Berdirinya Mathla'ul Anwar diharapkan dapat membawa ummat Islam dan bangsa Indonesia keluar dari alam gelap gulita ke jalan hidup yang terang benderang, sesuai ayat al-Qur'an Yukhriju hum min al zhulumati ila al nur. Yukhriju hum min al zhulumati ila al nur adalah perjuangan Mathla'ul Anwar untuk mengangkat derajat manusia Indonesia agar tidak terkungkung penjajahan dan terpenjara kebodohan.Â
Yukhriju hum min al zhulumati ila al nur yang menjadi perjuangan Mathla'ul Anwar adalah fragmen mencerdaskan kehidupan bangsa, berangkat dari ayat tersebut puluhan madrasah dan pondok pesantren yang berdiri pada sebelum kemerdekaan dan ribuan pada saat sekarang ini telah menjadikan Mathla'ul Anwar sebagai laboratorium insan terdidik.
Spirit nasionalisme para Kyai dan warga Mathla'ul Anwar yang dimanifestasikan melalui pendidikan dan dakwah mengalami perlawanan berat dari Belanda.Â
Salahsatu putera Mathla'ul Anwar, KH Abeh Habri bin KH Mas Abdurrahman menjadi syuhada karena mempertahankan kemerdekaan, beberapa Kyai dan petinggi Mathla'ul Anwar yang punya porsi penting karena daya pengaruhnya sangat kuat di masyarakat harus diungsikan ke pedalaman kampung sebab dijadikan target oleh imperialis Belanda, bahkan beberapa tokoh sentral lain ditangkap oleh Belanda dan diasingkan ke Boven Digul.
Komitmen kebangsaan (nationalism) Mathla'ul Anwar sudah terkonstruksi sejak berdirinya MA pada 1916 dengan membawa misi membangkitkan ummat dari lembah kebodohan, kemiskinan, dan kolonial. KH Entol Muhammad Yasin, KH Tb Muhammad Soleh, dan KH Mas Abdurrahman sebagai trisentral pejuang Mathla'ul Anwar memperkokoh unifikasi ummat dengan persoalan kebangsaan.
Konstruksi Sikap Tasamuh
Mathla'ul Anwar bersifat keagamaan, independen (non partisan), berprinsip menerapkan akidah Islam menurut ahlussunah wal jama'ah, berfalsafahkan Pancasila yang bergerak dalam bidang pendidikan, dakwah dan sosial. Mathla'ul Anwar senantiasa mengedepankan harmoni antara agama dan budaya, dan konsentrasi pada pembangunan sumber daya manusia.
Mathla'ul Anwar sebagai organisasi Islam yang besar di kampung  mengakomodasi nilai lokal (local wisdom) dan tasamuh terhadap ijtihad ulama. Dalam budaya organisasi, MA membebaskan warganya dalam bermadzhab, selagi tidak keluar pada empat imam madzhab.Â
Karena heterogenitas paham di internal Mathla'ul Anwar maka perdebatan khilafiyah sering terjadi dan merupakan hal yang biasa, tasamuh (toleran) Mathla'ul Anwar dibangun dari internal organisasi terlebih dahulu, sehingga sikap toleran yang terbangun di internal kemudian terluapkan keluar (eksternal).
Wawasan Kebangsaan Mathla'ul Anwar
KH Uwes Abubakar Ketua Umum PB Mathla'ul Anwar 1939-1973 telah meletakkan pondasi kebangsaan dalam sub-bab kitabnya yang dinamakan Islachul Ummah fii bayaani ahli sunnah wal jama'ah. Dalam kitabnya tersebut, KH Uwes Abubakar menyatakan bahwa wajib hukumnya ditaati yang menjadi rakyat dari negara itu. Seorang ummat Islam (Ahli Sunnah wal Jama'ah) wajib taat kepada Allah, wajib taat pada rasulNya juga wajib taat kepada UUD Negara dan UU biasanya (hal 46).