Mohon tunggu...
Fajar Dwi Ariffandhi
Fajar Dwi Ariffandhi Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja Lepas

Hadir kembali di kompasiane tempat belajar nulis sejak 2014

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Proyek Istighfar

8 Juni 2016   05:19 Diperbarui: 8 Juni 2016   07:00 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Maka Aku katakan kepada mereka,"Mohonlah ampun (istighfar) kepada Robbmu. Sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan memperbanyak harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untuknya kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai." (QS. Nuh:10-12)

“Ehem, bismillahirrahamannirrahim….”

*pasang peci*

Dengan segala “kerendahan hati”, guna menunjukkan kereligiusan diri saya dan kepengetahuan agama saya yang di atas rata-rata air,tulisan pencerah ini (baca: astaghfirullah) saya mulai dengan kutipan ayat. Selanjutnya, sekali lagi untuk membuktikan betapa religiusnya diri ini, saya akan berkisah tentang nabi-nabi.

Michael Mamat Murtado, pemuda desa Panggungrejo, muda, sehat, dan bersahaja. Cak Mat adalah sarjana muda jurusan ekonomi pembangunan universitas terkemuka di Malang. Pria berambut panjang ini sekarang sedang berkerja sebagai Direktur PT. Kesan Tetan (Kerja Sana sini Terpenting bisa Makan).  

Di bulan ramadhan tahun ini, Cak Mat berniat menggarap proyek yang InsyaAllah menurutnya, bakalan Rahmatan lil alamin. “Amin…..”, kita amini saja terlebih dahulu siapa tahu ini memang proyek yang prospeknya bagus. Sebagus prospek investasi property di Malang saat ini.

Cak Mat          : “Proyek istgihfar, Gus.”

Gus Ed            : “Bagus, Cak. Memperbanyak istghfar itu bagus cak, apalagi di bulan ramadhan.”

Cak Mat          : “Iyo Gus, aku rasa obat yang ampuh untuk menyembuhkan penyakit di negeri ini ya istghfar. Gak onok liane.”

Gus Ed            : “hmmm” (mengangguk-angguk, dan termenung)

~bersambung~

Meski tidak serupa, tapi obrolan Cak Mat mengingatkan kita dengan kisah Imam Hasan Al Bashri Ra. Ketika Imam Hasan Al Bashri Ra sedang duduk-duduk di dalam masjid bersama para sahabatnya. Tiba-tiba ada seorang yang datang menghampirinya dan berkata dengan nada mengeluh, "Ya Taqiyuddin, hujan belum juga turun."

Mendengar perkataan tersebut Hasan Al Bashri menasehati, "Perbanyaklah istighfar kepada Alloh."

Tak lama kemudian datang lagi seorang lainnya yang juga mengadukan keluh kesahnya,"Ya Taqiyuddin, aku menderita kemiskinan yang parah."
 Maka Imam Hasan Al Bashri berkata,"Perbanyaklah istighfar kepada Allah!"

Seorang yang lain juga datang mengeluhkan keadaan dirinya, "Ya Taqiyuddin, istriku mandul, tidak bisa melahirkan anak!"
 Perbanyaklah istighfar kepada Allah Ta′ala," kata hasan Al Bashri masih dengan jawaban yang sama.

Tak lama kemudian ada seorang lagi yang datang, "Ya Taqiyuddin, bumi sudah tidak memberikan hasil bumi dengan baik"
 Maka sekali lagi Hasan Al Bashri berkata, "Perbanyaklah istighfar kepada Allah Ta′ala."

Beberapa teman yang sedang berkumpul bersamanya di tempat itu terheran-heran dengan jawabannya. Mereka bertanya, kenapa setiap ada orang yang mengeluhkan hal-ikhwalnya kepadamu, selalu selalu anda perintahkan kepadanya untuk memperbanyak istighfar kepada Allah?

Maka Imam Hasan Al Bashri menjawab, "Apakah anda tidak membaca firman allah Ta′ala yang bunyinya:

"Maka Aku katakan kepada mereka, "Mohonlah ampun (istighfar) kepada Robbmu. Sesungguhnya dia adalah Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan memperbanyak harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untuknya kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai." (QS. Nuh:10-12)

Dua kisah berbeda di zaman yang berbeda pula. Sekilas mungkin apa yang dikatakan Cak Mat kuranglah berbobot, kesan intelektualnya rendah, tentu tidak seelagan Imam Hasan Al Bashri. Entah, dari mana Cak Mat memperoleh inspirasi proyek istighfar. Saya curiga Cak Mat adalah rainkarnasi Imam Hasan Al Bashari. Betapa tidak, inisiatif proyek istighfar tercetus langsung dari otaknya seakan-akan ide ini sudah lama sebelumnya tertanam dalam diri pengangguran elegan ini.  

Terlebih, proyek mulia ini bukan dia wacanakan karena hasil panennya yang tak lagi melimpah ataupun istrinya yang mandul –menikah saja belum-. Namun, dia merasa perlunya tindakan progressif revolusioner demi menciptakan keadaan negara yang baldatun thoyyibatun warrabun ghofur.Sebuah kondisi negara yang tenteram, sejahtera dan yang terpenting diampuni Sang Maha Pencipta.

Terlepas dari mana ide itu dia dapat, solusi yang Cak Mat tawarkan saya rasa tidak main-main dan sangat perlu untuk dicoba. Ketika permasalahan bertubi-tubi menimpa suatu negara dan solusi yang ditawarkan oleh pemerintah dengan berbagai kebijakannya belum juga menuai hasil yang membanggakan, ide Cak Mat bisa menjadi terobosan terbaru dan saya rasa perlu dipetisi. Apabila petisi itu tak tersampaikan kepada para penyelenggara negara, cukuplah menjadi gerakan bottom up yang siap mendobrak pagar-pagar setan penyebab rusaknya iman dalam hati setiap mahkluk di negeri ini.

Di dalam Al Quran Surat Nuh ayat 10-12, Allah sebagai Dzat Yang Maha Kuasa sudah menjelaskan kunci menggapai kemakmuran dengan memperbanyak memohon ampunan. Sudah waktunya kita semua, rakyat Indonesia secara massif memohon ampun atas segala dosa-dosa kita. Mohon ampun atas lalainya kita membiarkan hasrat diri untuk mencotek saat ujian, membohongi pembeli demi meningkatkan keuntungan, memfitnah orang lain atau kelompok lain dengan tuduhan sesat, korupsi uang kebersihan desa, hingga menyombongkan diri menganggap diri ini yang paling benar. Tindakan kolektif yang dimulai dari memohon ampun atas dosa diri sendiri yang tentu menyebabkan dosa bagi orang lain, mohon ampun atas dosa saudara-saudara dan tetangga, hingga semua lapisan masyarakat termasuk pemerintah yang saya fitnah bahwa dosanya membuat decak kagum pejabat-pejabat setan, semuanya terampuni.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun