Ketika aku kecil, Aku pernah bersepeda ke Simpang Lima Gumul (SLG) bersama dengan teman-teman sebaya. Waktu itu kami merencanakan hal ini pada malam sebelumnya dan berencana berangkat pagi untuk menghindari keramaian jalan raya. Keesokan nya kami berkumpul dan akan berangkat, namun naas sepeda milik ku tiba-tiba rusak dan rantainya terselip di Gerigi Ban.Â
Namun untungnya teman ku menawarkan diri untuk berboncengan dengan dia. Setelah itu kami bergegas magayuh sepeda kami menuju ke SLG. Diperjalanan kami dapat menikmati keindahan alam Kediri yang mempesona dengan gemuruh sungai beriak yang jernih dan menenangkan hati, hamparan padi dan jagung yang melambai-lambai karena terpaan angin, dan semilir angin yang menyejukkan pikiran. Ditengah-tengah perjalanan selalu ada adegan unik yang kami alami terkhususnya saya dan teman saya mulai dari rantai yang putus namun dengan segala kecerdikan kami akali hingga tersambung kembali, lalu tersandung ranting pohon yang merobohkan kami berdua, dan ban sepeda yang bocor pastinya. Memang unik dan seru pengalaman ini.
Kami melanjutkan mengayuh sepeda dengan riang gembira dan tak terasa sudah dekat dengan daerah pembangunan SLG. Iya sewaktu aku kecil SLG masih dalam tahap pembangunan dan sering dipakai oleh anak-anak muda bermain balap sepeda motor dan masih ada arena motor trail. Kami hanya melihat-lihat daerah sekitar pembangunan saja dan setelah puas kami berencana pulang namun ada yang mengusulkan untuk mampir sejenak ke rumah saudara saya. Ia hampir seluruh yang ikut bersepeda itu satu saudara dengan saya (Mbah yang sama). Tanpa pikir panjang kami berangkat dan setibanya di sana kami disambut dengan baik oleh saudara saya dan bahkan kami disuguhi makanan yang nikmat untuk mengisi kembali perut yang keroncongan setelah lelah bersepeda dari rumah. Jarak yang kami tempuh berkisar 20 KM, jarak yang cukup jauh untuk bersepeda.
Karena kami tidak memberitahu saudara saya jika kami bersepeda kesini tanpa meminta izin terlebih dahulu ke orang tua, kami begitu terkejut ketika saudara saya menelpon budhe saya (orang tua kakak sepupu) dan terlihat raut muka ketakutan kedua kakak saya. Bahkan gula manis pun terasa pahit. Selang beberapa lama kakek kami menyusul dengan sepeda motor kesayangannya dan mengajak kami pulang.Â
Beliau yang terkenal garang tidak marah dan bahkan bercanda dengan kami, beliau pun heran dengan kami yang bisa bersepeda Sampai kesini. Lalu kami memutuskan pulang dan berpamitan, setelah itu kami kembali mengayuh sepeda dengan riang gembira sambil dijaga oleh kakek agar tidak terlalu menengah untuk menghindari motor yang lalu lalang. Ketika bersepeda kami lupa seketika dengan konsekuensi yang akan kami dapatkan karena tidak izin dulu.Â
Saat kami pulang langit sore yang merona menjadi saksi perjalanan kami hari ini. Tanpa terasa kami mengayuh dan tiba di Pare lagi, setelah sampai di depan gang kami berpencar dan pulang ke rumah masing-masing sambil berdoa agar orang tua tidak marah. Ketika aku pulang, orang tua tidak marah kepadaku dan hanya meminta ku untuk lain kali agar izin dulu biar tidak cemas. Bukannya tidak peduli atau sayang namun inilah bentuk kasih sayang dan peduli mereka kepadaku. Lalu setelah Maghrib aku ingin bermain ke rumah budhe untuk mengajak kedua kakak ku bermain bersama. Namun aku terkejut ketika mendapati kedua kakakku ini sedang diberikan hukuman karena tidak izin. Hukumannya yaitu dipukul dengan suri. Ini bukan bentuk kekerasan namun bentuk kasih sayang dan cemas kepada anaknya, dan hal inilah yang membuat mereka berdua belajar banyak.
***
Aku suka bersepeda sejak kecil ketika diberi kepercayaan menaiki sepeda jengki milik kakek. Walaupun harus berjinjit untuk mengayuh nya, aku tidak patah semangat dan terus berusaha agar mahir. Bahkan tidak terhitung lagi berapa kali aku jatuh dari sepeda. Ketika orang tua tau aku sudah pandai bermain sepeda, mereka membelikan ku sepeda bekas. Walaupun bekas hati ku sangat gembira dan selalu kupakai kemana-mana bahkan saat aku berangkat ke sekolah.
Semenjak kejadian itu budhe punya inisiatif untuk menyalurkan kegemaran kami bersepeda dengan mengagendakan sepeda bersama setiap 1 bulan sekali. Setelah SLG, kami bersepeda kembali ke waduk Siman atau kepung tepat nya. Semenjak itu pula, hari-hari kami diisi dengan riang gembira karena dapat bersepeda bersama-sama.Â
Kenangan yang indah dan tak akan terlupakan seumur hidup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H