Mohon tunggu...
FAJAR FANIKA
FAJAR FANIKA Mohon Tunggu... Mahasiswa - S2 Pendidikan Fisika UPI

berbagi kehidupan melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Petaka Halloween Itaewon, Kiblat Generasi Muda Muslim

5 November 2022   19:57 Diperbarui: 5 November 2022   19:57 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: AFP via Getty Images/JUNG YEON-JE/dimuat cnbcindonesia.com

Jika menarik kebelakang, kehidupan Korea Selatan saat ini tidak terlepas dari invasi budaya Barat ke negeri mereka. Namun masyarakat mereka mudah menerima dan menganggap wajar karena gaya hidupnya yang cenderung liberal, hedonis, bahkan atheis. 

Tapi bagaimana dengan jika invasi budaya dan pemikiran asing ini diadopsi negeri-negeri yang mayoritas berpenduduk muslim? Tentu hal tersebut akan berbahaya bagi identitas dan keberlangsungan hidup generasi.

Berkaca dari tragedi Itaewon, tentu sebagai negeri mayoritas muslim, tidak ingin generasi mudanya berkiblat dengan gaya hidup hedonis dan liberal atau bahkan memiliki pemikiran sekuler yang memisahkan nilai-nilai agama dalam kehidupannya. 

Terlebih generasi muda kita saat ini telah silau dan terpukau dengan serba-serbi Korea Selatan, seperti budaya, pakaian, makanan, cara berbicara, teknologi, pendidikan, dan kemajuan infrastrukturnya. Sudah semestinya hal ini menjadi perhatian seluruh elemen, baik masyarakat maupun pemerintah.

Pemerintah mestinya tidak membiarkan budaya dan pemikiran asing menjamur di Indonesia. Namun, realitanya justru banyak caf dan club yang mengadakan pesta Halloween dan dibiarkan tanpa adanya upaya preventif dari pemerintah. 

Bahkan bentuk perayaan sejenis yang berasal dari budaya asing seperti tahun baru dan Valentine's day juga tidak pernah dicegah ataupun dilarang. Budaya-budaya dan pemikiran tersebut dibiarkan merasuk ke dalam jiwa generasi muda saat ini seolah-olah tidak berdampak negatif dan wajar sebagai cerminan generasi peradaban milenial.

Adakah manfaat dan dampak positif ekspansi budaya dan pemikiran asing dalam membangun karakter generasi masa depan? yang ada justru para pemuda menjadi penjaja gaya hidup barat yang sekuler, liberal, materialis, dan hedonis. 

Mereka menjadi pemuda yang hilang jati diri dan mulai terbiasa dengan kehidupan yang menawarkan kesenangan, semisal seks bebas. Bahkan tidak jarang yang sampai melakukan kekerasan seksual, perundungan, tawuran, bunuh diri, aborsi, dan sebagainnya.

Ibarat menanam pohon hingga berbuah, kita tidak akan merasakan manis buahnya jika kita tidak merawatnya sedari awal. Pohon yang bagus pastinya harus selalu diberi nutrisi yang baik agar tumbuh dan berbuah manis.

Analogi tersebut juga sama halnya dengan gambaran generasi muda, penting adanya nutrisi yang baik berupa aqidah Islam yang ditanamkan kepada mereka. Tentunya hal ini perlu peran negara dalam membina dan mendidik calon tunas peradaban tersebut.

Sejatinya, peradaban cemerlang tidak terlepas dapi bagaimana pemimpin dan masyarakatnya, dan para pemimpin besar lahir dari generasi mudanya. Jika kita menginginkan peradaban  yang mulia dan cemerlang, maka negara wajib memberikan perhatian besar pada generasi mudanya. Apa saja yang harus dilakukan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun