Mohon tunggu...
Fajar Prihattanto
Fajar Prihattanto Mohon Tunggu... Guru - Penulis ide dan pengalaman

Guru seni rupa, pembuat karya seni (gambar, lukis, film, musik), youtuber, dan penyelam keheningan

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Seorang Pecundang yang Senantiasa Berjuang untuk menjadi Pemenang

3 September 2013   22:04 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:24 1336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selalu Kalah

Aku tak pernah bisa Mendekapmu asa Masih selalu saja Aku menjadi pecundang Bukan pemenang

Dia Ada di sini Musuhku ada di jiwa Di hati ini

Lirik lagu saya berjudul Selalu Kalah yang terinspirasi dari sebuah hadist tersebut merupakan refleksi perjalanan hidup saya, dan mungkin sebagian dari kita. Adakah kemenangan yang lebih besar melebihi kemenangan peperangan melawan diri sendiri? Semoga kisah saya ini dapat menginspirasi siapapun, minimal anak saya kelak, bahwa kita selalu dihadapkan pada situasi peperangan melawan hawa nafsu, kesombongan, kemalasan, ketakutan, dalam proses pencapaian kesuksesan hidup.

Sejak kecil hingga remaja, saya adalah seorang anak yang sangat pemalu, penakut, dan tertutup. Setiap bertemu dengan orang lain, saya selalu merasa ketakutan untuk berkomunikasi, bahkan sekedar bertatap muka. Ada semacam bayangan ancaman yang besar ketika saya harus bertemu dengan orang lain selain orang tua, keluarga, dan orang-orang dekat. Bermain bersama di Taman Kanak-kanak atau di luar rumah dengan sesama teman mungkin terasa sangat mengasyikkan bagi anak kecil pada umumnya, namun tidak bagi saya. Berada di rumah atau bepergian bersama ayah dan ibu merupakan satu-satunya kegiatan yang dapat saya nikmati. Ketakutan tentang kengerian hari esok sudah membayang ketika saya akan tidur. Hari-hari terasa sangat berat dan menakutkan bagi nyali saya yang kecil. Bahkan saya sering menyesali kenapa Tuhan memberikan saya kehidupan ini. Bahkan baru pada kelas 3 SD saya mulai berani jajan sendiri di kantin sekolah, sebelumnya saya selalu titip kepada teman untuk dibelikan jajan, atau lebih baik tidak jajan sama sekali.

Mungkin perasaan-perasaan takut, malu, tertutup, tidak percaya diri tersebut disebabkan karena sejak kecil saya sering ditinggalkan oleh kedua orang tua bekerja, sedangkan lingkungan juga sangat mendukung untuk semakin membuat saya merasa sendiri di dunia ini. Sepulang dari TK saya dititipkan tetangga hingga ibu pulang, bahkan beberapa bulan saya dititipkan secara penuh untuk dirawat kakek-nenek ketika masih TK, karena tugas dinas ibu sangat jauh dari rumah, sehingga ibu harus kost, pulang seminggu sekali. Sedangkan ayah adalah seorang pengemudi truk yang harus bekerja dari pagi hingga sore hari, bahkan malam. Teman-teman yang “nakal”, pandai, percaya diri, hebat, menyalahkan, dan orang-orang yang selalu membuat saya merasa kecil hati semakin menjelaskan peran saya sebagai pecundang di dunia ini.

Dengan sangat bersusah payah saya berusaha untuk tegar menghadapi hari-hari baru. Buku merupakan salah satu penolong saya untuk keluar dari lorong gelap tersebut, sejak pertama kali bisa membaca “ini budi” ketika kelas 1, maka semangat untuk banyak membaca dari tulisan-tulisan apapun yang saya temui telah tertanam. Buku-buku yang saya temui membukakan sedikit demi sedikit jendela pengetahuan, motivasi, dan warna-warni kehidupan. Selain itu tentu saja buku merupakan teman terbaik saya, buku tidak sekejam, secerewet, dan seburuk teman-teman yang sering mengintimidasi serta mencemooh saya.

Benih Kemenangan

Benih kepercayaan diri mulai sedikit tumbuh ketika kelas V Sekolah Dasar saya berhasil menjadi juara I lomba melukis tingkat kabupaten. Namun, perasaan takut dan tidak percaya diri masih sulit saya hilangkan. Kelas I SMP juga merupakan awal perubahan prestasi akademis saya, juara I dan II selalu saya raih setiap semesternya. Sebuah perjuangan yang berat, adalah rahasia umum jika saya sebenarnya adalah anak yang cenderung bodoh, pelupa, sulit menghapal dan memahami sesuatu dibandingkan dengan teman-teman yang lain. Kuncinya adalah belajar dengan keras minimal 2 kali lipat melebihi teman-teman yang “normal”, sepulang sekolah, sebelum tidur, dan terkadang saya bangun jam 04.00 untuk sekedar mengulangi pelajaran di sekolah. Saya ingin membuktikan, bahwa orang bodoh pun layak menjadi juara.

Lingkungan juga sangat berpengaruh terhadap kehidupan saya, setelah lulus SMP saya memohon kepada orang tua untuk diperbolehkan melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Seni Rupa (SMK N 9) di Surakarta. Pilihan tersebut saya perjuangkan karena selain merupakan hobby saya sejak kecil adalah menggambar, jika dapat berpisah dengan orang tua, maka mau tidak mau saya harus hidup mandiri, beradaptasi dengan lingkungan kost dan sekolah yang berjarak kurang lebih 100 kilo meter dari rumah. Pada usia itulah saya mulai merasakan ada perubahan besar dalam hidup. Langkah awal saya adalah dengan mengasah kemandirian dan mental dengan menjadi aktivis OSIS sebagai ketua Kerohanian Islam (Rohis), Pramuka, dan anggota Paskibraka Kota Surakarta. Saya mulai merasakan bahwa dunia saat itu tidak seseram, segelap, semenakutkan sebelumnya. Prestasi akademis selalu baik, sehingga saya bisa masuk Universitas Sebelas Maret Surakarta tanpa test (jalur PMDK).

Banyaknya “provokasi” dari buku-buku yang saya baca membuat saya berani untuk menciptakan lagu sendiri dan mendirikan sebuah band di desa. Tidak tanggung-tanggung, sejak awal manggung, saya menginginkan band yang membawakan lagu ciptaan sendiri dan harus bisa melahirkan album rekaman. Sebuah impian muluk seorang anak desa yang ketika kecilnya dicap sebagai pecundang. Memang demikian adanya, saya bertekad, kekalahan-kekalahan, cemoohan, rasa takut, ketidakpercaya-dirian sebelumnya harus saya jadikan sebagai pembakar semangat balas dendam untuk menciptakan prestasi-prestasi gemilang ke depannya.

Semester ketiga ketika kuliah di FKIP Seni Rupa UNS, saya terpilih menjadi ketua Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus (OSPEK). Hal ini merupakan tantangan yang berat, karena saya mengetahui betul bagaimana “artistik”nya OSPEK di kampus tersebut. Dan ternyata benar, kata dosen pembimbing, sebagai ketua OSPEK saya akan dituntut oleh pengacara yang disiapkan oleh orang tua mahasiswa baru karena OSPEK tersebut dianggap terlalu “artistik”. Kala itu kasus kekerasan STPDN memang sedang hangat dibicarakan. Untung ancaman penuntutan tersebut tidak dilanjutkan entah karena apa sebabnya. Demikianlah, ketika saya mulai sedikit menemukan keberanian, Tuhan menurunkan sebuah tempaan hidup sehingga sifat takut saya yang berlebihan kembali terpercik.

Rekaman

Untuk melanjutkan visi kehidupan yang belum teraih, maka saat kuliah saya kembali berkeinginan untuk mendirikan sebuah band yang berorientasi mengerjakan lagu sendiri. Saya bersusah payah mencari personel band, bukan karena tidak ada yanghobby bermain musik, namun kebanyakan meragukan kemampuan saya bermusik, apalagi dengan konsep memainkan lagu sendiri. Saya tidak hilang akal, untuk menjaring personel, saya akhirnya merubah metode pencarian personel, yaitu dengan cara meminta tolong kepada teman-teman yang bisa bermusik untuk membantu mengisi kekosongan bass, drum, dan gitar dalam pembuatan satu mini album yang akan saya berikan kepada kekasih saya. Ternyata metode tersebut ampuh untuk mengumpulkan teman-teman dekat untuk tergabung dalam band, meskipun saya yakin ada yang sebenarnya hanya karena terpaksa atau merasa tidak enak dengan saya. Seandainya itu benar, saya tidak begitu peduli dengan itu.

The Rockstar Instinct, sebuah nama band rock refleksi semangat kami, atau tepatnya semangat saya untuk menjadi seorang "rockstar" namun tidak memiliki cukup bekal selain hanya sekedar semangat itu sendiri. Bagaimana tidak, tak ada satu pun dari kami yang memiliki skill tinggi di bidang musik, bahkan alat musik untuk manggung kami tidak ada satu pun yang memiliki. Meskipun dengan sangat bersusah payah, akhirnya kami berhasil masuk studio rekaman. Dengan bermodal kurang lebih Rp. 300.000 kami merekam 5 lagu rock ciptaan saya, sebuah kenekatan yang membuat pemilik studio keheranan, dengan harga tersebut biasanya band lain baru mendapatkan 1-3 lagu. Bukan karena skill kami yang hebat dalam melakukan sesi rekaman, namun karena prosesnya yang terkesan hanya sekedar “kejar tayang”. Rekaman musiknya semua dilakukan secara live, sedangkan vokalnya baru ditambahkan kemudian, tanpa metronome. Mengingat kami hanya sekumpulan anak band kampungan yang secara skill tentu saja belum mampu menyesuaikan tempo dengan metronome.

[caption id="attachment_276497" align="aligncenter" width="300" caption="Cover DVD Video Klip The Rockstar Instinct Album Rocktherapy"][/caption]

Dari beberapa kali mengikuti festival band, baru sekali kami mendapatkan juara I, itu pun hanya festival band lokal lintas kecamatan. Yang paling berkesan dari festival tersebut, ternyata hadiah kami sebagai juara I adalah uang Rp. 50.000 selain piala. Festival lainnya yang kami ikuti adalah LA Light Indiefest, sebuah ajang kompetisi band-band indie mengirimkan demo lagu ciptaan sendiri untuk mendapatkan kontrak rekaman dengan indie label tingkat nasional. Banyak yang meragukan band kami, termasuk para personel band sendiri untuk dapat masuk tahap seleksi berikutnya, yaitu seleksi secara live karena kualitas rekaman kami sangat “busuk”. Namun secara pribadi saya memiliki keyakinan bisa masuk tahap selanjutnya, karena sejak awal membentuk band saya menginginkan agar band memiliki warna baru yang tidak mengekor satupun band yang sudah terkenal seperti yang dilakukan band-band lain. Ternyata optimisme saya terjawab, pada tahun 2007 saya mendapatkan sebuah telepon dari pihak panitia LA Light Indiefest, bahwa kami berhasil masuk ke dalam 50 besar band terbaik se-Jawa Tengah-DIY untuk selanjutnya masuk tahap seleksi secara live di Kafe Liquid Yogyakarta. Meskipun tidak masuk ke dalam tahap seleksi berikutnya, ada sebersit harapan, nasib band kami akan berubah, minimal banyak teman yang mengapresiasi. Ternyata tidaklah demikian, bahkan teman-teman dekat saja tidak ada yang tertarik untuk sekedar mendengar, apalagi meminta lagu-lagu kami. Apresiasi masih menjadi hal yang mahal bagi band kami.

[caption id="attachment_276498" align="aligncenter" width="300" caption="Audisi secara Live LA Light Indiefest di Kafe Liquid Yogyakarta"]

1378289000120434065
1378289000120434065
[/caption]

Setelah lulus kuliah, secara otomatis band bubar, karena saya harus pulang ke desa berpisah dengan personel band yang lain. Saya tetap nekat berkarya dengan keterbatasan yang ada, 3 lagu berhasil terekam sendiri hanya dengan modal alat musik pinjaman, 1 komputer, dan peralatan audio seadanya. Lagi-lagi saya kesulitan menemukan teman yang bersedia diajak membuat band yang berorientasi rekaman, saya memainkan gitar, bass, membuat sampling, vokalis, sekaligus mixing. Sebuah kerakusan seorang anak band amatir yang tidak tahu malu.

Untuk mendapatkan apresiasi dari masyarakat pedesaan, saya memutuskan untuk membuat sebuah mini album grup “Jelata” yang berisi 3 lagu pop keroncong dan 1 lagu pop dangdut mix. Aransemen dan musik saya kerjakan dengan seorang pemain keyboard yang kebetulan masih saudara. Sedangkan vokalisnya adalah istri saya, adik, dan seorang teman mantan vokalis band rock. Saya menginginkan lagu tersebut diputar sebagai soundtrack selama pernikahan saya, untuk kemudian bisa terkenal di desa. Hasilnya tidak begitu mengecewakan, ada beberapa orang yang mengaku menyukai lagu-lagu tersebut, bahkan ada 1 lagu yang dibawakan sebuah grup marching band. Sebuah pencapaian kecil yang sudah cukup membuat saya sangat senang. Sampai saat ini kami sudah menghasilkan 18 lagu rekaman. Beberapa bulan yang lalu The Rockstar Instinct melanjutkan karya dengan 4 personel baru di desa. Sejauh ini baru 1 lagu rekaman dan video klip yang kami selesaikan.

Video Klip

Perjuangan saya selanjutnya adalah membuat video klip dari lagu-lagu ciptaan saya tersebut. Tak ada rotan akar pun jadi, karena terbiasa dengan keterbatasan, maka saya mengusulkan kepada teman-teman untuk membuat video klip hanya dengan kamera saku (pocket) digital saja. Hasilnya ternyata tidak begitu mengecewakan, ada beberapa orang yang tidak percaya bahwa video-video klip karya kami pengambilan gambarnya hanya menggunakan kamera saku. Total video klip yang telah kami buat adalah 14. Tiga tahun yang lalu saya memasukkan video-video klip tersebut ke sebuah stasiun televisi lokal, namun belum ada tanggapan positif hingga saat ini. Pada acara kunjungan Bapak Bupati Wonogiri ke desa, saya pernah memberikan hasil karya kami tersebut sebagai kenang-kenangan sekaligus sebagai "sogokan" memohon bantuan pembelian alat musik untuk pemuda desa kami. Permohonan tersebut sebenarnya disetujui, dan Beliau sangat mengapresiasi karya-karya kami, hanya saja bantuan belum terealisasi sampai saat ini, namun pemberian karya-karya tersebut merupakan salah satu moment kemenangan yang tidak terlupakan hingga saat ini.

[caption id="attachment_276499" align="aligncenter" width="300" caption="Penyerahan Kenang-kenangan kepada Bapak Bupati Wonogiri"]

137828909348376973
137828909348376973
[/caption]

Mini album “Musik Rakyat” pernah kami ikutkan dalam sebuah festival cipta lagu keroncong dan saya masukkan ke radio swasta maupun negeri. Hasilnya nihil, beberapa radio berpendapat bahwa lagu saya kurang komersil, aneh, dan berkualitas rekaman rendah. Saya tetap optimis, karena band-band hebat seperti The Beatles, Muse atau Koes Plus saja pernah dicemooh label rekaman sebelum akhirnya menjadi band yang diakui kehebatan karyanya. Apalagi grup musik kampungan sekelas The Rockstar Instinct atau Jelata?

[caption id="attachment_276500" align="aligncenter" width="300" caption="Cover DVD Video Klip Jelata Album Musik Rakyat"]

1378289216235693318
1378289216235693318
[/caption]

Kekecewaan terhadap minimnya apresiasi sempat menjadi ganjalan semangat saya untuk berkarya. Namun karena seringnya hal itu terulang, maka saya menanggalkan harapan berlebihan untuk mendapatkan apresiasi orang lain. Proses berkarya selanjutnya bukan untuk mendulang apresiasi puja-puji, namun kembali ke niat awal untuk mengalahkan rasa ke-tidak mampuan, kemalasan, pesimis, ketakutan saya. Ternyata niat berkarya secara tulus untuk berekspresi, berkreatifitas, menebar manfaat untuk orang lain, menambah warna-warni kehidupan tersebut menjadi formula yang ampuh untuk pencapaian-pencapaian saya berikutnya. Dari sekian banyak pencapaian tersebut, ternyata saya temukan tantangan-tantangan yang semakin membuat saya sadar bahwa hampir tidak ada kesuksesan tanpa adanya satu pun halangan, terutama yang berasal dari diri sendiri. Berkurangnya semangat ketika ada yang mengkritik, mencemooh, kekurangan modal, minimnya keahlian, tak adanya teman sharing, dan faktor-faktor lain hampir selalu saja terjadi.

Film Indie

Kenekatan saya selanjutnya adalah mencoba untuk membuat film indie/pendek. Seperti pada saat pembuatan video klip, kami hanya menggunakan kamera saku digital saja untuk pengambilan gambar film. Saya menjadi penulis skenario, sutradara, pengambil gambar, desainer, dan editing. Film pertama pernah kami ikutkan ke dalam Festival Film Solo (FFS), sebuah ajang kompetisi film-film indie tingkat nasional. Saya pernah mendapatkan info dari salah satu juri, bahwa film saya sempat membuat “geger” FFS. Entah “geger” tersebut bermakna baik atau buruk, perkiraan saya berkonotasi negatif, karena film saya akhirnya tidak masuk nominasi untuk diputar pada acara tersebut. Karena sudah kebal dengan banyaknya rintangan, keterbatasan dan hujatan, kami tetap nekat membuat 2 film lagi. Semua film dan video klip tersebut pernah beberapa kali diputar pada acara nonton bareng yang kami selenggarakan di desa, ternyata sambutan masyarakat sangatlah baik. Memang seperti ketika membuat album “Musik Rakyat”, kami mengkonsep film-film tersebut agar mudah dipahami dan mampu menghibur masyarakat pedesaan dengan cerita yang ringan.

[caption id="attachment_276502" align="aligncenter" width="300" caption="Film pertama : Krop Sairkel"]

13782892741117390341
13782892741117390341
[/caption] [caption id="attachment_276503" align="aligncenter" width="300" caption="Film kedua : Balada sebuah Badala"]
1378289326216509461
1378289326216509461
[/caption] [caption id="attachment_276504" align="aligncenter" width="300" caption="Film ketiga : Kalung Sakti"]
1378289358360285476
1378289358360285476
[/caption]

Guru Berprestasi

Sebagai seorang guru seni rupa di SMP Negeri 2 Paranggupito, sebuah sekolah yang bertempat di pesisir pantai selatan Kabupaten Wonogiri, saya tertantang untuk mengikuti lomba guru berprestasi di bidang pembuatan bahan ajar mandiri berbasis ICT atau Multimedia Pembelajaran Interaktif(MPI) tingkat Provinsi Jawa Tengah. Awalnya ada keraguan, bahkan seorang juri berpendapat, bahwa eksplorasi mata pelajaran seni rupa yang berorientasi lebih ke arah praktek lebih sulit untuk dibuat MPI dibandingkan dengan mata pelajaran Matematika, Fisika, Bahasa Inggris, dan pelajaran lain. Alhamdulillah, saya sekali lagi berhasil mengalahakan keterbatasan, pesimistis, dan keraguan saya sendiri. Berturut-turut saya mendapatkan juara harapan I, juara III, dan juara II, semua hanya bermodal evaluasi terus menerus dan belajar dari sebanyak mungkin sumber.

[caption id="attachment_276506" align="aligncenter" width="300" caption="Juara II Pembuatan MPI di LPMP Jawa Tengah"]

1378289457190592651
1378289457190592651
[/caption]

Lukis

Sebagai seorang pecinta seni lukis, sejak kuliah saya sudah belasan kali mengikuti pameran seni lukis, selain itu juga menerima pesanan lukisan. Sampai saat ini, sudah lebih dari 100 pesanan gambar dan lukisan yang saya kerjakan. Ada sebuah cerita yang saya ingat dengan jelas hingga saat ini. Sebagai seorang mahasiswa dengan uang saku pas-pasan, untuk meningkatkan level keberanian dan keuletan, saya pernah mencoba berkeliling dari rumah ke rumah sekitar kost menawarkan jasa pemesanan lukisan. Perlu beberapa minggu untuk mengumpulkan keberanian tersebut, karena sebagai seseorang yang sejak kecil kurang percaya diri, berkeliling ke rumah-rumahmenawarkan jasa lukisan dengan berjalan kaki sangatlah berat bagi saya. Dari sekian rumah yang saya masuki, ternyata hanya 1 orang yang tertarik untuk memesan lukisan. Setelah berlangganan sekian lama, dia mengatakan bahwa sebenarnya dahulu memesan lukisan bukan karena menyukai lukisan, namun karena merasa terharu dan kagum, mungkin lebih tepatnya kasihan dengan pengorbanan saya.

[caption id="attachment_276507" align="aligncenter" width="300" caption="Lukisan "Piring-piring masih Beterbangan""]

13782895172070414438
13782895172070414438
[/caption]

LPK Paradigma Baru Sebelum lulus kuliah, saya bercita-cita dapat beraksi nyata dengan ilmu yang saya dapatkan di bangku kuliah dalam perubahan di desa. Saya berkeinginan mampu membuat usaha yang manfaatnya bisa langsung dirasakan masyarakat. Gayung bersambut, ternyata saya bertemu dengan 3 orang teman yang memiliki visi yang sama. Berdirilah LPK (Lembaga Pelatihan Komputer) Paradigma Baru yang menyediakan pelatihan tidak hanya di bidang komputer Ms. Word, Ms. Excel, Ms. Power point, Adobe Photoshop, Corel Draw saja, namun juga menyediakan pelatihan menjahit, bahasa Inggris, serta menerima jasa desain grafis dan pengetikan. Banyak apresiasi yang baik dari masyarakat, bahkan kami sampai kewalahan menerima murid yang selalu membludak, sayangnya hingga saat ini karena kesibukan kami berempat LPK Paradigma Baru masih vakum.

[caption id="attachment_276508" align="aligncenter" width="300" caption="LPK Paradigma Baru Batuwarno"]

1378289564127746759
1378289564127746759
[/caption]

Dokumentasi Perjuangan

Beberapa bulan yang lalu terpikir untuk mendokumentasikan semua karya saya tersebut melalui sebuah blog. Sebenarnya beberapa video klip sudah terupload ke youtube.com, hanya saja beberapa video klip dan pembahasan setiap karya tersebut belum sempat saya kerjakan hingga saat ini. Nama blog saya yang belum sempurna tersebut adalah fajarprihattanto.blogspot.com. Sedangkan video-video klip saya bisa dilihat pada link-link berikut :

Demikianlah moment kemenangan versi saya. Sebenarnya jika dilihat dari sisi yang lain saya masih banyak menyandang kekalahan. Dengan kuantitas video klip dan rekaman sebanyak itu, band saya belum juga mempunyai fans. Saya masih menjadi guru biasa yang belum mampu memberi inspirasi pada murid saya. Dari 100 lebih karya seni rupa, lukisan termahal saya baru tembus Rp. 800.000. Saya terkadang masih sangat malas untuk meningkatkan kemampuan diri, dan banyak sekali kekalahan-kekalahan lainnya yang belum saya menangkan. Namun kemenangan yang saya syukuri adalah pada beberapa hal saya sudah mampu mengalahkan rasa malu, ketakutan, tidak percaya diri, perspektif yang gelap, dan cara pandang masa lalu yang cenderung pesimistis, dan itulah kemenangan yang sesungguhnya. Saya meyakini bahwa kemenangan dapat diraih oleh siapapun. Semua tergantung pada seberapa keras usaha kita untuk mengalahkan rasa ke-tidak mampuan, ketakutan, kemalasan belajar, dan keterbatasan-keterbatasan yang kita buat sendiri. Impian saya yang belum tercapai adalah menjadi seorang novelis, pameran tunggal, dan pemenang kejuaraan tingkat nasional. Apakah nanti saya mampu mencapai semua impian tersebut, semua tergantung pada kesungguhan saya untuk mengalahkan diri saya sendiri nantinya. Karena Tuhan bersabda bahwa Dia tidak akan merubah nasib kita, selama kita sendiri tidak mau mengubahnya. Nabi Muhammad SAW dalam sebuah riwayat mengatakan bahwa peperangan terbesar adalah melawan diri sendiri.

Salam Kemenangan...!!

[caption id="attachment_276512" align="aligncenter" width="300" caption="Seorang Pecundang yang masih Senantiasa Berjuang"]

13782899661553751205
13782899661553751205
[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun