Mohon tunggu...
Faiz Romzi Ahmad
Faiz Romzi Ahmad Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mahasiswa di Perguruan Tinggi Islam di Banten

Menulis adalah tanda bahwa kau pernah hidup

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

KH Mas Abdurrahman, Paulo Freire, dan Pendidikan Kaum Tertindas

5 Januari 2020   21:48 Diperbarui: 6 Januari 2020   09:33 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Proletariat, kaum lemah, kaum tertindas, kaum tidak berdaya atau dalam literature Islam ada istilah dhuafa, fuqara, masakin, aradzil dan mustadhafin, semua itu adalah gambaran dari realitas kehidupan. Istilah-istilah itu mendeskripsikan keadaan sosial, ekonomi, pendidikan, politik, budaya yang rendah atau berada dalam kelas/strata yang paling bawah.

Penindasan terdiri dari banyak varian bentuk. Orang-orang yang ditindas akan mudah untuk dieksploitasi, dipinggirkan atau marjinalisasi, akan didominasi dan menjadi tidak berdaya. Semuanya berlaku tumpang tindih dan berkaitan satu sama lain.

Untuk melawan penindasan dan memerdekakan kaum lemah, kaum tertindas, dhuafa, fuqara, maupun mustadhafin membutuhkan teori, gagasan besar, dan diejawantahkan dengan praksis nyata, untuk membantu proses transformasi tersebut.

Banyak cara untuk membantu kaum yang tertindas. Dalam tulisan ini saya akan menukil 2 tokoh abad 20 yang cukup menginspirasi bagi saya dalam melawan penindasan dan menyediakan wahana perjuangan baik berupa teori maupun aksi nyata, Paulo Freire seorang filsuf pendidikan asal Brazil dan Kyai Haji Mas Abdurrahman bin Jamal tokoh pendidikan pendiri madrasah Mathla'ul Anwar.

Paulo Freire dan Pendidikan Kaum Tertindas

Di Brazil pada medio 1960-an seseorang dengan teori besarnya berhasil memberantas angka buta aksara pada petani, ia adalah Paulo Freire. Ia ditugaskan menjadi Direktur Pelayanan Extension Cultural Universitas Recife yang menerapkan program kenal aksara pada petani di daerah timur laut Brazil dan tidak lebih dari 45 hari kaum tuna aksara di sana bisa belajar menulis dan membaca berkat metodenya.

 Pedagogy of the Opperesed atau Pendidikan Kaum Tertindas adalah karya monumental dari seorang filsuf pendidikan asal Brazil ini. Sebenarnya masih banyak karya Freire yang lain seperti Pedagogy of Hope, Educacao como Practica de Liberdade (Pendidikan sebagai Pelaksanaan Pembebasan), dll.

Buku Pedagogy of the Opperesed adalah hasil pengamatan Freire selama enam tahun dalam pengasingan politik (Political Exile), pengamatan yang diperkaya oleh pengalaman empiris seorang Paulo Freire selama mengenyam pendidikan di Brazil. Ia mengamati secara langsung maupun tidak langsung kaum pekerja baik petani desa dan buruh kota juga kaum menengah di Brazil.

Dalam pembahasan awal bukunya itu, Freire berbicara banyak tentang kebutuhan akan suatu pendidikan bagi kaum tertindas. Ia memasukan itu sebagai sub dari humanisasi dan humanisasi adalah sesuatu yang harus diperjuangkan, karena sejarah mencatat bahwa humanisasi adalah fitrah. 

Eksploitasi, kebodohan, ketidakadilan, pemerasan adalah penyimpangan fitrah untuk menjadi manusia sejati.

Kata Freire, pendidikan kaum tertindas harus diolah bersama, bukan untuk, kaum tertindas. Pendidikan tersebut menjadikan penindasan dan sebab-sebabnya sebagai bahan renungan bagi kaum tertindas, dan dari renungan itu akan muncul rasa wajib untuk terlibat dalam perjuangan bagi kebebasan mereka. Dalam perjuangan itu pendidikan ini akan disusun dan diperbaiki.

KH Mas Abdurrahman dan Madrasah untuk Kaum Tertindas

Jauh sebelum Paulo Freire ini mengemukakan teori, hal tersebut sudah diejawantahkan oleh KH Mas Abdurrahman bin Mas Jamal pada 1916 masehi yang menjadikan pendidikan berbasis madrasah sebagai alat perlawanan dalam melawan eksploitasi kolonial dan dominasi kebodohan.

Menurut KH Mas Abdurrahman, pendidikan yang dibuat oleh kolonial adalah kepentingan egoistis, pendidikan yang tidak membebaskan dan diperuntukkan hanya untuk sebagian saja umat manusia.

Berbeda dengan pendidikan kolonial, madrasah yang dinisiasi KH Mas Abdurrahman adalah sebagai entitas dari perjuangan kelas, yang engangkat derajat kaum lemah, kaum tak berdaya, kaum pinggiran, mustadhafin, dhuafa, masakin dengan mempermudah dan mendekatkan mereka semua umat manusia pada akses pendidikan. 

KH Mas Abdurrahman sadar betul akan kebutuhan kaum tertindas, ia menjadikan madrasah sebagai modal dasar dalam perjuangan menuju penyadaran (conscientization).

KH Mas Abdurrahman melakukan transfer of knowledge, transfer of value, transfer of skill pada masyarakat Menes dengan mendirikan madrasah Mathla'ul Anwar, ia menjadikan Mathla'ul Anwar sebagai sarana perjuangan bagi kebebasan mereka. 

Yang terpenting adalah KH Mas Abdurrahman meyakini bahwa pendidikan kaum lemah tidak dapat dikembangkan oleh kolonial, melainkan oleh dan bersama kaum lemah.

Kebebasan yang diimpikan oleh masyarakat Menes, seperti bebas dari eksploitasi kolonial dan dominasi kebodohan dilakukan oleh KH Mas Abdurrahman dengan mengolah secara kolektif Mathla'ul Anwar dan membuat masyarakat sekitar muncul satu kewajiban atau sense of belonging terhadap Mathla'ul Anwar.

Oleh : Faiz Romzi Ahmad, Penulis adalah warga Mathla'ul Anwar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun