[caption id="attachment_339360" align="alignnone" width="640" caption="Kapal Negara dan Kapal Perang (dok.pribadi)"][/caption]
Menarik untuk dicermati penyataan Gubernur Semarang Bapak Ganjar Pranowo usai menjadi Irup Hari Korpri ke-43 di halaman kantor gubernur Semarang senin (1/12). Beliau akan mendesak "mas Jokowi" untuk segera menerbitkan Peraturan Presiden tentang Coast Guard Indonesia agar pengamanan laut menjadi terpadu dan lebih baik sumber.
Bergulirnya isu aktual belum optimalnya pengamanan laut kita menjadi babak baru dalam sejarah panjang pengelolaan laut di Indonesia.
Sejak Indonesia merdeka, kita masih mengadopsi hukum Belanda TZMKO 1939 yang mengatur bahwa laut teritorial kita hanya 3 mil yang diukur dari garis pantai. Hal ini mengakibatkan perairan antara pulau-pulau di Indonesia adalah perairan Internasional yang akibatnya Kapal kapal perang negara lain boleh bebas melayari lautan Nusantara
Kemudian pada tanggal 13 Desember 1957, Ir. Djoeanda mendeklarasikan kepada dunia bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar, di antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI. Deklarasi Djuanda menyatakan bahwa Indonesia menganut prinsip-prinsip negara kepulauan. Kemudian Deklarasi Djuanda diresmikan menjadi UU No.4/PRP/1960 tentang Perairan Indonesia. Akibatnya luas wilayah Republik Indonesia berganda 2,5 kali lipat dari 2.027.087 km² menjadi 5.193.250 km².
Setelah melalui perjuangan yang penjang, deklarasi ini pada tahun 1982 akhirnya dapat diterima dan ditetapkan dalam konvensi hukum laut PBB ke-III Tahun 1982 (United Nations Convention On The Law of The Sea/UNCLOS 1982). Selanjutnya deklarasi ini dipertegas kembali dengan UU Nomor 17 Tahun 1985 tentang pengesahan UNCLOS 1982 bahwa Indonesia adalah negara kepulauan. (wikipedia).
Kemudian pemerintah merevisi UU No.4/PRP/1960 tentang Perairan Indonesia dengan UU no. 6 tahun 1996 dimana selain mempertegas ketentuan UNCLOS 1982, disalah satu pasalnya yaitu pasal 24 ayat 3 mengatur tentang kewenangan penegakan hukum di laut. Pada bagian penjelasan disebutkan bahwa penegakan hukum dilaut dilaksanakan oleh antara lain TNI-AL, Polri, Kemenhub, Kemenkeu, Kemenkum dan HAM, Kementerian Pertanian. Apabila diperlukan Pemerintah dapat membentuk Badan Koordinasi.
Kalau kita runut kebelakang, alasan dibalik keputusan pemerintah memberikan kewenangan penegakan hukum dilaut kepada banyak Instansi pada saat itu adalah lebih dikarenakan kurangnya kemampuan sumber daya manusia dan prasarana kapal patroli. Ada pandangan bahwa satu instansi saja tidak akan mampu mengamankan laut Indonesia yang sangat luas. Namun dengan banyaknya Instansi juga dirasa masih belum optimal.
Lantas solusi pemerintah mengeluarkan undang undang no 17 tahun 2008 tentang pelayaran yang mengamantkan pembentukan Indonesia Sea and Coast Guard (ISCG) masih belum menjawab permasalahan belum baiknya pengelolaan laut Indonesia, sebab pemerintah tidak kunjung menerbitkan Peraturan Pemerintah sebagai aturan pelaksana dari undang undang tersebut.
Namun demikian pemerintah akan membentuk Badan Keamanan Laut yang nantinya akan di sebut sebagai Coast Guard nya Indonesia melalui UU no. 32 tahun 2014 tentang kelautan, dimana Peraturan turunannya akan ditanda tangani oleh Presiden Joko Widodo pada hari Nusantara tanggal 13 Desember 2014 di Kotabaru kalimantan selatan (jurnalmaritim).
Kita berharap bahwa solusi pembentukan Bakamla ini akan tepat guna dan tepat sasaran dalam menjawab permasalahan keterpaduan, sinergitas dalam pengamanan laut Indonesia.