Mohon tunggu...
FAISHOL AMIR
FAISHOL AMIR Mohon Tunggu... Administrasi - Statistisi Muda BPS Kabupaten Situbondo Jawa Timur

Statistisi Muda BPS Kabupaten Situbondo Jawa Timur

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Jawa Timur Banjir Pengangguran

11 September 2015   16:21 Diperbarui: 13 September 2015   02:48 1264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Banyak pihak yang memprediksi jumlah pengangguran di Jawa Timur meningkat tajam seiring dibukanya gerbang pasar bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. Selain semakin ketatnya persaingan di bidang tenaga kerja akibat masuknya tenaga kerja asing, banyak perusahaan dan UMKM diprediksi gulung tikar karena tidak mampu bersaing dengan produk impor yang harganya jauh lebih murah.

Jumlah penganggur di Jawa Timur tahun 2014 mencapai lebih dari 843 ribu orang atau turun sekitar 35 ribu orang dibandingkan tahun 2013 (Hasil Olah Sakernas 2014, BPS Jawa Timur). Sedangkan sepanjang tahun 2015 sampai bulan Agustus, lebih dari 26 ribu karyawan yang terkena PHK di Indonesia. Di Jawa Timur, jumlahnya mencapai tiga ribu lebih karyawan. Hal itu disampaikan Menteri Tenaga Kerja Hanif Dakhiri di Istana Negara, Jakarta (www.detik.com, 2 September 2015). Di satu sisi, 14 ribu tenaga asing dari China, Taiwan, ASEAN dan negara lainnya dari Eropa dan AS, sudah masuk dunia kerja di Jawa Timur. Mereka tersebar di berbagai perusahaan seperti di bidang IT hingga konstruksi (www.detik.com, 2 September 2015)

Namun jumlah pengangguran diprediksi meningkat akhir tahun ini. Hal itu karena tekanan ekonomi global yang menggerus nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika sampai kisaran Rp. 14.137/ US Dollar (data Bloomberg Dollar Index tanggal 2 September 2015). Banyak perusahaan yang akhirnya tutup atau mem-PHK karyawannya. Itu sebagai langkah taktis akibat tidak mampu menanggung beban biaya produksi yang meningkat tajam, khususnya yang banyak menggunakan bahan baku impor atau transaksinya dengan uang dollar.

Di satu sisi, para buruh semakin gencar berdemo menuntut kenaikan upah dan menolak dilakukannya PHK oleh perusahaan. Hal itu tentu membuat pemerintah berpikir keras untuk menemukan solusi konkrit agar tidak terjadi gejolak di masyakakat.

Ketimpangan Jumlah Tenaga Kerja dengan Lapangan Kerja

Salah satu faktor produksi yang paling vital dalam kegiatan ekonomi adalah tenaga kerja. Bagi beberapa industri, biaya tenaga kerja mencapai 60% dari keseluruhan beban biaya produksi. Oleh karena itu, saat ini banyak perusahaan berlomba-lomba melakukan efisiensi tenaga kerja yang berujung pada tindakan PHK/ mengurangi jumlah pekerja.

Dari 38,61 juta jiwa penduduk Jawa Timur pada tahun 2014, sekitar 60,08% penduduknya berusia 15-54 tahun (Hasil Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035, BPS RI). Artinya, lebih dari setengah penduduknya berada di usia produktif. Ini menjadi modal penting sekaligus juga tantangan bagi pemerintah Jawa Timur, bagaimana memaksimalkan jumlah penduduk yang melimpah agar terakomodir dalam lapangan kerja.

Namun potensi SDM yang sangat besar itu, tidak diimbangi kemampuan penyerapan tenaga kerja yang memadai. Masih menurut data yang sama, sampai Agustus 2014, hanya 66,89 % penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja. Kondisi ini diperparah dengan kualitas SDM Jawa timur yang diukur dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Timur tahun 2013 sebesar 73,54, dibawah angka IPM nasional yang mencapai 73,81.

IPM mencakup tiga dimensi dasar yang meliputi umur panjang dan sehat yang dilihat dari Angka Harapan Hidup (AHH), pengetahuan dilihat dari Angka Melek Huruf (AMH), Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dan yang terakhir kehidupan yang layak dilihat pengeluaran perkapita.

Untuk Jawa Timur sendiri, indeks AHH mencapai 70,37. Artinya kemungkinan hidup rata-rata masyarakat Jawa Timur sampai pada usia 70 tahun. Sedangkan indeks AMH dan RLS berturut-turut 90,49 dan 7,53 yang menujukkan lebih dari 90% masyarakatnya bisa baca tulis namun rata-rata sekolah hanya sampai kelas 1 SLTP/sederajat.

MEA Untuk Siapa?

Hasil dari kesepakatan KTT ASEAN ke-9 di Bali tahun 2003 yang dituangkan dalam bentuk Bali Concord II, menyepakati pembentukan ASEAN Community untuk mempererat integrasi ASEAN. Ada tiga komunitas dalam ASEAN Community, yaitu: bidang keamanan politik, bidang sosial budaya dan yang terakhir bidang ekonomi yang melahirkan MEA. Tujuan utama dibentuknya MEA adalah terjadinya arus barang, jasa, modal, dan investasi secara bebas antar negara ASEAN.

Tentu ini berdampak positif bagi perekonomian Indonesia, khususnya Jawa Timur yang kaya akan SDA dan SDM. Sedikitnya ada tiga hal yang diharapkan dari adanya MEA. Pertama, memberikan kesempatan sebesar-besarnya bagi industri lokal Jawa Timur untuk berinovasi, memproduksi dan memasarkan produknya secara bebas tanpa ada hambatan ke seluruh negara ASEAN. Kedua, kemudahan memperoleh barang dan jasa impor baik untuk bahan baku produksi maupun konsumsi langsung karena bebasnya biaya impor. Ketiga, kesempatan menumbuhkan UMKM-UMKM berbasis produk khas Jawa timur sehingga penyerapan jumlah tenaga kerja juga meningkat.

Namun tidak dipungkiri juga adanya dampak negatif dari MEA jika Jawa Timur tidak siap menghadapinya. Pertama, mematikan industri-industri lokal dan UMKM akibat kalah bersaing dengan produk luar yang harganya lebih murah dengan kualitas yang sama. Ini artinya, Jawa Timur akan kebanjiran produk luar dan mereduksi pasar ekspor kita. Padahal dari tahun 2011- 2014, Jawa Timur selalu surplus perdagangan. Di tahun 2014 saja, surplus ekspor-impor yang mencapai 4.745,36 miiliar rupiah (Hasil olah PDRB Jawa Timur menurut pengeluaran 2014, BPS Jawa Timur). Kedua, jumlah pengangguran yang meningkat akibat tergusurnya tenaga kerja Jawa Timur yang kalah bersaing dengan SDM luar yang lebih terampil.

Oleh karena itu, mutlak dibutuhkan peningkatan mutu barang, jasa dan tenaga kerja agar kita tidak hanya menjadi penonton saja pada aktivitas MEA di akhir tahun 2015 nanti. Selain itu, perlu diwaspadai adanya gejolak masyarakat yang masih enggan menerima kehadiran tenaga kerja asing yang “merebut” lahan pekerjaan mereka.

Pemerintah Telah Bekerja Keras

Pemerintah pusat merumuskan kebijakan dalam upaya mem-filter derasnya barang impor yang masuk melalui UU No.7 tahun 2014 tentang Perdagangan. Undang-undang ini, antara lain mengatur ketentuan umum tentang perijinan bagi pelaku usaha yang terlibat dalam kegiatan perdagangan agar menggunakan bahasa Indonesia di dalam pelabelan, dan peningkatan penggunaan produk dalam negeri. Melalui undang-undang ini pula, pemerintah diwajibkan mengendalikan ketersediaan bahan kebutuhan pokok bagi seluruh wilayah Indonesia. Yang terakhir, pemerintah menentukan larangan atau pembatasan barang dan jasa.

Sejauh ini, pemerintah provinsi Jawa Timur yang dikomandoi Bapak Soekarwo telah melakukan beberapa terobosan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas UMKM yang ada. Pertama, peningkatan standardisasi barang-barang yang masuk melalui Balai Besar Karantina Pertanian serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang dikenal dengan Nontariff Barrier. Namun konsekuensi dari kebijakan ini menurut Soekarwo, kualitas produk pertanian dan makanan Jawa Timur harus betul-betul ditingkatkan. Kedua, pembangunan sistem pelayanan yang lebih cepat melalui Tracking System. Kedua langkah tersebut juga upaya untuk mem-filter barang luar yang masuk.

Melalui dinas koperasi dan UMKM, banyak diadakan even dan acara pameran dengan peserta pelaku UMKM-UMKM lokal dengan tujuan untuk merangsang tumbuhnya kemandirian dan memperluas jaringan pemasaran dari produk UMKM itu sendiri. Selain itu, beberapa kebijakan pemerintah lebih diarahkan untuk memfasilitiasi UMKM, antara lain mempermudah perijinan, fasilitasi akses bahan baku, teknologi dan informasi, bantuan teknis berupa pelatihan, pendampingan, advokasi, sekaligus menciptakan iklim yang kondusif serta fasilitasi permodalan.

Di bidang tenaga kerja, upaya yang dilakukan meliputi pembinaan dan pembekalan masyarakat khususnya anak-anak muda untuk menguasai salah satu keterampilan tertentu. Misalnya pelatihan Tour Guide untuk bidang pariwisata, pelatihan kewirausahaan untuk memunculkan entrepreneur yang kreatif dan mandiri, memperbanyak sekolah-sekolah kejuruan (SMK) agar menghasilkan pelajar-pelajar yang terampil dan siap untuk menghadapi MEA 2015.

Dengan segala usaha yang dilakukan, diharapkan jumlah tenaga kerja yang terserap, baik sebagai karyawan ataupun pengusaha akan meningkat. Gelombang pengangguran tidak terjadi dan angka pengangguran akan menurun. Perekonomian tumbuh terus di atas rata-rata nasional yang tentunya bermuara kepada kesejahteraan masyarakat Jawa timur.

Dibutuhkan kerja sama dan kerja keras semua pihak dalam menghadapi MEA yang akan datang. Baik pemerintah, pengusaha/ pelaku ekonomi, para buruh dan karyawan serta masyarakat Jawa Timur sendiri. Misalnya lebih banyak menggunakan produk lokal Jawa Timur, mengurangi konsumsi barang dan jasa impor. Seperti slogan yang selalu didengung-dengungkan salah satu merk produk rumah tangga nasional, “Cintailah produk-produk Indonesia”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun