Sebentar lagi Indonesia memasuki musim penghujan. Seperti biasanya, bala bencana datang silih berganti di beberapa wilayah Indonesia. Indonesia memang negara yang rawan bencana. Hal ini terbukti dari berbagai hasil penilaian tentang risiko bencana, seperti Maplecroft (2010) menempatkan Indonesia sebagai negara yang beresiko ekstrim peringkat 2 setelah Bangladesh, disamping juga masih ada indeks resiko yang dibuat oleh UN University dan UNDP. Kenyataan tersebut tidak dapat dipungkiri mengingat kondisi geografi dan geologi Indonesia yang terletak pada pertemuan tiga lempeng raksasa Eurasia, Indoaustralia dan Pasifik, serta berada pada “Ring of Fire”.
Berdasarkan data Indeks Resiko Bencana Indonesia 2013 yang dihasilkan BNPB, dari 33 Provinsi di Indonesia 26 di antaranya berpotensi tinggi mengalami bencana alam, termasuk Jawa Timur. Khusus untuk Jawa Timur sendiri, ada 31 dari 38 Kabupaten/kota yang berpotensi tinggi. potensi tinggi terjadi pada bencana banjir, tanah longsor, gelombang ekstrim dan abrasi, kebakaran lahan dan hutan, gempa bumi, tsunami, gunung berapi, dan kekeringan.
Pahami Bencana dan Tanda-Tandanya
Menurut UU No.24 Tahun 2007, Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis.
Seperti yang kita ketahui, Indonesia berada pada wilayah iklim tropis dengan kondisi topografi permukaan dan batuan yang relatif beragam, baik secara fisik maupun kimiawi. Indonesia juga memiliki dua musim, yaitu panas dan hujan dengan ciri-ciri adanya perubahan cuaca, suhu dan arah angin yang cukup ekstrim.
Kombinasi iklim dan topografi tersebut dapat menimbulkan beberapa akibat buruk bagi manusia seperti terjadinya bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, kebakaran hutan dan kekeringan, dll.
Setiap bencana memiliki gejala kemunculan yang bisa diidentifikasi, seperti gempa dengan tanda adanya getaran kuat di tanah dan bangunan yang bergoyang, tanah longsor yang ditandai dengan pohon yang tumbuh miring dan terdengarnya gemuruh tanah, tsunami yang diawali dengan gempa dilaut dan surutnya permukaan air laut secara mendadak, dan banyak contoh gejala bencana lainnya.
Bagaimana Upaya Pemerintah?
Terbitnya UU No.24 Tahun 2007 merupakan jawaban tegas pemerintah atas pengelolaan bencana secara komprehensif. Lahirnya Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah merupakan wujud nyata keseriusan pemerintah untuk melindungi warga negara dari bencana yang tak pernah terduga. Pembelajaran dan pengembangan ilmu pengetahuan yang melibatkan seluruh unsur kementerian maupun lembaga sesuai tugas dan fungsinya masing-masing merupakan bagian yang tidak terpisahkan didalam proses manajemen penanggulangan bencana yang senantiasa berkembang lebih dinamis.
Selain langkah di atas, pemerintah juga telah melakukan upaya-upaya pencegahan bencana, seperti: membuat peta rawan bencana, mengadakan pendidikan, penyuluhan, dan pelatihan tentang bencana alam, dan yang terakhir membuat posko persiapan datangnya bencana.
Namun yang banyak terjadi di beberapa daerah adalah pemerintah daerah seolah alpa atau mengabaikan tanda datangnya bencana yang disampaikan beberapa pihak terkait. Seperti kasus bencana longsor banjarnegara, dimana tanggal 5 Desember 2014 PVMBG-Badan Geologi telah menyurati gubernur Jateng tentang potensi itu. Namun tidak direspon dengan baik (tribunnews.com). Akhirnya setelah bencana benar-benar terjadi, gubernur Jateng sadar dan menggandeng pihak UGM untuk memetakkan wilayah potensi bencana (detik.com).