Mohon tunggu...
Faiz Romzi Ahmad
Faiz Romzi Ahmad Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mahasiswa di Perguruan Tinggi Islam di Banten

Menulis adalah tanda bahwa kau pernah hidup

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Akhir Hayat dan Menjelang Wafatnya KH Mas Abdurrahman

7 Januari 2020   21:05 Diperbarui: 7 Januari 2020   21:55 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
MAKAM KH MAS ABDURRAHMAN DI CIKALIUNG-SAKETI

Kali ini penulis akan menceritakan akhir hayat dan menjelang wafatnya seorang ulama kenamaan asal Banten yang bergerak di bidang pendidikan KH Mas Abdurrahman. KH Mas Abdurrahman adalah salah satu inisiator pendirian lembaga pendidikan Islam berbasis madrasah. Beliau menamakan lembaga tersebut "MATHLA'UL ANWAR" yang berarti "TEMPAT TERBITNYA CAHAYA". KH Mas Abdurrahman adalah play maker dari proses pendirian madrasah Mathla'ul Anwar yang kini jumlahnya hampir 2000-an satuan madrasah dari seluruh tingkatan di Indonesia.

Pada perkembangannya, madrasah Mathla'ul Anwar yang dinisiasi oleh KH Mas Abdurrahman telah berhasil mendekatkan akses pendidikan pada masyarakat yang termarginal baik ekonomi, sosial, dan pendidikan.

Penulis mencoba menulis ulang kisah ini berdasarkan penuturan KH Nahid Abdurrahman putera dari KH Mas Abdurrahman yang menulisnya dalam buku "KH Mas Abdurrachman, Pendiri Mathla'ul Anwar 1916" yang terbit pada Nopember 1971.

Akhir Hayat KH Mas Abdurrahman

Menjelang akhir hayat, keadaan Negara kita dalam masa jaman Malise, yaitu pendudukan Jepang, dimana waktu itu bangsa Indonesia sangat tertekan hidupnya oleh pemerintah Jepang maupun tentara-tentara Jepang, sehingga seluruh organisasi apapun yang ada di Indonesia diawasi dengan ketat termasuk organisasi Mathla'ul Anwar.

Pada waktu itu keadaan fisik beliau sudah sangat menurun dan banyak sakit-sakitan, terutama beliau mempunyai penyakit yang telah lama dideritanya, yaitu penyakit encok dan jantung.

Dengan demikian beliau harus membatasi diri dalam kegiatan-kegiatannya. Oleh karenannya beliau menetap di suatu tempat yaitu di Cikaliung (Saketi) dan sebagai gantinya bukan beliau yang harus mendatangi para istrinya apabila waktunya telah dating, tetapi istrinyalah yang mendatanginya.

Semakin hari semakin parahlah sakitnya, dan saat yang kritis ini beliau sampai memberikan pesan kepada para putranya serta kawan-kawan dan murid-muridnya, antaranya:

  • Kuburan beliau jangan diperindah, sebab takut kalau-kalau dianggap keramat oleh orang-orang yang masih awam.
  • Teruskan perjuangan amar ma'ruf nahi munkar, terutama Mathla'ul Anwar supaya tetap dipelihara dengan sebaik-baiknya.

Akhirnya pada tanggal 27 Saban 1363 Hijriyah, Menes ditinggalkan untuk selama-lamanya guna memenuhi panggilan Allah SWT dengan tenang.

Wafatnya KH Mas Abdurrahman

Setiap insan pasti mati, apabila kematian itu telah tiba-tiba masanya, tidak dapat ditawar-tawar lagi. Demikian pula halnya dengan beliau walaupun masyarakat masih membutuhkannya, sang anak tidak mau ditinggalkan sang ayah yang tercinta, tetapi Tuhan yang Maha Adil dan Maha Bijaksana segala sesuatu ada pada tangannya.

Setelah beberapa lama beliau menderita sakit dan masih ditakdirkan oleh Allah untuk dapat mengambil air wudhu dan sembahyang walaupun berbaring, serta disaksiskan oleh sebagian istri dan anak-anak beliau, wafatlah beliau dengan tenang pulang ke haribaan Allah Robbul Alamin, pulang pada siang hari Rabu 27 Sya'ban 1363 Hijriyah (16 Agustus 1944 Masehi).

Dengan disaksikan oleh  beratus-ratus dan beribu-ribu umat Islam dan dihadiri pula oleh pejabat-pejabat pemerintah jajahan Jepang dari Kabupaten Pandeglang dan hadir pula pejabat Jepang daerah Banten yang disebut Gun Saikan (Gunco) dan untuk memberi penghormatan pada beliau, pihak DKA (SS/PT KAI) tidak memungut biaya bagi orang yang akan menyaksikan penguburan itu, dikebumikanlah beliau di Cikaliung Sodong, Saketi-Pandeglang.

INNALILLAHI WAINNA ILAIHI ROJI'UN

Demikianlah kisah akhir hayat dan wafatnya KH Mas Abdurrahman yang ditulis oleh puteranya KH Nahid Abdurrahman. Masih banyak kisah-kisah lainnya yang beredar di kalangan masyarakat dan menjadi cerita yang sifatnya turun-temurun.

Dengan kewibawaan, intelektualitas, dan intelegensia yang dimiliki oleh sosok KH Mas Abdurrahman berhasil menjadikan Mathla'ul Anwar sebagai alternatif dan wahana gerakan renaissance (pencerahan).

KH Mas Abdurrahman telah berjasa dalam sumbangsih pemikiran keummatan dan kebangsaan. Ulama pejuang dan pemikir ini meninggal pada 1944 dan dimakamkan di Komplek Perguruan Mathla'ul Anwar Cikaliung, Saketi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun