Sontak, warga Halmahera Tengah dikejutkan dengan kejadian pemukulan yang dilakoni dua anak muda asal Ambon yang terdaftar sebagai Karyawan di PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP). Peristiwa pemukulan itu terjadi di desa Fidijaya kilometer tiga areal SMK negeri satu weda Halmahera Tengah yang berakibat pada satu orang warga patani korban parah (Koma).
Bagai petir menyambar, kejadian itu diaduk begitu cepat dan berpotensi mempertautkan konflik almamater suku, Ambon dan Halmahera. Hal ini, bisa dilihat dari luapan emosi warga yang merasa dirugikan menyisir tempat tinggal (kos-kosan) anak-anak Ambon dan berkembangnya unggahan status dimedia sosial yang bernada kompor.
Tidak membiarkan api kemarahan membakar nyala emosi suku berlangsung lama. bang Imo, pimilik nama panjang Abdurahim Odeyani itu menyiapkan air perdamaian untuk melerai nestapa yang diprediksi akan berujung pada perang saudara.Â
Di depan kantor Bupati Halmahera Tengah, sejarah perdamian itu tercipta lewat forum deklarasi damai Masyarakat Maluku dan Halmahera Tengah, dengan mengambil tema '' tidak ada perbedaan suku, agama, dan ras torang, dan katong samua basudara, baku bawa bae-bae dan baku sayang''.Â
Berpijak pada nilai-nilai filosofistik, katong samua basudara (kita semua bersaudara) dan tfaifiye (berbuat baik). Bang Imo menyadari benar, bahwa prinsip nilia humanisme itu sudah melekat sejak lama dan mengitari masyarakat Maluku dan Halmahera Tengah. Tidak ada alasan untuk mengelak, apalagi mengagendakan pertikaian dan perkelahian.
Menurut bang Imo, menginternalisasi nilai-nilai filosofis yang melekat pada Falsafah Suku masing-masing adalah upaya merawat kedamaian dan keharmonisan dimanapun kita berada. Tidak memandang siapa kita, dari agama mana dan suku apa, kita semua senantiasa dituntut membumikan nilai-nilai kemanusian, kedamaian, kesantunan dan cinta kasih antar sesama.
Pemahaman ini, disadur dari nilai intrinsik yang terkandung dalam falsafah fagogoru. Yaitu, ngaku rasai, (mengaku bersaudara), budi re bahasa, (budi dalam berbahasa), sopan re hormat, (sopan dan hormat), akal re wlo, (akal dan hati), mtat re miymoy, (takut dan malu). Adalah nilai yang final dan menjadi pilar dan pijak masyarakat fagogoru dalam menciptakan lalu lintas sistem sosial agar terjaga dari malapeta konflik suku, agama, ras dan golongan. Â Â Â Â Â
Menginisiasi Jalan Perdamaian
Suasana konflik makin mencekam disela-sela waktu pasca korban dilarikan ke rumah sakit, aksi penyisiran dan nada-nada emosi yang mengarah ke suku makin kuat. Bang Imo, tepat pada Rabu, 16 Februari pukul, 21:00 WIT. mengkonfirmasi Camat Weda, bapak Ilham Suud  meminta informasi terkait. Â
Dia juga, meminta Kabag Humas Halmahera Tengah, Bapak Jakaria Hi. Abdul Latif untuk memantau dan melaporkan perkembangan tersebut dalam setiap waktu. Di malam itu pula dia dengan sigap cepat meminta Pak Yanto M. Asri, Sekertaris Daerah (Sekda) untuk menyiapkan forum Rapat yang melibatkan para tokoh.
Pada kamis pagi (17 Februari), berkordinasi dengan pihak Keamanan, Bapak Zulfikar Iskandar (Kapolres) dan Bapak Ali Akbar (Dandim) Halteng, berbincang secara serius untuk menghentikan keriuhan dan keteganggan yang dipicu peristiwa konflik.
Di siangnya (pukul 14:12 WIT), beliau bersama Sekertaris Daerah, dan sejumlah pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) mengagendakan rapat dengar pendapat dengan Camat dan para Kades. Sekaligus, melibatkan para tokoh agama, tokoh masyarakat, dan kalangan Pemuda Halmahera Tengah (Weda dan Patani) di kota weda.
