Lihat.. gejala-gejala kekacauan, kegelisahan, dan kemurungan manusia dengan kejadian di masyarakat, seperti kesulitan mencari pasangan, keadaan ekonomi yang semakin memburuk serta bahaya yang selalu mengancam menimbulkan suatu pertanyaan, apakah unsur utama dibalik kegelisahan yang hebat tersebut? Mari kita analisis dengan dasar – dasar psikologis yang mencoba membawa kembali pada keadaan utuh dan mandiri.
Tokoh ternama psikologi, Freud mengatakan kegelisahan timbul antara larangan masyarakat dengan keinginan yang terpendam. Lalu Otto Rank menjelaskan, kegelisahan terletak pada perasaan inferioritas atau rendah diri, ketidak mampuan seseorang pada perasaan bersalah. Pada dekade berikutnya kegelisahan berfokus pada perasaan bermusuhan antar individu atau antar kelompok, persaingan yang semakin ketat. itu dulu, kalau sekarang?
Dari pengalaman teman-teman, pengalaman sendiri ditambah argumen dari pasien terapi Rolo May, kegelisahan psikologis adalah suatu perasaan kekosongan batin yang tidak disadari. Bukan hanya tidak mengetahui keinginan sendiri tetapi juga kekosongan itu mengakibatkan seseorang tidak memiliki gambaran yang jelas tentang perasaan yang dialami sendiri. Mereka merasa diombang-ambingkan kesana kemari hanyut dalam perasaan tak berdaya. Perasaan pilu yang tak menentu ini menimbulkan kebingunagan, kekosongan, dan kehampaan. Manusia kosong.
Apabila keluhan-keluhan yang diutarakan menyangkut suatu relasi maka dalam pembicaraan selanjutnya tampak sebenarnya yang diinginkan adalah kesanggupan teman hidupnya untuk mengisi kekosongan yang terdapat dalam diri merika sendiri. Contoh lain misalnya apabila seseorang marah dengan relasinya sebenarnya makna terdalam hanyalah ingin dipahami lebih dalam. Begitupun dalam karir yang apabila hal itu tidak terjadi maka akan menimbulkan kekecewaan dan keputusasaan.
Banyak seseorang dapat berbicara secara tegas akan mencari pekerjaan yang baik, cepat skripsi, menikah menemukan jodoh yang baik. Tetapi semua cita-cita itu bukanlah keingingan seorang diri serta hal itu diperoleh melalui orang lain. Kita membutuhkan orang lain untuk mendapatkan itu. Perasaan kosong dan tidak berdaya pada zaman sekarang adalah akibat dari hal-hal yang tidak menentu dalam mayarakat, tetapi pendapat itu juga sepertinya masih terlalu dangkal. Bahkan hal itu hanyalah gejala dari apa yang tersembunyi dibawah permukaan kehidupan seseorang.
Sepertinya hampir setiap orang bependidikan mengalami frustasi yang sama, kegelisahan yang ditimbulkan oleh tabu yang didengungkan dalam masyarakat sehingga menjadi topik hangat. Erich From mengemukakan pendapat bahwa orang zaman sekarang tidak lagi berpanutan pada agama melainkan “otoritas anonim” seperti pendapat umum dan publik. Topik pada publik itu dijadikan barometer yang kemudian dibawa dalam permukaan psikologis suatu masyarakat. Misalnya lingkungan selalu membicarakan tentang pernikahan, tentunya tema tersebut tanpa sadar akan terbawa ke permukaan psikologis kita yang apabila jauh dari kondisi ideal harapan kita akan menimbulkan kekosongan. Kehidupan kosong itu muncul dari manusia yang hidup seperti robot, tiap hari hal itu-itu saja yang dikerjakan, yang dimakan, yang digunjingkan, yang apa saja dalam kesehariannya tanpa adanya kegairahan. Tak bisa dipungkiri manusia selama empat abad terakhir dididik dan dilatih secara rasional, uniform, mekanistis, dan dipaksakan untuk menekan segala hal dalam dirinya yang bertentangan dengan emosi, irasionalitas, ketidakseragaman, dan ketidak mekanistisan. Akhirnya ia menjadi tergantung pada lingkungannya dan apabila lingkungan ini hilang atau tidak lagi memberinya jaminan, maka ia pun merasa hilang, cemas, hampa dan kekosongan yang dirasa akan mengancamnya. Semua itu dilakukan demi diterimanya dalam masyarakat, demi dianggap berhasil dan mendapat reward dari sekelilingnya.
Manusia tidak dapat hidup dalam kekosongan seperti ini terlalu lama, jika manusia tidak dapat bertumbuh maka ia akan berhenti dan potensinya 100% akan menjadi destruktif. Ya kita kembali lagi bahwa selama ini cenderung kita semua terpengaruh oleh omongan-omongan orang daripada mengikuti kata hati kita sendiri.Kesensitifan kita akan takut tidak diakuinya di lingkungan merupakan bentuk keter-kungkungan kita pada ruang lingkup yang itu-itu saja, kepada hal – hal yang selama ini sudah menjadi bagian kehidupan yang monoton. Lebih dari itu, dijelaskan bahwa kekosongan itu sendiri merupakan salah satu bentuk individu tidak mampu menjalankan tanggung jawab sosialnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H