Berita Kompas bulan Oktober 2018, menyatakan bahwa beberapa bank di Indonesia siap menjadi digital. Yang ini artinya masyarakat tidak lagi perlu untuk datang ke bank untuk mendapatkan layanan perbankan. Beberapa program atau layanan yang bisa diotomatisasi, secara mudah bisa diakses secara personal oleh nasabah.Â
Ini memang bukan hal yang baru. China bahkan sudah membuat desa-desa digital dengan inisiasi dari Alibaba. Amazon sudah membuat mall tanpa pelayan.Â
Wacana bank tanpa teller sudah menjadi perbincangan hangat di banyak forum eknomi. Dan bahkan China, secara resmi telah mengganti beberapa posisi staff dalam bank dengan robot.Â
Saya percaya, bukan tidak mungkin geliat yang sama juga akan mulai memanas di Indonesia. Bank-bank mungkin hanya akan ramai ketika para pensiunan harus mengambil gaji atau saat harus memperbaiki data diri mereka.Â
Kali lain, mungkin hanya satu dua orang yang berkunjung ke bank. Sekadar menyelesaikan permasalahan yang barangkali sudah tidak bisa dipecahkan oleh mesin.Â
Di banyak waktu lainnya, banyak dari kita yang hanya perlu melihat layar handphone, mengusap-usap, sesekali sibuk memasukkan PIN, dan voila dana sudah masuk, dana sudah tertransfer, tabungan deposito sudah dibuat, permohonan hutang sudah diterima, dan sebagainya.
Akankah masa itu menyenangkan?
Saya tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Yang menjadi perhatian saya, sudah siapkah kita sebagai bangsa menghadapi era yang sedemikian "tidak manusianya"?Â
Bukan masalah pro dan kontra sebenarnya, tapi proses penelitian yang saya lakukan beberapa waktu lalu untuk masyarakat yang berada pada piramida paling bawah mengenai adopsi teknologi perbankan, membuat saya berpikir ulang.Â
Nyatanya, masih ada banyak sekali masyarakat kita yang tidak mengenal apa itu bank, belum pernah bepergian ke bank, belum pernah masuk ke bilik ATM, menggesek dengan mesin EDC, bahkan tidak tahu Pin itu apa.Â
Data ini memang sesuai dengan data Bank Dunia yang menunjukkan bahwa hampir separuh masyarakat Indonesia belum atau tidak memiliki akses terhadap layanan keuangan, dalam  hal ini perbankan. Ada banyak faktor penyebabnya.Â