Serangan ini membawa misi untuk menguasai Semenanjung Sinai  dan Dataran Tinggi Golan yang tengah dikuasai Israel kala itu. Setelah beberapa hari pertempuran berlangsung, serangan itu harus diakhiri dengan gencatan senjata dan di tahun yang sama PBB mengeluarkan resolusi 338. Substansi dari resolusi tersebut sebenarnya adalah penegasan untuk melaksanakan amanat resolusi 242 yang telah dibuat sebelumnya. Namun lagi-lagi, resolusi ini  tidak bisa mencabut akar-akar konflik Israel-Palestina yang disebabkan ketidakpatuhan Amerika untuk menarik pasukannya dari wilayah pertempuran.
Dalam upaya menyudahi  konflik berkepanjangan antara Israel-Palestina, sebagaimana disampaikan oleh Mahmud Husein dalam artikelnya, bisa ditempuh dengan berbagai cara. Misalnya,  mendesak setiap pihak yang berunding agar memenuhi tuntutan yang tercantum dalam resolusi PBB, menyelesaikan perselisihan melalui kehadiran pihak ketiga selevel PBB yang dianggap netral dalam sengketa tersebut, atau penyelesaian melalui cara-cara damai (seperti konsiliasi) sehingga masing-masing pihak yang bersengketa dapat mengupayakan posisi yang baru ditengah-tengah mereka. (Mahmud Husein, DINAMIKA KONFLIK DAN UPAYA KONSENSUS PALESTINA-ISRAE (Studi Kasus Perjanjian Perdamaian Oslo (Oslo Agreement ) Tahun 1993).
Namun pada akhirnya kemunculan berbagai resolusi yang ditawarkan oleh Dewan Keamanan PBB untuk menginisiasi perdamaian Palestina-Israel tidak membawa angin segar. Bahkan seringkali, resolusi itu justru menjadi babak baru dari episode  konflik yang telah ada sebelumnya, dan itu membawa kerugian yang cukup parah di pihak Palestina.
Lalu, apa sebenarnya faktor yang menyebabkan gagalnya upaya perdamaian dari konflik yang telah berlangsung cukup lama tersebut ?
- Pengaruh Hegemoni Amerika Serikat Di Timur TengahÂ
Persoalan politik yang  terjadi di Timur Tengah, sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari  keterlibatan  Amerika Serikat di dalamnya.  Sebagai negara adidaya, Amerika punya alasan cukup kuat untuk menancapkan pengaruhnya di negara-negara yang menjadi sasaran kepentingannya selama ini, tidak terkecuali Timur Tengah. Â
Bahkan hegemoni tersebut tidak terbatas pada wilayah politik saja, melainkan membawa efek pada segmen lain semisal ekonomi, budaya dan keamanan.  Kepentingan Amerika di Timur Tengah (Timteng) jika ditelusuri lebih jauh sebenarnya bermuara atas  ketamakan negeri 'paman sam' tersebut untuk menguasai sumber-sumber minyak bumi yang dihasilkan  negara-negara Arab.  Tentunya dengan segala kekuatan yang dimiliki, Amerika berupaya untuk mengamankan tiga kepentingan besarnya yaitu minyak, anti komunis dan Israel yang paling utama.
Upaya Amerika untuk memperkukuh hegemoninya di Timteng semakin berhasil ketika tangan besi kekuatan Negara tersebut diselubungi sarung tangan beludru kebijakan PBB. Seperti yang sudah diketahui, Â Amerika Serikat, Inggris, Tiongkok, Rusia dan Prancis adalah 5 negara berdaulat yang oleh piagam PBB tahun 1945 diberikan kekuasaan untuk memveto (mencegah atau menolak) setiap resolusi yang substantif di majelis DK PBB. Â
Meski hak veto tidak surut dari pro-kontra di dunia internasional, nyatanya Amerika tetap konsisten menggunakan 'hak istimewa' ini sebanyak 84 kali dan banyak disalahgunakan untuk memveto resolusi persoalan Palestina-Israel yang buntutnya merusak upaya perdamaian kedua pihak.
Apabila ada negara yang tidak mau tunduk dengan skenario politik yang dipropagandakan Amerika, maka negara tersebut akan menerima sanksi pengucilan. Beberapa negara seperti Iran, pernah mencicipi sanksi tersebut dimana dengan liciknya Amerika memainkan propaganda-propaganda yang menyudutkan negara Syiah tersebut.Â
Amerika pernah menuduh Iran sebagai negara pendukung terorisme Internasional dan sebagai negara yang mengembangkan senjata nuklir untuk pembunuhan massal. (Khairil Zaki, Pengaruh Hegemoni Amerika Serikat di Timur Tengah Terhadap Proses Rekonsiliasi Hamas dan Fatah)
- Bangsa Yahudi Adalah Bangsa Yang TamakÂ
Bangsa Yahudi pada mulanya adalah bangsa terasing yang tidak memiliki tempat tinggal permanen. Demi mempertahankan hidupnya , mereka melakukan diaspora ke berbagai penjuru dunia sambil terus mempertahankan koloni mereka dari gangguan bangsa lain. Hal ini masih terus berlanjut hingga muncul ideologi Nazisme di Jerman pada tahun 1933 yang menggelorakan sentimen anti Yahudi ke berbagai negara Eropa. Walhasil, Â sejumlah pemerintah negara Eropa yang terpengaruh, dengan cepat mendeklarasikan anti Yahudi kepada penduduknya dan memerintahkan pengusiran bangsa Yahudi dari benua biru. Puncak-puncaknya adalah peristiwa Holocaus (pembantaian bangsa Yahudi oleh Nazi) yang telah sangat signifikan membawa pada perubahan ini.