Kemajuan teknologi dan informasi yang ditandai dengan menjamurnya media sosial sepertinya harus disikapi dengan sangat bijak.Â
Media sosial memang memiliki banyak manfaat sebagai sarana berkomunikasi, berkomunitas, panggung untuk eksistensi diri, berbagi konten, media iklan, hingga lapak jualan.Â
Tetapi faktanya lebih dari itu. Media sosial yang awal mulanya dibuat untuk memudahkan komunikasi dan saling terhubung ternyata benar bagaikan pisau bermata dua.
Makna komunikasi dan saling terhubung ternyata masih sangat luas. Buktinya hujatan dan umpatan masih bebas dan lepas mengisi ruang komunikasi di medsos.Â
Oknum pelaku pertengkaran, pertikaian, serta saling fitnah juga sangat cepat bisa terhubung satu sama lain untuk menumpahkan syahwat dendamnya.Â
Sehingga benar bahwa medsos merupakan sarana yang sangat efektif dan efisien untuk berkomunikasi dan saling terhubung baik dalam makna positif dan negatif.
Dari sekaian banyak ketidaktepatan komunikasi dan keterhubungan di medsos, salah satunya adalah ringannya jari netizen mengetik hujatan kepada figure publik yang "blunder". Arti blunder di sini adalah situasi ketika figur publik tersebut dianggap melakukan suatu kesalahan.Â
Setelah berita mengenai blundernya figur publik tersebut, nitizen beramai-ramai mengunjungi feed intagramnya kemudian berkomentar "pedas" pada kolom komentar postingan terakhirnya. Sering sekali hanya selang beberapa jam, kolom komentar sudah penuh dengan "hujatan".
Lantas, apakah hal itu bisa kita maklumi sebagai karma, atau malah apa yang dilakukan nitizen tersebut merupakan hal yang tidak baik atau bahkan sia-sia.Â
Pada artikel ini akan saya tuliskan pendapat pribadi saya mengenai hal itu. Dengan tetap menghormati pendapat lain yang mungkin tidak sama, berikut ini adalah alasan kenapa kita tidak perlu ikut-ikutan menghujat figur publik blunder di kolom komentar instagramnya.