Mohon tunggu...
Faiz Romzi Ahmad
Faiz Romzi Ahmad Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mahasiswa di Perguruan Tinggi Islam di Banten

Menulis adalah tanda bahwa kau pernah hidup

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Gedung Evakuasi Tsunami di Labuan, Fungsi Mitigasi dan Lahan Korupsi

19 Februari 2019   08:19 Diperbarui: 19 Februari 2019   16:34 1039
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia adalah negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik, pergeseran lempeng tektonik yang terjadi ialah pemicu terjadinya tsunami. Selain dari aktivitas lempeng tektonik, aktivitas vulkanik pun adalah pemicu lainnya.

Selama kurun waktu 1600  2000 M terdapat 105 kali kejadian tsunami yang 90 persen di antaranya disebabkan oleh gempa tektonik, 9 persen oleh letusan gunung berapi dan 1 persen oleh tanah longsor (Latief dkk., 2000).

Sementara, Badan sains Amerika Serikat, National Oceanic Atmospheric Administration (NOAA) mencatat, bahwa ada 246 kali kejadian tsunami, sejak tahun 416 M hingga 2018 di Indonesia.

Tsunami yang terjadi di Palu Donggala dan tsunami Selat Sunda yang terjadi pada penghujung tahun adalah dua tsunami dengan penyebab yang berbeda. Kedua bencana alam ini tentu merenggut banyak korban jiwa. Sinergitas, akuntabilitas, dan kredibilitas antar otoritas terkait dibutuhkan untuk tindakan mitigasi atau mengurangi banyaknya korban jiwa yang jatuh akibat bencana alam.

Pasal 1 ayat 6 PP No 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.

Pembangunan gedung evakuasi tsunami atau shelter adalah bentuk fisik sebagai fasilitas publik yang berfungsi sebagai tempat evakuasi bilamana terjadi bencana tsunami. Idealnya bangunan ini ada di setiap wilayah pesisir pantai dengan potensi bencana tsunami dan padat penduduk.

Mengacu pada Masterplan Pengurangan Risiko Bencana Tsunami yang redaksi himpun dari website kementrian PU, Gedung Evakuasi Tsunami atau shelter adalah bagian dari perwujudan pembangunan Desa/Kelurahan Tangguh Bencana yaitu sebuah desa atau kelurahan yang memiliki kemampuan untuk mengenali ancaman di wilayahnya dan mampu mengorganisir sumber daya masyarakat untuk mengurangi kerentanan dan sekaligus meningkatkan kapasitas demi mengurangi risiko bencana.


Indonesia yang notabene adalah negara dengan angka tertinggi akan potensi bencana, pembangunan gedung evakuasi tsunami merupakan suatu hal baru. Pembangunan ini serentak dimulai pada tahun 2013-2014 sesuai dengan Masterplan Pengurangan Risiko Bencana Tsunami Kementrian PU era Presiden SBY.


Shelter di Kecamatan Labuan Kabupaten Pandeglang adalah salah satu upaya mitigasi struktural yang dibangun sebagai perwujudan pemerintah terhadap respon akan wilayah dengan potensi bencana tsunami. Bangunan ini letaknya berada ditengah pasar Labuan sekitar 500 meter dari laut dan desa-desa di kecamatan Labuan yang padat penduduk. Dibangun sejak tahun 2014 bersamaan dengan wacana pengejawantahan Masterplan Pengurangan Risiko Bencana Tsunami, lalu setelah shelter ini rampung masa kontruksi, ketidakjelasan dan kesemrawutan menjadi pemandangan sehari-hari. 

Tindakan vandalism, tempat mesum, area nongkrong anak muda, lapangan bola bagi anak-anak, lahan parkir para warga dan pedagang adalah fungsi sekunder gedung kuning kusam itu selain fungsi primer sebagai tempat evakuasi tsunami yang sampai sekarang perlu digarisbawahi.

Pun ketika masa kontruksi, shelter tersebut adalah lahan korupsi bagi para mereka yang "mumpang-mempeng" atau mengambil kesempatan dalam kesempitan.
Proyek shelter tsunami merupakan proyek nasional dari Satuan kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL) Ditjen Cipta Karya Kemen PU. Dengan nilai proyek Rp 18,23 miliar, sungguh fantastis.

Proyek ini dilaksanakan oleh PT Tidar Sejahtera (TS). Pada 2018 bulan Juni silam, Direktur PT Tidar Sejahtera Takwin Ali Muchtar dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi proyek pembangunan shelter tsunami ini. Majelis hakim Pengadilan Tipikor Serang menjatuhkan vonis 1,3 tahun penjara dan denda Rp50 juta rupiah kepada Takwin. Selain Takwin, hakim juga menghukum dua terdakwa lainnya yakni Manajer PT TS Wiyarso Joko Pranolo dan PPK Kementerian Pekerjaan Umum Ahmad Gunawan dengan vonis yang sama.

Jika dikomparasikan vonis dan denda Takwi Ali Muchtar dkk dengan pemekrisaan ahli yang menyatakan bahwa gedung evakuasi tsunami yang tidak sesuai dengan spesifikasi alias gagal total sangatlah tidak proporsional, mengingat bangunan ini adalah salah satu proyek sebagai upaya fungsi mitigasi tapi justru jadi lahan korupsi.

Tata kelola masa kontruksi dan paska kontruksi bangunan evakuasi tsunami yang sampai sekarang masih abstrak kejelasannya perlu segera untuk di maksimalisasi dan optimalisasi. Sebab bagaimanapun warga disekitaran gedung tersebut mempertanyakan utilitas daripada fungsi mitigasi struktural yang dicanangkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun