Mohon tunggu...
Faisa RachmaMaurizka
Faisa RachmaMaurizka Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Indonesia

Mahasiswa Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Menyelidiki 'Beban Tersembunyi' Pramudi Bus Transjakarta: Faktor Risiko Musculoskeletal Disorders (MSDs)

8 November 2023   10:44 Diperbarui: 8 November 2023   11:02 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

MSDs merupakan gangguan sistem muskuloskeletal berupa cedera, kelainan otot, saraf, tendon, sendi, tulang rawan, dan cakram tulang belakang yang ditimbulkan dari paparan berulang pada aktivitas pekerjaan atau diperparah melalui pekerjaan (Dwiseli, F et al., 2023; CDC, 2020; Pratama, S et al., 2019). MSDs menjadi isu utama dalam masalah kesehatan terkait pekerjaan,.Secara global, MSDs berkontribusi sebesar 42%--58% dari seluruh penyakit terkait pekerjaan dan 40% dari seluruh biaya kesehatan terkait pekerjaan. Di Indonesia sendiri, penyakit akibat kerja yang diakibatkan oleh faktor ergonomi menyumbang sebesar 5,07 % dari total keseluruhan PAK tahun 2015-2022. 

Salah satu pekerjaan yang berpotensi terhadap Musculoskeletal Disorder (MSDs) adalah sopir bus. Sopir bus Transjakarta memiliki durasi kerja selama 8 jam per hari dengan waktu istirahat selama 30 menit setiap 4 jam bekerja. Aktivitas kerja supir bus yang repetitif dan statis seperti duduk dalam jangka waktu yang lama, duduk dalam keadaan membungkuk, memegang kemudi dalam waktu yang lama, serta berbagai masalah lain seperti desain tempat kerja yang tidak nyaman memiliki potensi tinggi terhadap keluhan muskuloskeletal. Nantinya, keluhan muskuloskeletal pada pekerja akan menghasilkan penyakit Musculoskeletal Disorder (MSDs) yang dapat mengganggu kenyamanan serta produktivitas dari pekerja. 

Faktor Risiko Keluhan Muskuloskeletal dan MSDs pada Sopir Transjakarta

Berdasarkan hasil riskesdas 2022, didapatkan bahwa penyakit sendi pada sopir berada di kisaran 6.12%. Selain itu, didapatkan prevalensi MSDs pada pengemudi angkutan umum sebesar 76.7% (Sekaaram, V & Ani, L., 2017). Jika dibandingkan dengan prevalensi gangguan muskuloskeletal di negara lain angka tersebut terbilang tinggi. Di Polandia, prevalensi MSDs pada sopir bus hanya sebesar 53%, di India sebesar 70.8%, dan Afrika Selatan 67% (Joseph, L. et al., 2020). Keluhan muskuloskeletal pada sopir dapat disebabkan oleh berbagai faktor risiko seperti faktor individu yang mencakup usia, jenis kelamin, dan kebiasaan merokok serta faktor pekerjaan yang mencakup durasi kerja, masa kerja, postur kerja, dan faktor psikososial. 

Selain dipengaruhi oleh faktor risiko individu dan pekerjaan, keluhan muskuloskeletal pada sopir bus transjakarta juga dapat dipengaruhi oleh faktor lain seperti desain tempat kerja. Berdasarkan penelitian oleh Safitri, et al (2016) disebutkan bahwa ketidaknyamanan desain tempat kerja sopir bus transjakarta berasal dari beberapa faktor, diantaranya jarak antara kursi dengan panel operasi bus  yang cukup jauh, kursi yang tidak ergonomis yaitu tidak dapat di-adjust, dan tempat duduk yang tepat di bawah air conditioner sehingga mengganggu konsentrasi sopir bus Transjakarta dalam mengemudi. Ketidaknyamanan tersebut nantinya dapat menghasilkan keluhan muskuloskeletal hingga MSDs pada pengemudi bus Transjakarta.

Sementara itu, lingkungan tempat kerja juga dapat memengaruhi tingkat keluhan muskuloskeletal bagi sopir bus. Lingkungan tempat kerja meliputi kondisi jalan, lalu lintas, dan lingkungan kerja lainnya dapat berbeda di berbagai lokasi dan kondisi ini dapat mempengaruhi risiko cedera muskuloskeletal. Di Jakarta, kemacetan lalu lintas sudah semakin parah dan dampaknya ikut dirasakan oleh pengemudi serta penumpang Transjakarta. Kemacetan ibu kota justru membuat jalur busway terkadang menjadi alternatif bagi pengendara lain untuk menembus kemacetan, sehingga menyulitkan sopir bus transjakarta untuk melintas dan membuat Transjakarta harus ikut dalam kemacetan tersebut. 

Kemudian, keluhan muskuloskeletal serta MSDs juga dapat dipengaruhi dari sisi pengembangan dan pelatihan kesadaran yang diberikan perusahaan kepada pekerja. Melalui program pengembangan dan pelatihan, pekerja khususnya sopir bus dapat meningkatkan kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan terkait bahaya ergonomi yang berpotensi menyebabkan keluhan muskuloskeletal serta MSDs. Sayangnya, per Desember 2022, PT Transjakarta belum  mengadakan suatu pelatihan dan pengembangan yang berkaitan dengan bahaya kesehatan kerja, termasuk ergonomi serta pengendaliannya kepada pekerja. 

Tak hanya itu, regulasi dan kebijakan perusahaan maupun pemerintah juga memiliki peranan penting untuk menentukan tingkat keluhan serta prevalensi keluhan muskuloskeletal. Di Indonesia, khususnya untuk transjakarta, PT Transportasi jakarta belum menetapkan kebijakan secara spesifik mengenai ergonomi. Namun, PT Transjakarta telah menetapkan Kebijakan Sistem Manajemen Mutu dan Keselamatan & Kesehatan Kerja Lingkungan (K3L) yang menyatakan bahwa Transjakarta menjamin keselamatan dan kesehatan kerja bagi seluruh karyawan, menyediakan area kerja yang aman dan sehat serta mematuhi semua peraturan perundang-undangan yang berlaku dan persyaratan lainnya terkait penerapan keselamatan dan kesehatan kerja serta lingkungan di wilayah PT Transportasi Jakarta.

Solusi Pengendalian Faktor Risiko Keluhan Muskuloskeletal dan MSDs  

Melihat besarnya dampak dari faktor individu, faktor pekerjaan, serta faktor pendukung lain terhadap gangguan muskuloskeletal, perlu dilakukan beberapa upaya baik dari sopir dan perusahaan untuk mencegah timbulnya keluhan muskuloskeletal pada sopir bus transjakarta. Perusahaan sebaiknya perlu memastikan bahwa desain kursi pengemudi sudah sesuai dengan kaidah ergonomi sehingga pengemudi dapat bekerja dengan postur yang netral. Selain itu, perusahaan dapat mengadakan training atau edukasi yang bisa membantu pekerja untuk menghilangkan kebiasaan merokok, potensi bahaya bekerja dengan postur yang janggal, serta mengetahui pentingnya waktu istirahat atau peregangan baik saat bekerja maupun setelah selesai bekerja. Bagi sopir, pastikan untuk selalu melakukan peregangan, maksimalkan waktu istirahat, serta duduk di posisi yang netral, selama bekerja. Menurut Anda, sudah baikkah PT Transjakarta menerapkan kebijakan terkait ergonomi pada pekerjanya?

Ditulis oleh: Andini Aisyah Putri dan Faisa Rachma Maurizka

REFERENSI

Aprianto, B., Hidayatulloh, A. F., Zuchri, F. N., Seviana, I., & Amalia, R. (2021). Faktor risiko penyebab musculoskeletal disorders (MSDs) pada pekerja: A systematic review. Jurnal Kesehatan Tambusai, 2(2), 16-25.

Centers for Disease Control and Prevention. (2020, February 12). Work-related Musculoskeletal Disorders & Ergonomics. Centers for Disease Control and Prevention. https://www.cdc.gov/workplacehealthpromotion/health-strategies/musculoskeletal-disorders/index.html 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun