Pada kesempatan tersebut Indonesia menyarankan pernyataan ASEAN Point Ministers on Peace, Security and Stability in the Region. Inti dari pernyataan tersebut menegaskan bahwa ASEAN dalam menjaga perdamaian dan stabilitas kawasan harus tetap melindungi "rumah" mereka agar tetap menjadi kawasan yang stabil dan damai. Pernyataan tersebut sekaligus menjadi ajang penyatuan suara ASEAN untuk menjaga dan mempromosikan perdamaian, keamanan dan stabilitas kawasan serta menjunjung tinggi Piagam PBB, ASEAN Charter, dan TAC dalam melaksanakan hubungan antar negara. Akhirnya pada pertemuan AMM ke-49 tanggal 26 Juli 2016 di Vientiane, Laos, Menteri Luar Negeri negara-negara ASEAN berhasil mencapai kesepakatan untuk menyusun sebuah joint communiqu. Kesepakatan joint communiqu tersebut memuat pandangan satu suara ASEAN terhadap perkembangan situasi terkini di Laut China Selatan
Konsultasi dan pendekatan intensif yang dilakukan oleh Menlu RI pada akhirnya berhasil mendorong Menlu ASEAN untuk menyepakati Joint Statement of the Foreign Ministers of ASEAN Member States on the Maintenance of Peace, Security, and Stability in the Region, yang memuat elemen-elemen penekanan komitmen untuk memastikan kawasan tetap damai, stabil dan aman, memajukan hubungan yang saling menguntungkan, terus menjunjung tinggi norma-norma dasar yang mengatur hubungan dan kerja sama antar negara, menekankan posisi bersama ASEAN dalam Joint Communique of the 49th AMM, menahan diri dan menghindari kegiatan yang dapat meningkatkan ketegangan di kawasan, meningkatkan persatuan, solidaritas, dan sentralitas ASEAN, serta mengajak negara lain untuk menghormati norma-norma dan prinsip dari ASEAN.
Pemanfaatan Sumber Daya Alam dan Potensi Ekonomi
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari 17.000 pulau dan memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km, membuat Indonesia memiliki kondisi maritim yang sangat kompleks dan unik. Kondisi maritim Indonesia sangat dipengaruhi oleh lokasi geografis, iklim, dan topografi. Indonesia memiliki wilayah terluas ke-kepulauan di dunia dan posisi geografis yang strategis, membuat negara ini sangat penting bagi aktivitas maritim dunia. Kondisi maritim Indonesia juga sangat dipengaruhi oleh letak geografis yang berada di garis khatulistiwa, sehingga mempengaruhi iklim maritim dan membuat wilayah ini memiliki arus laut yang kuat dan beragam. Salah satu wilayah maritim yang strategis adalah laut china selatan atau laut natuna utara.
 Laut China Selatan adalah salah satu wilayah laut paling penting di dunia, dengan rute perdagangan global yang melalui lalu lintas kapal besar yang mengangkut barang-barang dari Asia ke Amerika dan Eropa. Wilayah ini juga merupakan rumah bagi pulau-pulau kecil dan terumbu karang yang kaya akan sumber daya alam seperti minyak, gas, dan sumber daya laut lainnya. Oleh karena itu, Laut China Selatan sangat penting bagi kepentingan ekonomi dan strategis negara-negara di kawasan. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki ribuan pulau termasuk Kepulauan Natuna yang terletak di utara Laut Cina Selatan.Â
Laut Cina Selatan merupakan jalur pelayaran penting dunia dan kaya akan sumber daya alam, sehingga memiliki nilai aset yang sangat tinggi. Hal ini memicu persaingan dalam kawasan atau regional yang berujung pada ketegangan antara Tiongkok dan negara-negara ASEAN selama beberapa dekade terakhir terkait sengketa di kawasan tersebut. Indonesia, sebagai salah satu negara di kawasan tersebut, juga berdampak konflik tersebut karena wilayah ZEE Indonesia di wilayah Perairan Natuna menjadi klaim sepihak oleh Tiongkok. (Baylon, 2021) China memiliki tuntutan yang sangat kuat atas sebagian besar Laut China Selatan, termasuk pulau-pulau dan terumbu karang yang juga diklaim oleh negara-negara lain seperti Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Brunei. Tuntutan China didasarkan pada sejarah dan tradisi, serta pada garis dasar yang mereka terapkan pada tahun 1947, yang menentukan wilayah yang diklaim oleh China di Laut China Selatan. Namun, beberapa negara lain memiliki tuntutan yang berbeda atas wilayah yang sama, dan ini menimbulkan konflik yang berkelanjutan. Konflik ini juga bersinggungan dengan Indonesia yang mana banyak terjadinya illegal fishing dan konflik teritorial di perbatasan khususnya di laut Natuna utara.
Konflik ini membuat masyarakat resah karena aktivitas kapal-kapal China yang melakukan kegiatan penangkapan ikan secara ilegal dan menyatakan klaim kedaulatan yang bertentangan dengan hukum internasional di wilayah tersebut. Pada tahun 2016, Indonesia telah memutuskan untuk meningkatkan keamanan di wilayah tersebut dengan menempatkan kapal perang dan pesawat tempur di Natuna, yang memicu protes dari China. Namun kenyataannya, sejauh ini yang dilakukan pemerintah ternyata kurang efektif dilihat dari kurangnya sumber daya dan tenaga dari pemerintah, koordinasi yang kurang efektif antar berbagai pemerintah terkait seperti pemerintah nasional dan pemerintah daerah, kurangya dukungan internasional dari negara lain,faktor politik domestik, seperti isu-isu internal dan pemilihan, mungkin mempengaruhi keefektifan pemerintah Indonesia dalam mengatasi konflik Laut China Selatan dan kurangnya strategi serta kebijakan yang jelas dan konsisten dalam mengatasi konflik ini (Aprilla, 2021).Â
Maka dari itu diperlukan penanganan yang efektif untuk meminimalisir konflik antara Indonesia dan China di laut china selatan dengan sebuah kebijakan bernama Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang dilihat mampu meningkatkan pengawasan dan keamanan wilayah, memperkuat ekonomi Indonesia, meningkatkan kerja sama regional, dan memberikan akses ke pasar yang lebih besar, sehingga penulis tertarik untuk menulis tentang urgensi penerapan Kawasan Ekonomi Khusus dalam Meminimalisir Konflik Horizontal di Laut China Selatan.Â
Pendekatan Diplomatik dan Keseimbangan Kekuatan
Kawasan Laut China, dengan segala kompleksitasnya, telah menjadi pusat perhatian dalam dinamika geopolitik global. Dikelilingi oleh beberapa negara dengan klaim yang saling bersaing atas wilayah dan sumber daya alam, serta dipenuhi dengan jalur perdagangan maritim vital, kawasan ini menjadi titik fokus penting dalam upaya menjaga perdamaian dan stabilitas di tingkat internasional. Dalam konteks yang semakin tegang dan sensitif ini, pendekatan diplomatik yang bijaksana dan keseimbangan kekuatan menjadi kunci dalam menjaga harmoni dan mencegah eskalasi konflik di Kawasan Laut China.
Pendekatan diplomatik menempatkan dialog, negosiasi, dan kerjasama sebagai alat utama dalam menyelesaikan sengketa dan mempromosikan perdamaian di kawasan ini. Organisasi regional seperti ASEAN telah berperan penting dalam menciptakan platform untuk dialog dan diplomasi, memungkinkan negara-negara yang terlibat untuk bertemu, berdiskusi, dan mencari solusi yang saling menguntungkan. Pendekatan ini tidak hanya mencakup penyelesaian sengketa, tetapi juga mempromosikan kerjasama dalam bidang-bidang seperti penanggulangan bencana, perlindungan lingkungan, dan pembangunan ekonomi, yang semuanya merupakan faktor penting dalam membangun kestabilan jangka panjang. Pada sisi lain, keseimbangan kekuatan juga menjadi faktor penting dalam mempertahankan stabilitas di Kawasan Laut China. Keseimbangan ini melibatkan pengakuan dan penghormatan terhadap kepentingan dan kekuatan relatif setiap negara di kawasan tersebut. Dengan mempertahankan keseimbangan, negara-negara di Kawasan Laut China dapat mencegah dominasi yang berpotensi merugikan dan meminimalkan risiko konflik yang disebabkan oleh perasaan tidak aman atau ketidakpuasan dari pihak-pihak tertentu. Akan tetapi, tantangan besar menghadang dalam menerapkan pendekatan diplomatik dan menjaga keseimbangan kekuatan di Kawasan Laut China. Persaingan antara kekuatan regional dan global, bersama dengan retorika nasionalistik yang meningkat, dapat mempersulit pencapaian kesepakatan yang saling menguntungkan dan memperburuk ketegangan di kawasan ini. Selain itu, peningkatan militerisasi dan penggunaan sumber daya alam yang tidak bertanggung jawab dapat memperburuk konflik dan memperumit upaya untuk menjaga perdamaian oleh karena itu solusi yang komprehensif dan berkelanjutan diperlukan untuk mengatasi tantangan ini. Negara-negara di Kawasan Laut China harus berkomitmen untuk mematuhi prinsip-prinsip hukum internasional, termasuk Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS), yang mengatur hak dan kewajiban negara-negara di kawasan ini. Selain itu, kerja sama regional dan multilateral harus ditingkatkan, dengan fokus pada pembangunan kepercayaan, penyelesaian sengketa, dan pembangunan bersama.Â