Sebuah kebahagiaan tersendiri bagi guru adalah melihat murid-muridnya sukses. Tapi lebih bahagia lagi ketika seorang guru bisa membuat muridnya bisa menulis dan membaca.
Memang itu pekerjaan sulit bagi guru, tapi tidak ada yang tidak mungkin. Semua pasti terwujud jika tekun dan sabar melandasi dirinya.
                  ***
Riak suara anak-anak seketika terhenti ketika Ujud sang kepala sekolah muncul di depan pintu. Dengan cepat semua duduk rapi dengan sebuah buku dan sebatang pensil di depan. Mereka menunduk tapi bukan takut, tapi lebih pada rasa menghargai mereka kepada sang kepala sekolah.
Ujud sang kepala Sekolah itu masuk lalu berdiri di depan papan tulis dengan sebatang kapur tulis di genggamannya. Pagi itu sekitar dua puluh orang siswa kelas dua Sekolah Dasar memenuhi ruangan. Mereka nantinya akan diajarkan cara menulis juga memahami setiap lambing alfabet.
Setelah memastikan kabar para murid itu, pelajaran di buka dengan sebuah kata, "Anak-anak, semua perhatikan di papan tulis." Lalu batang kapur yang di genggamnya itu mulai di tekan ke papan tulis, perlahan tangannya mengores kapur membentuk pola seperti mata gergaji.
Sementara anak-anak terlihat serius mengamati pola-pola yang dibentuk. Sebanyak tiga baris telah dibuatnya, kemudian pandangannya di arahkan ke anak-anak yang masih terlihat serius lalu berkata, "Nah, sekarang kalian ikuti coretan yang pak guru buat." Lalu menuntun satu persatu untuk mengikuti coretan berpola mata gergaji yang dia buat di buku tulis mereka.
Coretan-coretan itu nantinya ketika selesai di buat akan di kumpulkan dan di periksa olehnya. Jika coretan itu baik, tentu nilai yang di berikan juga baik. Jika masih belum baik, maka dia menyeru agar membuat coretan-coretan berpola gergaji itu di rumah sebagai Pekerjaan Rumah (PR).
Melihat pembelajaran itu, menbuat saya mengenang masa ketika saya masih duduk di bangku kelas dua sekolah dasar. Kala itu, saya dan teman-teman juga di arahkan demikian oleh Encik Hamimah.
"Buat coretan seperti ini, penuhi setiap baris buku kalian ya." Ujar Encik Hamimah ke kami kala itu.
Lalu kami berlombah-lombah membuat sebanyak mungkin garis berpola gergaji itu. Entah apa maksud dan tujuannya, jelasnya kami hanya menuruti apa yang di anjurkan oleh Encik Hamimah kurang lebih sebulan lamanya. Setelah di anggap lancar mengikuti coretan itu, kemudian di kenalkannya lambang alfabet ke kami lewat poster yang di bagikan.
"Ini A kapital, B Kapital." Ujarnya sembari mengarakna telunjuknya ke huruf yang di sebut.
Setelah di perkenalkan dengan huruf kapital, kami di arahkan untuk meniru atau mengikuti bentuk setiap huruf itu. "Huruf A itu bentuknya seperti gunung, hanya saja ada garis datar di tengahnya. I itu seperti pohon kelapa yang berdiri tanpa daun."