Mohon tunggu...
Faiza Naufalia Azzahra
Faiza Naufalia Azzahra Mohon Tunggu... Lainnya - sejatinya kita hidup tidak untuk menyenangkan orang lain

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga (21107030055)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Rimpu, Simbol Wanita Muslim di Kota Bima

18 April 2022   20:40 Diperbarui: 18 April 2022   20:51 1585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kota Bima adalah kota yang berada di Nusa Tenggara Barat. Kota ini merupakan kota kecil dengan sejuta keunikan di dalamnya. Ada banyak ciri khas serta tradisi yang mewarnai kota ini. Tetapi sangat sedikit sekali masyarakat yang tahu tentang keberadaan kota Bima.

Pada artikel ini akan membahas salah satu tradisi yang ada di kota Bima yaitu rimpu. Rimpu merupakan tradisi bersejarah yang masih melekat pada wanita - wanita di Bima provinsi Nusa Tenggara Barat.

Bima  memiliki sebutan lain yaitu Mbojo. Bima dan Mbojo merupakan dua kata yang memiliki makna yang sama, namun terdapat perbedaan dalam penggunaannya. Nama mbojo senantiasa hidup dalam tutur masyarakat yang tinggal di wilayah Bima dam populer di masyarakat Bima. 

Sedangkan nama Bima biasanya selalu terdapat pada teks contohnya seperti dalam kitab Negarakertagama, Tompaires, dan pada masa penjajahan Belanda orang-orang Belanda pun menggunakan kata Bima untuk menyebut Kota Bima. Bahkan kerajaan yang ada di Bima pun dinamakan kerajaan Bima.

Terdapat salah satu tradisi yang masih hidup sampai saat ini yaitu rimpu. Rimpu merupakan penutup kepala semacam hijab yang digunakan oleh wanita yang beragama Islam di Bima. Rimpu sudah dikenal sejak tahun 1554 Masehi. 

Dari penuturan beberapa tokoh adat Bima menjelaskan bahwa pada tahun 1554 merupakan tahun di mana masuk-nya Islam di wilayah Bima, masyarakat Bima pun akhirnya menerima dengan baik agama Islam. 

Setelah itu masyarakat Bima  mendapatkan arahan dari raja Bima untuk memeluk agama Islam, hal inipun menyebabkan mayoritas dari masyarakat Bima beragama Islam. Dari sinilah awal mula kemunculan rimpu, dimana masyarakat Bima yang sudah memeluk agama Islam khususnya kaum wanita wajib untuk menutup aurat terutama pada bagian kepala/rambut sehingga digunakanlah rimpu ini.

Sekitar pada abad 17 masehi tepatnya pada era kesultanan Bima. Rimpu diprediksi menjadi suatu hal yang identik bersamaan dengan masuknya Islam di wilayah Bima. 

Menurut sejarah yang ada tradisi rimpu ini dibawa oleh orang - orang Melayu. Dan perlu diketahui bahwa pada masa tersebut masyarakat Bima sudah mengenal kegiatan menenun, hal ini terbukti saat tompaires yang memiliki misi dalam perjalanan nya di Bima pada tahun 1512 menyebutkan bahwa salah satu produk yang berasal dari Bima yang terkenal dan dijual di luar adalah kain tenun. 

Sehingga pada era kesultanan di mana wanita Bima yang diwajibkan untuk menggunakan hijab pada saat itu mayoritas menggunakan rimpu ini sebagai penutup kepala dan biasanya menggunakan kain tenun.

Terdapat dua macam ataupun dua perbedaan makna yang dilihat dari penggunaan rimpu ini. Yang pertama adalah rimpu Cili / mpida. Rimpu Cili ini digunakan khusus untuk wanita yang statusnya masih gadis atau pun yang belum menikah / berkeluarga. Dan yang kedua adalah rimpu colo, rimpu colo ini digunakan bagi wanita yang sudah menikah atau pun sudah berkeluarga. 

Perbedaan Dalam penggunaannya antara dua bentuk rimpu ini yaitu rimpu Cili digunakan untuk menutupi area kepala seperti hijab dan juga menutupi sebagian muka hingga dibawah mata, sehingga wanita yang menggunakan rimpu ini hanya akan terlihat mata dan dahi nya saja. 

Berbeda dengan rimpu colo, rimpu colo digunakan seperti menggunakan hijab biasa yaitu hanya menutup kepala dan seluruh area muka akan terlihat.

Fungsi utama dari penggunaan rimpu ini adalah untuk menutupi aurat, dan sekaligus merupakan bentuk dari tata busana masyarakat pada saat itu. 

Tak hanya digunakan sebagai tata busana, rimpu juga seringkali digunakan untuk bersosialisasi di dalam kehidupan sehari - hari masyarakat seperti untuk melakukan kegiatan cocok tanam maupun mengambil hasil panen. Dan pada zaman dahulu rimpu juga kerap digunakan pada acara-acara tertentu seperti digunakan sebagai busana untuk menghadiri acara pernikahan, acara hajatan dan lain sebagainya.

Tetapi seiring perkembangan zaman yang semakin canggih dan semakin maju seperti ini, Rimpu pun mulai tergantikan dengan busana busana modern yang digunakan untuk menutupi aurat para wanita seperti hijab yang langsung pakai atau pun hijab bentuk lainnya. 

Tetapi walaupun begitu rimpu masih digunakan sampai saat ini di wilayah pedesaan, walapun akan sedikit sulit bagi kita untuk menemukan orang yang menggunakan rimpu di wilayah Kota Bima.

Hal ini menunjukkan bahwa rimpu masih tetap lestari di jiwa masyarakat Bima. Untuk di wilayah kota sendiri rimpu sering digunakan ataupun ditampilkan pada saat acara festival / pawai kebudayaan. Dan salah satu tujuan dari diadakannya festival budaya untuk mengenalkan kepada para kaum muda tentang sejarah turun - temurun masyarakat Bima yang tidak boleh tenggelam begitu saja. Tetapi walaupun seperti itu rimpu masih menjadi salah satu daya tarik dengan bentuk rupa tradisionalnya.

Tradisi penggunaan rimpu ini memang tidak ditulis pada naskah sejarah manapun, tetapi rimpu merupakan pengetahuan tradisional yang sifatnya turun - temurun. Daya tarik tersendiri yang dimiliki oleh Rimpu inilah yang mampu membuat rimpu bertahan sampai saat ini, walaupun yang kita tahu informasi tentang kemunculan rimpu mulai memudar seiring masuknya produk produk yang lebih modern pada saat ini.

Dan sebagai kaum muda, kita sepatutnya bangga terhadap sejarah - sejarah peninggalan nenek moyang kita dan harus terus melestarikan agar sejarah - sejarah serta tradisi terdahulu bisa tetap dikenang dan dinikmati sampai saat ini. 

Ada beberapa cara yang tentunya dapat kita lakukan untuk melestarikan tradisi - tradisi tersebut seperti contohnya diatas tadi yaitu mengadakan festival budaya. 

Festival budaya di kota Bima selalu dilakukan setiap tahunnya dengan tujuan memperkenalkan pada generasi saat ini bahwa pada zaman dahulu terdapat tradisi yang harus kita pegang teguh untuk menghormati peninggalan nenek moyang kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun