Ia seperti sebuah kereta cepat. Ia bukan lagi fase belajar menjadi anggota. Tapi langsung menjadi ketua. Hal itu memaksanya harus belajar lebih cepat. Siap tak siap. Ia harus berani memimpin rapat. Ia harus terbiasa diwawancara media. Ia harus mengorganisir, bukan saja alat kelengkapan dewan yang berisi 50 anggota, tapi juga tak kurang 50 staf yang bernaung di kesekretariatan DPRD.
Akan tetapi, yang mengejutkan adalah ia tidak memilih bernafas dulu. Menikmati terpilihnya menjadi legislator setelah berjibaku di Pileg, sembari belajar jadi ketua secara pelan-pelan. Ternyata tidak.
Melainkan ia justru memilih tancap gas. Sejak awal, sangat terlihat ia ingin DPRD secara institusional mulai bisa dirasakan keberadaannya oleh masyarakat. Karena itu, ia membuka kran aspirasi seluasnya.
Hampir seluruh demo di depan DPRD dan rapat audiensi dengan masyarakat, ia hadir terdepan. Tidak saja menemui, tapi juga memberi sikap. Ia berani menghadapi demo baik di luar maupun di dalam gedung.
Menghentikankegiatan bongkar muat batu bara di pelabuhan Jasatama adalah salah satu keputusan monumental yang bisa disebut sebagai contoh.
Ia selalu berusaha mengomunikasikan kinerja DPRD, tak saja ke eksekutif, tapi juga ke masyarakat. Pun sedari awal ia selalu berusaha mengkonfirmasi bahwa DPRD merupakan salah satu unsur trias politica. Bukan lembaga yang de facto secara hierarkis di bawah eksekutif.
Dan itu ia capai tidak sampai setahun!
Benar saja. Ia kereta cepat. Yani Express!
Panceng, 24 September 2020
________
Faiz Abdalla