Bahkan mungkin Pilkada Solo tidak akan jadi perhatian nasional. Tau-tau rakyat Solo akan mendapat pemimpin muda yang enerjik dan punya segudang inovasi. Karena sudah terlalu banyak bupati dan walikota di Jateng yang memimpin dengan modal syahwat berkuasa saja.
Tidak usah jauh-jauh, di saat pandemi Covid 19 ini, berapa banyak bupati walikota di Jateng yang benar-benar turun dan mendampingi rakyatnya. Lha wong bantuan pemerintah saja dilabeli foto wajah diri. Apakah bukan manipulasi itu namanya?
Celakanya, kebanyakan dilakukan calon-calon petahana. Fakta lho ya, di media pun banyak beritanya. Ada Bupati Klaten yang menempelkan fotonya di paket bantuan Kemensos. Sumber:disini
Lalu Walikota Semarang ikut-ikutan menempelkan stiker gambar dirinya dan wakilnya di paket bantuan Pemkot Semarang. Sumber: disini
Masih ada lagi paket bantuan Pemkab Purbalingga yang ditempeli stiker bupati Dyah Hayuning Pratiwi. Sumber: disiniÂ
Ada enam pasangan calon tunggal di Pilkada Jateng 2020. Lima diantaranya petahana. Saya jadi bertanya-tanya, selain memanfaatkan bantuan rakyat untuk kepentingan dirinya, apa lagi yang dilakukan ya?
Sebab saya lihat hanya beberapa yang mau turun ke masyarakat. Lebih banyak calon yang diam. Atau malah kebingungan mau apa. Aktifitas mereka rata-rata seremonial belaka
Kalau di Jatim, Gibran ini mirip dengan Calon Bupati Kediri Hanindhito Himawan. Anak Sekretaris Kabinet Pramono Anung ini juga masih muda (28 tahun) dan didukung semua partai.
Seperti Gibran, Dito juga tidak malas turun. Dia rajin sepedaan dan sekarang malah sering motoran sendiri pake vespa ketemu warga.
Anak-anak muda seperti Gibran dan Dito inilah yang justru harus diapresiasi dan diberi kesempatan. Dengan segala atributnya, mereka ternyata mau bekerja, mau berfikir, dan lebih penting lagi mau turun ke tengah-tengah warga.