Mohon tunggu...
Faisol  rizal
Faisol rizal Mohon Tunggu... Freelancer - akademisi, penulis lepas

Berbahagia dengan Membaca, Berbagi dengan Menulis

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

"Perusahaan Nakal" Buntung Juga Saat Banjir

10 Februari 2021   13:49 Diperbarui: 10 Februari 2021   14:19 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mulai bulan Januari sampai sampai awal Februari 2021 beberapa daerah di Indonesia terendam banjir. Sebenarnya, banjir yang terjadi di beberapa daerah tersebut bukan merupakan hal yang baru karena hampir di setiap musim penghujan, luapan air sungai atau intensitas hujan yang sangat tinggi akan menyebabkan pemukiman terendam banjir. 

Masyarakat di daerah rawan banjir juga sudah sangat paham akan rutinitas tahunan ini. Hal itu terlihat dari cara mempersiapkan diri dengan mempunyai tempat khusus di langit-langit rumah untuk menyimpan prabotan dan dokumen penting agar tidak terbawa air saat banjir datang.

Banyak isu bermunculan mengenai penyebab terjadinya banjir. Mulai dari pola hidup yang tidak baik seperti kebiasaan membuang sampah sembarangan, padatnya pemukiman di daerah aliran sungai (DAS), penebangan hutan untuk kepentingan industri dan/atau membuka lahan baru, sampai dengan masalah teknis seperti tidak berfungsinya pompa penyedot air di daerah tertentu serta isu-isu lainnya.

Dari sekian banyaknya penyebab banjir, salah satu isu yang munyertai banjir pada awal tahun 2021 ini adalah faktor lingkungan akibat dari tindakan pabrik (perusahaan) yang mengabaikan faktor lingkungan. Seperti masalah banjir Kalimantan Selatan yang disinyalir adanya indikasi akibat banyaknya pembukaan lahan untuk perkebunan dan pertambangan, serta masih banyaknya bekas galian tambang yang tidak direklamasi kembali.

Meskipun hal tersebut masih menjadi kontroversi karena beberapa pihak menyebutkan bahwa penyebab banjir tersebut adalah curah hujan yang sangat tinggi dan efek dari fenomena La Nina.

Terlepas dari semua kontroversi itu, artikel ini akan mencoba membahas mengenai tarik ulur antara kepentingan perusahaan untuk mendapatkan keuntungan dan praktik bisnis yang sustainable, serta dampak banjir bagi kepentingan perusahaan.

Perusahaan memutuskan untuk "tidak bersahabat" dengan faktor lingkungan sebenarnya bukan tanpa alasan. Terdapat anggapan bahwa berbisnis dengan memperhatikan lingkungan akan memberikan dampak negatif karena perusahaan harus mengeluarkan sumber daya lebih banyak. 

Misalkan untuk membuat instalasi pengolahan air limbah (IPAL), membuka lahan baru tanpa membakar hutan, atau mereklamasi kembali bekas galian. Semua itu merupakan beban yang akan mengurangi pendapatan perusahaan.

Padahal, praktik bisnis yang memperhatikan faktor lingkugan jika dilihat dari sisi yang lain sebenarnya akan memberikan keuntungan kepada perusahaan dalam jangka panjang.

Di beberapa negara maju, melakukan suatu bisnis tanpa memberikan perhatian lebih terhadap lingkungan, sosial, dan tata kelola yang baik (Environmental, Social, Governance), akan sangat berisiko bagi perusahaan. 

Banyak perusahaan-perusahaan yang harus membayar denda tidak sedikit karena terbukti melakukan tindakan yang melanggar etika dalam hal tersebut. Seperti contoh perusahaan BP (British Petroleum) pada tahun 2012 terkena denda yang cukup lumayan dikarenakan menumpahkan minyak di teluk Mexico.

Artinya, dengan tidak mempraktikkan bisnis yang bersahabat dengan lingkungan, di negara dengan regulasi ketat, hal tersebut sama saja membunuh perusahaan itu sendiri. Sebaliknya, ketika perusahaan berhasil mengelola sumber daya tanpa menyumbang polusi kepada lingkungan, hal itu berarti bahwa perusahaan berhasil mengelola sumber daya maksimal, efektif, dan efisien.

Perusahaan dan banjir

Katakanlah banjir yang terjadi di suatu daerah terjadi akibat dari kegiatan suatu perusahaan seperti pembukaan lahan baru yang tidak memperhatikan aspek lingkungan.

Lantas, apakah tindakan yang dilakukan demi "menghindari biaya" bagi perusahaan tersebut benar-benar suatu hal yang menguntungkan?

Jawaban jelas tidak. Cara berpikir bahwa kegiatan perusahaaan yang berkomitmen terhadap lingkungan merupakan suatu beban harus sepenuhnya diubah. Komitmen perusahaan terhadap lingkungan sebenarnya memberikan keuntungan kepada perusahaan dalam jangka panjang jika dipahami dari sisi risiko.

Terdapat dua jenis risiko yang bisa diminimalkan perusahaan ketika berkomitmen dengan lingkungan, yaitu Company Specific Risk dan External Cost.

1. Company Specific Risk

Risiko ini berhubungan dengan kegiatan bisnis (langsung) suatu perusahaan. Untuk mempermudah memahaminya kita bisa memakai contoh kasus BP (British Petroleum) diatas. Seharusnya biaya denda besar yang ditanggung perusahaan tersebut bisa dihindari jika sudah diantisipasi sejak awal. 

Jika hal ini dipahami secara lebih luas, komitmen perusahaan akan lingkungan akan menghindarkan perusahaan dari ketidakpastian di masa mendatang. Mungkin, bagi perusahaan besar membayar denda merupakan hal kecil. tetapi, bagaimana jika sampai izin operasi dicabut. Tentunya hal ini merugikan bagi perusahaan.

2. External Cost

Risiko satu ini tidak tercermin langsung dari laba rugi perusahaan. Misalkan ketika perusahaan memutuskan untuk melakukan pembukaan lahan tanpa memperhatikan faktor lingkungan yang pada akhirnya mengakibatkan banjir. Selain masyarakat, sebenarnya perusahaan juga menanggung rugi akibat dari banjir tersebut. 

Bayangkan ketika lingkungan sekitar perusahaan (pabrik) tergenang banjir, maka operasi dan mobilitas perusahaan akan terganggu yang tentunya secara tidak langsung berpengaruh juga kepada keuntungan perusahaan.

Dari sedikit pemahaman tentang dua jenis risiko tersebut. Semua pihak baik internal perusahaan, pemerintah, dan masyarakat harus mendorong praktik bisnis yang bersahabat dengan lingkungan. Apalagi jika fakta di lapangan menunjukkan masih banyak perusahaan (pabrik) yang abai terhadap lingkungan.

Kesadaran bersama harus dibangun. ketika kerusakan lingkungan terjadi, siapapun pelakunya, kerugian akan dirasakan oleh semua pihak. 

Perusahaan harus memiliki komitmen kuat untuk ikut berperan menjaga lingkungan khususnya bagi kegiatan perusahaan yang berhubungan langsung dengan lingkungan. 

Menjaga dan berkomitmen terhadap lingkungan harus dipahami sebagai suatu strategi untuk mengelola keuntungan dalam jangka panjang.

Untuk mencapai kemakmuran, suatu negara memang harus ditopang oleh banyak faktor salah satunya dengan keberadaan perusahaan (pabrik-pabrik) untuk ikut berperan dalam memutarkan roda perekonomian.

Tetapi, apalah arti suatu kemakmuran tanpa diiringi dengan keteraturan, ketertiban, dan kelestarian lingkungan. Kemakmuran suatu negara tidak cukup hanya dipahami sebatas memakmurkan penduduknya secara ekonomi karena disisi lain terdapat tanggung jawab akan kelestarian lingkungan.

Toh pada akhirnya, Perusahaan nakal (tidak bersedia berkomitmen terhadap lingkungan) secerdik apapun mengakali regulasi yang ada untuk meminimalkan biaya, ketika kerusakan lingkungan terjadi, maka perusahaan juga harus menanggung akibatnya.

Oleh sebab itu, berkomitmen dengan lingkungan adalah jalan satu-satunya yang harus dilakukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun