyingkap Rahasia Alam Semesta), dan Setyo Hajar Dewantoro (Suwung Ajaran Rahasia Leluhur Jawa, Medseba Meditasi Nusantara Kuno, Sastrajendra Ilmu Kesempurnaan Jiwa) memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap pemahaman saya tentang spiritualisme.
Karena melalui ketiga bukunya, ia membukakan sangat lebar pintu kesadaran saya, mampu menjelaskan hal-hal mistik, ghaib, dan spiritualisme dengan sangat logis. Sesuatu hal yang sejak awal memberikan motivasi saya untuk mempelajari dunia supranatural-spiritual. Untuk itulah saya mengikuti salah satu workshop yang ia bimbing, Mahadaya Institute yang diselenggarakn di Surakarta.Â