Mohon tunggu...
Faiz Ulin Nuha
Faiz Ulin Nuha Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa HKI UMM

Mahasiswa HKI UMM

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Dilema Politik Dinasti sebagai Hak Konstitusional Warga Negara

24 November 2020   21:42 Diperbarui: 24 November 2020   21:46 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pro Kontra Politik Dinasti    

Dihapusnya pasal 7 huruf r UU No. 8 tahun 2015 menimbulkan perdebatan publik. Pro kontra akan hal tersebut tak bisa terhindarkan ada yang setuju dan ada yang tidak setuju. Publik menilai praktik tentang adanya politik dinasti adalah sebuah kemunduran demokrasi Indonesia.

Namun pihak yang sependapat dengan putusan MK tersebut berdalih bahwa setiap orang berhak dipilih dan memilih dalam pelaksanaan demokrasi saat ini sesuai pasal 43 ayat (1) UU HAM. Sedangkan pihak yang kontra menganggap praktik seperti ini sama saja pembajakan demokrasi oleh para elit politik yang berkuasa.

Saat ini mungkin belum ada penelitian secara komprehensif mengenai korelasi antara perilaku koruptif elit terhadap keluarga petahana atau incumbent. Namun bukti lapangan yang ada di masyarakat banyak menunjukan indikasi bahwa praktik dinasti politik sangat identik dengan kasus korupsi. Hal ini yang menyebabkan kecurigaan publik akan praktik politik dinasti tersebut.

Kultur politik seperti ini seakan mendarah daging di bangsa Indonesia. Menganggap bahwa garis keturunan itu sangat penting, sampai muncul istilah trah Soekarno atau trah Soeharto dan banyak lainnya. Pada dasarnya kultur ini seakan berjalan dialam bawah sadar masyarakat. Namun apakah ini sepenuhnya sebuah kultur yang ada dimasyarakat atau paraktek keji para penguasa untuk mempertahankan kekuasaannya.

Memperbaiki Kultur Politik              

Dengan ulasan diatas bisa diambil kesimpulan bahwasanya praktik politik dinasti sangat mungkin terus terjadi, dan hal itu bukan merupakan suatu hal yang melanggar hukum. Dalam Undang-Undang tidak ada larangan untuk melakukan praktik dinasti Politik.

Kendati demikian bukan berarti publik serta merta mendukung praktik ini, kita sebagai bangsa harus bersama-sama merubah kultur politik yang menurunkan nilai demokrasi ini. Memasyarakatkan pendidikan politik dan budaya di indonesia agar tidak terjadi kultur masyarakat yang feodal. Tidak cocok rasanya jika bangsa Indonesia memilih demokrasi sebagai  dasar negara namun kultur masyarakat masih bersifat feodal.

Atau mungkin menurut penulis sendiri salah satu solusi akan hal ini adalah dengan menurunkan ambang batas pencalonan agar muncul kandidat-kandidat baru dalam kancah perpolitikan nasional. Pilihan-pilihan alternatif untuk rakyat akan bermunculan, hal ini mengharuskan partisipasi masyarakat yang tinggi akan hal tersebut.

Bila praktik politik dinasti tidak dapat di cegah melalui jalur hukum, maka dinasti politik dapat dilawan bahkan dicegah melalui jalur-jalur politik. Masyarakat adalah kunci dari perubahan kultur politik yang mengedepankan trah sebagai komoditas politik dibanding masalah substansial, maka masyarakat dapat bersama-sama untuk bergerak melawan kultur feodal ini dengan tidak memilih paslon yang berasal dari dinasti politik.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun