2. Spontanitas
Karakteristik yang satu ini berkesinambungan dengan dzauq al-Fithri yang merupakan pokok terpenting dalam mengkritik karya sastra. Dalam mengkritik karya sastra, para kritikus secara langsung mengkritik sesuai dengan apa yang dirasa.
Para kritikus dalam mengkritik dilakukan secara spontan, tanpa diuji dan belajar dahulu kebenarannya. Akan tetapi jika kita membaca sekilas dari kisah Nabighah yang mengkritik Hasan, hal ini cukup bertentangan. Dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek yang akan dikritik belum diketahui, akan tetapi Nabighah sudah mampu untuk menganalisa kesalahan dalam syi’ir Hasan dengan alasan-alasan dan bukti yang kuat (Khalifah, 2016 h. 64)
3. Bersifat Juz’i
Disebut juz’i disini karena karya yang dikritik akan di kritik dari berbagai aspek, seperti dari aspek penggunaan kata dan makna, wazan.
Para kritikus hanya mengarah ke beberapa aspek saja dengan meninggalkan aspek aspek seni  dalam syi’ir. Seperti contoh sang kritikus hanya mengkritik dari segi lafadz dan wazan saja, berbeda dengan kritik sastra modern yang hampir keseluruhan segala aspek dengan sempurna. Seperti kisah al mutalammis dengan Thorfah. Thorfah hanya mengacu pada kritik yang juz’iy pada makna الصعيرية yang arti sesungguhnya bukan unta melainkan sebuah tanda pada unta betina استنوق الجمل (Khalifah, 2016 h. 65)
4. Umum
Dalam mengkritik, sang kritikus diberi kebebasan . Terkadang dari pada mereka menyampaikan kritikannya tanpa alasan dan sebab mengapa ia mengkritik bagian yang dikritiknya. Contohnya perkataannya Nabighoh kepada Lubaid bin Rabi’ah : Pergilah karena engkau adalah penyair Arab.
5. Ringkas dan Lugas
Ringkas dan terkesan tidak bertele-tele, disampaikan secara langsung tanpa penjelasan yang panjang dan detail. Begitulah para kritikus sastra pada masa jahiliyah dalam mengkritik karya sastra milik penyair lainnya. Seperti perkataan Thorfah terhadap Mutalammis استنوق الجمل ibaroh yang singkat ini mengandung unsur kritik yakni Aib pada sy’ir Mutalammis yang mensifati unta dengan  tanda pada unta betina (Khalifah, 2016 h. 65).
Daftar Rujukan
Amin, Ahmad. (2012). An-Naqd al-Adabiy. Mesir: Hindawi
‘Akub, ‘Isa ‘Ali. (2016). At-Tafkir an-Naqdiy ‘Indal ‘Arab. Beirut: Darul Fikr al-Mu’ashir
Ibrahim, Mustafa Abdurrahman. (1998). Fii an-Naqd al-Adabiy al-Qodiim ‘Inda al-‘Arab. Mesir: Makkah li-Thiba’ah
Khalifah, Muhammad Amir. (2016). An-Naqd al-Adabiy Fii  al-‘Ashri al-Jahiliy dalam Eskişehir Osmangazi Üniversitesi İlahiyat Fakültesi Dergisi, IV, Hal 49-65.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H