Suatu pendidikan memang seharusnya mengalami perkembangan, dan hal itu wajar. Terutama dalam hal kurikulumnya. Akan tetapi, perubahan itu harus didukung dengan alasan-alasan yang jelas, beserta fakta-fakta serta kondisi yang memang menyatakan bahwa kurikulum harus diganti. Sebelum melakukan perubahan kurikulum seharusnya dilakukan evaluasi-evaluasi dari kurikulum sebelumnya supaya kita dapat mengetahui kekurangan-kekurangan yang ada pada kurikulum yang akan diganti sehingga pada kurikulum berikutnya dapat bisa menjadi penyempurna dari kurikulum sebelumnya. Dari beberapa berita yang saya saksikan di Tv dan saya baca di beberapa media massa, sebagian besar mengungkapkan bahwa kurikulum yang sekarang ini sepertinya dipersiapkan secara tergesa-gesa, sehingga menuai banyak kritikan di berbagai media massa.
Dan yang dikhawatirkan adalah adanya unsur-unsur tujuan tertentu yang bersifat politis dari oknum tertentu demi meraup untung.
Perubahan kurikulum yang baru ini mengakibatkan perubahan buku pegangan guru maupun siswa. Walau efeknya bagi pengusaha buku adalah keuntungan besar karena bakal mencetak beribu-ribu buku baru yang akan disebar oleh pemerintah ke berbagai daerah di Indonesia.
Namun hingga saat ini yang jadi pertanyaan adalah bagaimana buku-buku tersebut dapat tersalurkan dengan baik dari pemerintah kepada para guru dan siswa, serta bagaimana pengawasannya ?
Apakah pemerintah bisa menjamin buku tersebut akan sampai kepada siswa dan guru yang konon katanya tidak dikenakan biaya sesuai yang pemerintah janjikan.? Tidak pula dilupakan bahwa penerapannya pun tidak akan lepas dari seorang "Guru". Karena guru adalah ujung tombak dari sebuah pendidikan.
Nah, dalam hal ini kemampuan seorang guru sangat dibutuhkan dalam mempelajari konsep-konsep kurikulum yang akan diterapkan kepada peserta didiknya. Namun dalam menghadapi perubahan kurikulum yang baru juga dibutuhkan persiapan yang matang. Tidak semudah dan sesingkat seperti membuat mie rebus. Dibutuhkan waktu yang lama untuk dapat memahami kurikulum yang baru. Karena jika semuanya dilakukan secara terbutu-buru maka akan berdampak tidak baik kedepannya. Pertanyaannya adalah apakah guru yang ada di Indonesia ini semuanya sudah siap untuk mengimplementasikan kurikulum 2013 ?
Terbukti sulitnya mengubah mindset guru, perubahan proses pembelajaran dari teacher centered ke student centered, rendahnya moral spiritual, budaya membaca dan meneliti masih rendah. Adalah penyebab banyak guru di Indonesia belum siap untuk menerapkan kurikulum 2013 dalam kegiatan belajar mengajar.
Kurangnya penguasaan teknologi informasi. Masih banyak guru sekarang yang belum bisa mengikuti perkembangan teknologi, bahkan adapula yang tidak tahu apapun mengenai pemanfaatan internet. Lah wong memakainya saja jarang atau lebih parahnya tidak pernah kenal apa itu internet dan penggunaannya, lemahnya penguasaan bidang administrasi, dan kecenderungan guru yang lebih banyak menekankan aspek kognitif. Padahal, semestinya guru juga harus memberikan porsi yang sama pada aspek afektif dan psikomotorik.
Terus dalam kurikulum 2013 ini seorang guru harus dituntut untuk menjadi sosok yang kreatif dan inovatif. Permasalahannya adalah masih banyak guru yang belum sadar untuk lebih banyak membaca. Padahal guru itu juga harus seperti gadget, yaitu harus selalu diupgrade setiap saat. Diupgrade dengan apa ? jawabannya adalah diupgrade dengan wawasan dan ilmu pengetahuan. Sebab hal tersebut sangat diperlukan seorang guru jika ingin menerapkan kurikulum 2013 dalam kegiata pembelajarannya.
Lantas, kenapa kurikulum 2013 diterapkan ?
Penerapan kurikulum 2013 saat ini kesannya itu buru-buru . Yaitu demi menyelesaikan permasalahan yang terjadi di lingkungan saat ini seperti tawuran dan tindakan kriminal lainnya.