Fajar Ketujuh di bulan Juni kala itu, menyelimuti kerisauan hatimu wahai ibu
Apakah dapat kupastikan terlahirnya diriku ke dunia akan mampu menghapus air mata
Ibu...Kau pertaruhkan nyawamu demi nyawa ku
Zam-zam cinta selalu kau curahkan agar jiwaku tak kering akan kasih sayang mu, ibu
Akupun sadar terlahirnya diriku ke dunia hanya membawa sakit dan derita yang menyayat hati mu, ibu
Tapi aku berikrar untuk menyibak gemerlap dunia untuk mencari kebahagiaan untuk mu, ibu
Untuk ku persebahkan demi menciptakan keceriaan bagi mu, karena dimatamu adalah apa yang aku risaukan
Layaknya siluet yang setia menemani terbenamnya senja di ufuk Timur
Waktu terus bergulir, hingga aku terlupa akan janji yang telah ku ikrarkan dahulu
Apalah dayaku yang tidak mampu melukis senyum di bibir mu, ibu
Sungguh durhakanya diriku, sungguh terkutuknya anak mu ini ibu
Ibu...aku akan terus berusaha mempersembahkan jiwa ragaku untuk ku abdikan untuk mu dengan segala keegoisan yang coba ku redam
Lamanya aku dapat bertahan dari goresan kerikil tajam kegidupan, semua berkat Ridho mu, ibu
Akupun bangga memiliki malaikat mulia seperti mu yang nantinya akan membawa ku terbang ke syurga firdausa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H