Sejarah dan Pemberdayaan Civil Society
Judul Buku : Demokrasi dan Civil SocietyÂ
Penulis : Muhammad AS HikamÂ
Bidang : Sosial ISBN : 979-8391-63-2Â
Ukuran : 15,5x23 cmÂ
Halaman : xvii, 297 hal.Â
Tahun Terbit : 1999 (Cetakan Kedua)
Buku ini merupakan karya dari Muhammad AS Hikam, seorang pria yang lahir di Tuban pada 26 April 1958. Beliau merupakan peneliti pada Puslitbang Ekonomi dan Pembangunan LIPI. Selain itu beliau juga menjadi anggota aktif di the Association for Asian Students (AAS), Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI), dan Akademi Ilmu Pengetahuan Yogyakarta, ia juga banyak menulis di berbagai media cetak.Â
Demokrasi dan Civil Society karya dari Muhammad AS Hikam ini merupakan buku yang mampu menumbuhkan cara berpikir kritis dan membuat peka terhadap isu sosial masyarakat. Jadi buku ini berisikan bahasan mengenai demokrasi dari zaman ke zaman secara runtut dan secara kronologis Buku ini juga membahas berbagai macam masalah dan sejarah dari civil society dengan Bahasa yang ringan dan mudah dipahami orang awam.Â
Buku ini sangat direkomendasikan untuk pelajar, mahasiswa, dan masyarakat umum yang ingin mengetahui perjalanan bersejarah negara kita dalam menghadapi civil society yang berkembang pesat pada tahun 1950an bersamaan dengan masa pemerintahan parlementer.
Kelebihan buku ini menjelaskan awal mula dari social society itu sendiri permulaan munculnya gerakan ini secara runtut dengan jelas, sehingga pembaca mudah memahami apa yang ingin penulis sampaikan kepada para pembaca, cara penulisan yang tidak ambigu juga menambah kesan kepada buku ini bahwa buku ini sangat layak dibaca di mana pun dan kapan pun.Â
Pada bab pendahuluan penulis memaparkan istilah, konsep, dan sejarah awal mula munculnya civil society atau lebih sering disebut dengan kewargaan atau masyarakat madani dijelaskan bahwa konsep ini berasal dari proses sejarah masyarakat barat. Perkembanganya berawal dari seorang tokoh yakni Cicero bahkan menurut Manfred Riedel, ditarik ke belakang sampai Aristoteles. Tapi  yang pasti dan sangat jelas awal mula penggunaan istilah societies civilis berasal dari Cicero dalam konsep filsafat politiknya.
Pada halaman tiga buku ini penulis juga menjelaskan definisi civil society menurut pandangan pribadinya civil society ini merupakan wilayah-wilayah kehidupan sosial yang terorganisasi dan bercirikan, antara lain: keswadayaan (self-supporting), kesukarelaan (voluntary), keswasembadaan (self-generating), kemandirian tinggi berhadapan dengan negara, dan keterikatan dengan norma-norma atau nilai-nilai hukum yang diikuti oleh warganya. Di dalamnya penulis juga mensisipkan bahwa pentingnya suatu ruang publik yang bebas (the public free sphere), tempat dimana transaksi komunikasi yang bebas bisa dilakukan oleh warga masyarakat.
Pada bab 1 buku ini berjudul Negara Birokratik dan Redemokratisasi berisi dari berbagai telaah atas teori dan beberapa studi kasus yang belakangan terjadi dan menjadi topik utama dalam disiplin ilmu politik. Di antaranya perdebatan teorittis antara kubu liberal-pluralis dan kubu Marxis, dan harus diakui perdebatan tersebut cukup produktif, namun sayang sekali, hal tersebut tidak berkembang dalam kaitannya dengan studi negara di Dunia Ketiga.Â
Bab ini juga berisi perspektif teoritis model negara birokratik yang berawal dari respon terhadap apa yang disebut sebagai promo depending (perluasan) dari industrialisasi dan pembangunan ekonomi di negara kapitalis pinggiran.Â
Selanjutnya yang akan dibahas buku ini yaitu mengenai problem dan prospek demokratisasi melalui pemberdayaan civil society yang belakangan ini muncul berbagai isyarat politik yang mengindikasikan kebangkitan gerakan demokrasi negeri ini, disebutkan juga beberapa pernyataan bahwa yang berkaitan dengan kebutuhan adanya restrukturisasi dan lebih terbukanya koridor politik telah muncul di media massa dan dalam pembicaraan publik lainnya yang tidak diungkapkan oleh kalangan oposisi.Â
Dengan demikian menurut buku ini permasalahan politik di Indonesia saat ini akan dapat dipahami secara lebih baik dengan melampaui pendekatan kelembagaan yang umum. Dalam penulisannya penulis juga bermaksud menguji proses demokratisasi dengan memfokuskan pada hubungan dialektika antara negara dan masyarakat, peran kelas menengah dan gerakan intelektual ke dalam dan fungsi politik berupa katalis dari gerakan demokrasi di masa mendatang.
Namun demikian menurut buku ini, ditinjau dari sudut pandang krtitis, pemerintah belum berhasil memenuhi janjinya dalam mendorong proses demokratisasi. Ada perdebatan yang terus berlangsung baik di dalam maupun di luar lingkungan akademis mengenai sejauh mana keberhasilan politik di negeri ini.Â
Dalam buku ini juga membahas telaah teoritis terhadap beberapa studi kasus, penulisan ini merupakan suatu usaha untuk menelaah perspektif-perspektif teoritis yang berkenaan dengan (gerakan) perlawanan sosial. Penulis akan memfokuskan pada masalah masalah seperti basis sosial dari kepatuhan dan perlawanan sosial, konflik kelas dan kesadaran kelas, dan yang terakhir bentuk-bentuk dari perlawanan kelas. Nantinya akan dipaparkan juga beberapa studi kasus yang mungkin akan memperkuat posisi teoritis masing-masing penganjurnya.Â
Telaah dalam tulisan ini adalah asumsi yang mendasarinya yakni, bahwa studi mengenai perlawanan akan menganut tradisi dialektis yang memahamkan proses sosial sebagai interaksi kompleks antara aktor-aktor manusia dengan struktur sosial. Â
Penulis juga berusaha memberikan pemahaman pengantar terhadap salah satu penghampiran yang diilhami oleh pascamodernisme dan pascastrukturalisme, yang dikenal sebagai penghampiran discursive-practice.Â
Dalam bab Sembilan terdapat wacana cendekiawan dan perannya di Indonesia dengan mengambil masalah penguatan civil society ini sebagai tema kajian. Dalam pembahasan ini cendekiawan dimengerti secara struktural, yang peran serta fungsinya, amat berkaitan dengan proses pembentukan sosial dalam masyarakat.Â
Pada halaman 229 dijelaskan bahwa menurut penulis pendekatan transformative ini memiliki kedekatan dengan trend mutakhir dalam wacana politik yang dikenal sebagai wacana civil society. Wacana ini menjadi populer saat akhir dasawarsa 1980an dan dianggap salah satu pintu penting pembentukan sistem politik demokratis yang menitikberatkan pada masalah peningkatan kemandirian masyarakat perluasan ruang public bebas (the free public sphere).
Halaman akhir buku ini berisi peran-peran LSM di Indonesia, disebutkan bahwa ada beberapa karakter khusus yang dimiliki oleh LSM Indonesia yang amat berguna bagi proses pemberdayaan civil society. Pertama, LSM di Indonesia cukup banyak jumlahnya dengan penyebaran yang luas' dan variasi program serta proyek yang berbeda-beda sehingga memungkinkan mereka mencapai daerah-daerah yang bermacam-macam coraknya dan terpencil lokasinya.Â
Kedua, banyak LSM yang kemudian berperan sebagai alternatif bagi rakyat marginal yang suaranya hampir tidak pernah didengar sehingga dengan demikian menjadi semacam substitus bagi institusi politik yang ada. Selain itu berbagai LSM bekerja dalam kegiatan-kegiatan seperti bantuan hukum, kesehatan, dan pendidikan yang menyediakan palayanan dan bantuan. Ketiga, LSM juga mempunyai jaringan yang luas baik pada tingkat nasional maupun internasional  yang dapat difungsikan sebagai sarana menyebarluaskan informasi mengenai hal-hal yang berhubungan dengan pemberdayaan masyarakat.
 Namun, di samping isi buku yang bermutu sayang sekali tata letak buku ini tidak efisien, penulisan kalimatnya terlalu di padatkan pada tengah halaman kertas, membuat banyak bagian kertas yang terbuang sia-sia. Menurut saya cover buku ini juga kurang menarik minat pembaca, padahal isi yang terdapat pada buku ini berisi topik yang menarik untuk dibahas lebih lanjutÂ
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI