pada setiap senja yang tak selalu ku eja setiap kata dan kalimatnya
aku mencoba mendengarkan setiap lagu sedih yang kau lantunkan
aku mencoba mendengarkan setiap puisi pedih yang kau bacakan
aku mencoba mendengarkan setiap diam yang tak bisa padam dan ku redam
pada setiap senja yang tak selalu ku tatap cahaya matanya dan lengkung senyumnya
aku mencoba melihat bagaimana matanya khusyuk memandang ufuk barat, kiblat
aku mencoba melihat bagaimana tangannya menggenggam erat mawar layu menghitam
aku mencoba melihat bagaimana bibirnya terbata merapalkan mantra penyembuh luka, duka
pada setiap senja yang tak selalu ku hirup harum parfumnya dan aroma tubuhnya
aku menghayati bagaimana getir kerinduan itu seperti petir menyambar
menggetarkan dinding jiwa paling retak untuk segera menjemput maut
lalu bersama tangis hujan akan dihanyutkan menuju kiblat paling khidmat
pada setiap senja yang tak selalu jingga, dan setiap jingga yang tak selalu bercahaya
aku berusaha mengerti perihal perih yang pada akhirnya hanya bisa ku terima, terima kasih
aku berusaha memahami perihal pedih yang pada akhirnya hanya bisa bertumpang tindih, merintih
aku berusaha memaknai perihal sedih yang pada akhirnya hanya bisa turut berbahagia, memulih dan putih
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H