Mohon tunggu...
Muhammad Faizal Fathurrohim
Muhammad Faizal Fathurrohim Mohon Tunggu... Guru - Imajinasi dan Inspirasi Harus Ditulis dan Dipublikasikan

Dosen, Guru, dan Praktisi yang selalu siap mengabdi untuk bangsa Indonesia Ig: faizalftrh26

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Silent Lily

10 Februari 2022   07:39 Diperbarui: 10 Februari 2022   07:41 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Gambar pribadi

Oleh: Eka Praja

Wabah adalah parasit paling tidak masuk akal. Mikroskopis, berkoloni, resisten terhadap imun dan antibiotik. Tidak kelihatan, namun seperti memang diutus Tuhan dengan tombak azab, ia membunuh setengah dari penduduk pulau dalam kurun waktu kurang dari satu tahun. 

Mutasinya lebih gila dari influenza. Materi genetik nan angkuh seolah memberi pengumuman. Bahwa predikat manusia sebagai top predator telah ia geser tanpa perlu upaya berlebihan. 

Edentria negeri dengan bakat sihir murni dari perut bumi. Tapi wabah yang bekerja sama dengan iblis dan sihir hitam sulit ditangani. Walau semua mantra dari buku usang sudah dilafal oleh para Maha Ahli. 

Tidak terprediksi, tidak terdeksi, tertidur dan mengkristal di pertigaan epiglotis. Ia akan membelah. Dari satu jadi seribu dalam dua hari. Jadi satu juta dalam lima hari. Jadi satu miliyar dalam satu minggu. Aktifasinya cuma akan terjadi dengan satu sebab: Getaran pita suara. Fakta yang melahirkan sebuah fatwa: 

Penderita tidak boleh bersuara. 

Sebuah kereta kuda dengan pengamanan isolasi maha ketat terparkir di depan gerbang Akademi. Masing-masing membawa koper, seorang siswa dan seorang siswi menyeret langkah berat siap pergi. 

Mereka akan tinggal di rumah isolasi di Giganta. Tidak boleh kemana-mana. Bahan makanan diantar dua hari sekali. Cuma disuruh hidup tenang agar tidak menularkan, bersabar dan...

jangan bicara.

Kedua siswa mengangguk nan patuh. Mengais tapal di depan orang banyak seperti terpidana kasus bunuh-membunuh. Bagaimanapun, menjadi penderita wabah langka nan anyar selalu menjadi pusat perhatian semua sampai riuh. 

Di dalam kereta, Zydic, yang laki-laki, menoleh ke jendela. Ia termenung mendapati tidak jauh dari gerbang Akademi, seorang siswi bersurai panjang secantik dewi tengah terisak melepas kepergiannya. Zydic nyengir pada gadis itu. Kemudian melambai seolah tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Ia akan segera kembali. Itulah hal terakhir sebelum kereta berderak pergi. 

Rumah Isolasi terletak di sisi agak dalam hutan Giganta. Katanya ada banyak isolasi di sekitar situ namun sengaja diberi jarak agar tidak saling menularkan. Bentuk dan ukurannya sangat sederhana. Seperti pondok liburan bernuansa alam di Setra. Namun suram karena berdiri sendiri di tengah hutan. Yang mana satu-satunya suara disini cuma dari para insecta liar. 

"Zydic, Thief, mohon maaf kalian harus tinggal satu atap. Saat ini rumah isolasi tengah penuh. Kalau sudah ada yang kosong nanti otomatis dipisah. Bahan makanan untuk dua hari ke depan sudah ada di dapur. Sampai jumpa dan tolong ingat, jangan bicara." 

Petugas pengantar dari Asosiasi Peneliti berlalu. Meninggalkan kedua insan itu termangu. 

Thief menoleh kiri kanan. Seolah mendengar bunyi-bunyi yang cukup punya gradasi berbahaya. Tenang, ia mengangkat koper miliknya kemudian berbalik tubuh menuju rumah. 

Zydic merasa cukup tersinggung karena cuma dia yang murung. Pemuda yang selalu terkesan punya dandanan acak-acakan itu mengikat rambut panjangnya satu kali tarik ke belakang. Mengangkat koper, kemudian melangkah besar-besar mengikuti Thief. Menyusul kaki si perempuan berambut sebahu, Zydic merebut koper Thief agar kedua barang mereka biar ia yang bawa. Membiarkan wanita kerja otot sungguh bukan jalan ninjanya. 

Hutan selalu punya aura tersendiri. Kadang anggun, kadang bikin ngeri. Apalagi saat malam memayungi. Tanpa bulan, tanpa sumber cahaya mumpuni. Suara-suara para penghuninya yang mendominasi. Detak jarum detik jam dinding beradu dengan bunyi televisi LED. Kelihatannya, berita baik mengenai solusi pandemi belum akan menjambangi. 

Di meja ruang tengah, saling berhadapan, Zydic dan Thief duduk dalam diam. Tiba-tiba saja, Thief mengeluarkan sesuatu dari dalam saku. Dua buah pena putih bunga. Satu berisi tinta warna merah, satu lagi biru. Zydic diberikannya yang warna merah. Pemuda menatap benda itu penuh binar. 

Ini Silent Lily. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun