Suatu kali, saya melewati hutan pinus yang berada di area perbatasan antara Majalengka dan Ciamis. Seperti halnya melewati lintasan pergunungan, jalannya berkelok dan naik-turun. Sepanjang jalan itu, kanan kirinya penuh dengan tumbuhan hutan pinus yang menjulang tinggi batangnya. Melihat fisik pohon itu, usia hutan pinus itu mungkin sudah puluhan tahun. Hawa dingin dan segar muncul saat melewati area itu.
Dari mobil, tampak hutan itu masih alami, belum ada sentuhan warga sekitar atau pemerintah setempat yang menjadikan hutan pinus itu sebagai wahana wisata. Tidak terlihat papan yang menunjukkan nama hutan itu. Tak tampak juga area parkir baik untuk kendaraan bermotor, mobil, maupun bis. Pengunjung hutan pinus itu pun tak begitu kelihatan.
“Mengapa hutan pinus yang sangat indah ini dibiarkan begitu saja. Bukan kah akan menjadi daya tarik wisata yang bagus kalau hutan itu dikelola menjadi tujuan wisata alami,” kata saya dalam hati.
Sore ini, Sabtu, 13 November 2021, kami melewati kawasan Mangunan Dlingo, Bantul melalui Jalan Wonosari. Jalanan cukup padat, tapi kendaraan masih bisa berjalan cukup lancar.
Setelah melewati Heha Sky View, kami sampai di Hutan Pinus Pengger. Kami tidak berhenti karena sudah dua kali mengunjungi lokasi wisata itu. Perjalanan kami lanjutkan dan melewati Puncak Becici, wisata hutan pinus yang pernah dikunjungi Barack Obama pada tanggal 30 Juni 2017. Kami juga tidak berhenti karena pernah mengunjunginya.
Perjalanan kami lanjutkan dan baru berhenti di Bukit Lintang Sewu, lokasi wisata hutan pinus yang belum kami kunjungi. Saat memasuki area parkir, ada beberapa anak muda yang datang mengendarai motor. Mereka menyampaikan ke petugas penjaga tiket kalau sudah memesan untuk Glamping, alias Glamour Camping.
Untuk mengikuti protokol kesehatan, petugas meminta kami untuk memindai QR Code aplikasi Peduli Lindungi. Ada beberapa wastafel untuk mencuci tangan yang terletak di pintu gerbangnya.
Lokasi wisata itu tampak bersih. Hutan pinusnya tinggi batang pohonnya. Jumlahnya juga banyak. Perhutani mungkin sudah menanam pohon-pohon itu puluhan tahun.
Kami mengunjungi beberapa spot selfie: Miniatur Bintang, Tugu Watu Asah, Kartu Love Terbalik, dan Gardu Pandang. Selama kurang lebih 30 menit di lokasi wisata itu, kami cukup senang dengan wisata alami yang ditawarkan oleh Bukit Lintang Sewu.
Perjalanan kami lanjutkan dan melewati beberapa wisata lokasi hutan pinus lainnya: Hutan Pinus Asri, Wisata Hutan Pinus Mangunan, dan Kedai Kopi Natadamar. Kami juga melintasi Taman Hobbit Mangunan yang sebelumnya pernah kami kunjungi beberapa bulan yang lalu.
Apa yang membedakan hutan pinus di perbatasan Majalengka-Ciamis dengan hutan-hutan pinus yang berada di area Mangunan, Dlingo, Bantul?
Pada hutan yang pertama, tampaknya warga sekitar hutan atau pemerintah setempat membiarkan begitu saja atau tidak begitu serius menjadikan hutan pinus sebagai lokasi wisata.
Sedangkan hutan-hutan pinus di Mangunan disulap menjadi lokasi wisata yang menarik banyak pengunjung, baik wisatawan dari Jogja dan daerah lain. Bahkan, pengunjung luar negeri seperti Barack Obama pun tertarik mengunjungi wisata hutan pinus.
Entah siapa yang memulai, apakah warga sekitar atau pemerintah setempat yang memiliki inisiatif awal memanfaatkan hutan-hutan pinus itu menjadi lokasi wisata alami. Mungkin saat ide awal menjadikan hutan pinus sebagai lokasi wisata, muncul banyak penolakan dan pesimis akan menjadi lokasi wisata yang mampu menarik pengunjung.
Namun saat pengunjung berdatangan, mereka yang menolak sadar kalau lokasi wisata hutan pinus itu memberi dampak positif bagi warga sekitar maupun pemerintah.
Catatan: Tulisan ini pertama kali tayang pada tanggal 13 November 2021 di http://www.faisholadib.id/2021/11/23-melintasi-hutan-pinus.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H