Kurang lebih empat jam berlangsung, rapat dengar pendapat itu. titik terang untuk islah (berdamai) makin di depan mata. Setelah rapat dihentikan, bang Imo (pada pukul: 18:00 WIT), langsung mengunjungi keluarga korban untuk memantau kesehatan korban sekaligus menyampaikan keprihatinan dan memberikan motivasi ke keluarga korban maupun korban.
Dua hari penuh, mengkonsolidir masyarakat Halmahera Tengah, selanjutnya beliau beranjak melakukan silaturahmi dengan Ikatan Keluarga Maluku dan tokoh-tokoh maluku pada jumat, 18 februari (Pukul:15:25). Masih dengan agenda yang sama yaitu berdialog untuk mendengar aspirasi dan memutuskan untuk berdamai.
Proses meretas perdamaian, berpuncak pada sabtu, 19 februari 2022. Dengan terlebih dahulu, mengunjunggi dua Camp pengamanan warga ambon. Diantaranya, Mako Polres dan Mako Kodim yang berpusat di Kota Weda Kabupaten Halmahera Tengah, untuk Melakukan dialog tatap muka mencapai kesepakatan damai, dan semua warga Ambon antusias.
Setelah itu, Akhirnya pada pukul 17:00 WIT. Bang Imo, bersama-sama Kapolres, dan Dandim. Mengundang Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, jajara Pimpinan OPD Halteng, Para Sesepuh Ambon Maluku, Pimpinan Forum Kerukunan Umat Beragama, Paguyuban, dan Komunitas lainnya mengelar Deklarasi Perdamaian.
Deklarasi yang diikat kuat dengan sembilan poin ikrar sumpah. Ditulis dan dibaca langsung oleh bang imo dan diikuti peserta deklarasi perdamaian. Poin satu, menghentikan semua bentuk konflik dan perselisihan, termasuk didalamnya pengerahan massa dan penyebaran isu berbasis suku, agama, ras dan antar golongan (SARA).
Poin dua, mentaati semua bentuk dan upaya menegakkan hukum serta mendukung pemberian sanksi hukum bagi siapa saja yang melanggar peraturan perunundang-undangan. Poin tiga, meminta aparat negara bertindak tegas dan adil untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.
Poin empat, berjanji untuk mejaga dan menjamin terciptnya suasan damai antara sesama. poin lima, menghentikan seluruh fitnah dan ketidakjujuran terhadap semua pihak dan penegakan sikap saling menghormati dan memaafkan satu sama lain. Poin enam, kami seluruh warga Halmahera Tengah mengutuk keras segala bentuk peredaran miras, serta tindakan kekerasan, asusisa dan kriminal lainnya yang disebebkan oleh miras.
Poin tujuh, demi terciptnya kerukunan hidup bersama di tanah halmahera tengah sebagai bagian integral dari republik indonesia, kami warga halmahera tengah dan warga maluku serta segenap masyarakat umum menjunjung tinggi perlindungan, pemenuhan dan pemajuan hak asasi manusia bahwa setiap warga negara memiliki hak hidup, hak atas pekerjaan yang layak, datang dan tinggal secara damai dengan senantiasa menghormati adat seatorang yang berlaku di halamhera tengah di bawah panji fagogoru.
Poin delapan, meminta kepada penegak hukum untuk melakukan sweping barang-barang tajam dan peredar miras ditempat-tempat keramaian dan seluruh kos-kosan yang ada di kabupaten Halmahera Tengah.
Poin sembilan, apabila dikemudian hari terjadi tindakan kriminalitas baik sengaja maupun tidak sengaja yang menimbulkan keresahan ditengah-tengah masyarakat halmahera tengah, maka akan ditindak secara tegas sesuai dengan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan diberikan sangsi sosial berupa tinggal wilayah halmaher tengah.
Usai pembacaan ikrar, dilanjutkan dengan penandatanganan kesepakatan damai dibagian bawah dokumen poin-poin ikrar. Hal ini, kelak akan menjadi dekomentasi sejarah yang mengajarkan ke kita tentang perdamaian yang masih dirajut dengan pendekatan kearifan lokal dan membuka kanal dialog antar suku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H