Seperti teknologi lainnya, kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) memungkinkan komputer meniru kecerdasan manusia. Teknologi ini telah diterapkan dalam berbagai sektor, termasuk industri, kesehatan, dan transportasi. Penerapan AI membawa perubahan signifikan, terutama pada struktur tenaga kerja, yang menimbulkan kekhawatiran tentang potensi penggantian pekerjaan manusia. Meskipun AI diibaratkan sebagai alat untuk meningkatkan efisiensi, kekhawatiran akan dampaknya terhadap lapangan kerja manusia tetap menjadi isu utama.
Sejarah Singkat AI
- 1950-an: Alan Turing mengusulkan "Turing Test" untuk mengukur kemampuan komputasi dalam meniru kecerdasan manusia.
- 1956: Konferensi Dartmouth menandai kelahiran istilah "kecerdasan buatan" sebagai subbidang baru.
- 1960--1970-an: Komputer pertama mulai dikembangkan, meskipun terbatas oleh kemampuan komputasi. Para insinyur menemukan cara mereproduksi kecerdasan sederhana.
- 1980-an: Sistem ahli diperkenalkan untuk mendukung pengambilan keputusan berbasis domain pengetahuan tertentu.
- 2000-an: Kemajuan dalam pembelajaran mesin (machine learning) dan data besar (big data) membawa AI ke penerapan praktis, seperti pengenalan suara hingga kendaraan otonom.
- 2010--sekarang: Teknologi pemrosesan data yang lebih cepat memungkinkan AI masuk ke kehidupan sehari-hari, seperti melalui chatbot, asisten virtual, dan aplikasi kesehatan.
Dampak AI terhadap Pekerjaan Manusia
AI memiliki dampak besar terhadap pekerjaan manusia, terutama dalam pekerjaan yang berbasis rutinitas, prediktif, dan berbasis data. Berikut adalah sektor-sektor yang terdampak:
- Manufaktur:
Robot industri menggantikan pekerja pabrik untuk tugas berulang seperti perakitan dan pengemasan. - Transportasi:
Teknologi kendaraan otonom mengurangi kebutuhan pengemudi manusia. - Layanan Nasabah:
Chatbot berbasis AI menggantikan peran operator pusat panggilan dalam menangani pertanyaan pelanggan.
Namun, ada pekerjaan yang dianggap sulit digantikan oleh AI karena membutuhkan kompetensi berikut:
- Kreativitas:
Pekerjaan seperti seniman, desainer, dan penulis sulit digantikan karena AI tidak memahami konteks dan emosi manusia. - Empati dan Hubungan Interpersonal:
Psikolog, pekerja sosial, dan guru sulit tergantikan karena melibatkan relasi sosial dan pengambilan keputusan berbasis etika.
Implikasi Etis dan Sosial
Penerapan AI membawa sejumlah implikasi etis dan sosial yang perlu diperhatikan:
- Kesenjangan Ekonomi:
Pekerja dengan keterampilan rendah lebih rentan kehilangan pekerjaan, yang dapat memperlebar kesenjangan antara kelompok masyarakat kaya dan miskin. - Privasi dan Pengawasan:
Penggunaan big data oleh AI dapat mengancam privasi individu. - Resiliensi Tenaga Kerja:
Untuk mengatasi tantangan, pekerja perlu beradaptasi dengan mengembangkan keterampilan yang relevan dengan era AI.
Kesimpulan
AI tidak sepenuhnya menggantikan pekerjaan manusia, melainkan menjadi alat yang menggantikan pekerjaan tertentu sambil membuka peluang baru di sektor lain. Untuk memaksimalkan manfaat teknologi ini, diperlukan kolaborasi antara manusia dan mesin, pelatihan ulang tenaga kerja, pengaturan kebijakan yang tepat, serta pendekatan etis dalam pengembangan teknologi.
Referensi
- Turing, A. M. (1950). Computing Machinery and Intelligence. Mind, 59(236), 433--460.
- Nilsson, N. J. (2010). The Quest for Artificial Intelligence. Cambridge University Press.
- Frey, C. B., & Osborne, M. A. (2013). The Future of Employment: How Susceptible Are Jobs to Computerisation? Oxford University.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H