Mohon tunggu...
Faiza Nabila
Faiza Nabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

people who like music and books

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

He

21 April 2024   20:44 Diperbarui: 21 April 2024   21:12 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Seiring senja yang semakin meredup, kami melanjutkan pembicaraan lewat tulisan, memahami keheningan yang seolah melibatkan kami dalam dunia sendiri adalah kekuatan untuk menemukan suara yang sejati, bahkan ketika dunia sekitar terdiam.

Kami mulai menjalin persahabatan lewat buku kecil yang dia bawa. Suara ombak dan senja menjadi saksi pertemuan kami setiap hari. Namun, tiba-tiba dia tidak muncul lagi. Aku terus menunggunya di pantai, tetapi kehadirannya tak lagi terasa. Kekecewaan dan kesedihan melanda. Aku berdiri dan menatap laut yang tenang, mencoba meresapi keheningan pantai yang dulunya penuh dengan cerita kami. Pertanyaan-pertanyaan memenuhi pikiranku. Mengapa dia tiba-tiba tidak muncul? Apakah ada sesuatu yang terjadi padanya? Rasa penasaran dan kekhawatiran membuncah dalam diriku. Tanpa memandang waktu, aku berjalan pulang dengan langkah yang berat.

Di hari-hari berikutnya, aku mencoba mencari tahu keberadaannya. Aku bertanya kepada orang-orang di sekitar pantai, namun tak ada yang tahu tentang sosok itu. Semakin lama, kehilangannya membuatku semakin terpuruk.

Suasana malam yang dingin dengan langit dipenuhi ribuan bintang dan sinar bulan tidak lagi memberikan ketenangan seperti dulu. Aku merasa kehilangan satu bagian dalam hidupku. Setiap buku yang kubaca, setiap senja yang kudatangi, selalu mengingatkanku pada sosok yang tiba-tiba menghilang. Aku terus hidup dengan pertanyaan tanpa jawaban. Apakah aku melakukan sesuatu yang salah? Apakah aku menyakiti perasaannya tanpa disadari? Rasa bersalah dan penyesalan mulai merayapi hatiku. Aku berharap masih ada kesempatan untuk menyelesaikan segala kebingungan ini.

Hidupku kembali ke dalam kebosanan dan kesendirian. Meskipun aku mencoba melupakan kehadirannya, namun sosok itu selalu membayangi pikiranku. Terkadang aku masih pergi ke pantai, hanya berharap bahwa dia akan muncul kembali seperti dulu.

Pada hari itu, aku memutuskan untuk menunggunya terakhir kali. Aku menanti lebih lama dari yang seharusnya. Jam terus berjalan, dan pukul 20.00 WIB tiba, namun dia masih belum kunjung datang. Dengan langkah berat, aku akhirnya beranjak pulang. Dengan penuh kekecewaan, aku meneriakkan kata-kata terakhir, "semoga aku dan kamu bahagia, dan suatu hari kita bisa bertemu lagi, kamu adalah teman yang selalu ingin aku temui tiap hari."

Tiga bulan telah berlalu, sejak aku terakhir mengunjungi pantai itu. Rindu itu terus menghantui, dan hari ini aku memutuskan untuk kembali. Duduk di tepi pantai, mataku terpaku pada langit senja. Angin pantai yang dingin mengusap wajahku, sementara hatiku masih berharap dapat bertemu dengan sosok itu lagi. Namun, kesia siaan memenuhi harapanku, karena dia sepertinya telah pergi jauh. Dengan hati berat, aku berdiri dan memutuskan untuk pulang. Di tempat parkir, kejutan baru menghampiri, aku tidak bisa menemukan kunci motor. Sial, pikirku. Dengan langkah gugup dan panic, aku mencari ke seluruh tempat yang telah kutempati sebelumnya, berjalan keliling mencari-cari. Akhirnya, dengan rasa lega, aku melihat kunci motor dari kejauhan dan berlari menuju tempat itu.

Namun, rasa lega itu tergantikan oleh keheranan saat seseorang berdiri di depanku. Aku melihatnya dari ujung kaki hingga kepalanya, dan keterkejutan memenuhi wajahku. Dia, sosok yang selalu kuharapkan, berdiri di hadapanku. Senyumannya membuat hatiku berdebar, dan dia meminta maaf karena membuatku menunggu. Mataku berkaca-kaca saat aku menyadari bahwa dia tidak lagi bisu. Dia sudah mendapatkan pengobatan di luar negeri, dan saat ini hadir dihadapanku.

Aku terkejut dan bersyukur. Dia tahu bahwa kepergiannya membuatku khawatir, namun dia senang melihatku lagi, dia menceritakan bahwa dia yakin aku telah melupakannya. Dalam pelukan hangatnya, kami berjanji untuk tidak pernah melupakan satu sama lain. Malam itu kami berdua berbicara banyak hal dan aku bersumpah untuk selalu berada di sisinya. Kini, setiap matahari terbenam di pantai, aku duduk di sampingnya, menikmati kehangatan persahabatan yang tak tergantikan. Aku bersyukur karena sosok itu masih ada dalam hidupku, menghadirkan warna baru dalam kisah abu-abu yang dulu pernah kukenang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun