Konsumsi listrik pada tahun 2050 diperkirakan akan tumbuh pesat mencapai 2.000 terra watt hour (TWh). Akibatnya, listrik yang dihasilkan dari pembangkit energi baru dan terbarukan (EBT) tidak dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Herman Darnel Ibrahim, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), mengatakan saat ini pembangkit EBT yang dapat menggantikan pembangkitÂ
listrik berbahan bakar batubara adalah pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) dan pembangkit listrik tenaga air (PLTA). RI memiliki potensi panas bumi hingga 23,9 gigawatt (GW). Namun, jumlah listrik yang dihasilkan hanya 100 TWh. Sedangkan untuk PLTA, dengan potensinya saat ini, jumlah listrik yang bisa dihasilkan sekitar 250.300 TWh.Â
Oleh karena itu, kombinasi keduanya hanya sekitar 500 TWh. Sementara itu, kebutuhan listrik Indonesia dari Rencana Bersama Energi Nasional (RUEN) tahun 2050 diperkirakan sekitar 2.000 TWh. Jadi ada selisih sekitar 1.500 TWh. "Saat ini 1500 TWh, kalau bisa kita pakai tentu kita menggunakan bahan bakar fosil dan gas.Â
Kemudian sisanya EBT lainnya diutamakan yang mudah PLTS dan Angin. Namun tidak tertutup kemungkinan nuklir. Jadi penggantian semua pembangkit fosil itu masih panjang," ujar Herman dalam diskusi Masa Depan Energi Geothermal, Kamis (30/9). Sebelumnya, Kementerian ESDM memproyeksikan kebutuhan listrik nasional pada 2060Â
bakal meningkat menjadi 1.885 TWh. Dari jumlah tersebut sepenuhnya akan dipasok oleh pembangkit dari energi baru terbarukan (EBT). Simak databoks berikut:Â
 Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan berdasarkan pemodelan yang telah dibuat pemerintah, dari proyeksi kebutuhan listrik pada 2060, permintaan listrik dari PLN diperkirakan 1728 TWh sedangkan dari non PLN sebesar 157 TWh. Adapun proyeksi konsumsi listrik per kapita diproyeksi akan mencapai lebih dari 5000 kilowatt hour (kWh) pada 2060.Â
Untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut dan dalam mencapai net zero emission, maka pemenuhan kebutuhan listrik EBT sebesar 1885 TWh pada 2060 akan dipasok dari pembangkit EBT sebesar 635 GW. "Pemenuhan kebutuhan listrik Indonesia sebesar 1885 TWh akan dipasok sepenuhnya oleh pembangkit EBT," kata Arifin beberapa pekan lalu.
 Arifin mengatakan penambahan kapasitas energi terbarukan seperti energi surya dan angin secara masif berjalan mulai 2031. Selain itu, pemanfaatan energi panas bumi dan hidro juga akan dioptimalkan agar mampu menjaga keandalan sistem. "Untuk menjaga keandalan sistem diperlukan teknologi yang andal antara lain seperti storage dan pembangkit listrik tenaga nuklir," katanya.Â
Arifin mencatat kebutuhan energi final pada 2060 diprediksi akan mencapai 365 Million Tonne Of Oil Equivalent (MTOE). Listrik diperkirakan akan mendominasi untuk energi final, khususnya di sektor penggunaan seperti sektor industri dan rumah tangga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H