Terdengar suara lantunan ayat Suci Al-Qur’an dari pengeras suara yang ada di Masjid dekat rumah. aku pun bangun mulai bergerak untuk berwudhu sesekali aku terdiam mendengarkan indahnya lantunan ayat suci Al-Qur’an yang dikumandangkan oleh Qori H. Muammar ZA. Kemudian aku pun segera bergegas untuk berpakaian rapi dan mulai melangkahkan kaki bergerak menuju Masjid karena sebentar lagi adzan subuh akan dikumandangkan. Setelah selesai shalat Subuh Berjama’ah, seperti biasa agenda rutin minggu pagi di masjid saya ada pengajian Al-Qur’an Ayat yang dibaca dan dikaji oleh sang Ustadz, ialah Surat Al-Baqarah ayat 186 seperti tertulis di bawah ini:
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌۖ أُجِيبُ دَعۡوَةَ ٱلدَّاعِ إِذَا دَعَانِۖ فَلۡيَسۡتَجِيبُواْ لِي وَلۡيُؤۡمِنُواْ بِي لَعَلَّهُمۡ يَرۡشُدُونَ ١٨٦ [سورة البقرة,١٨٦]
Artinya: “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran” (Q.S. Al Baqarah:186)
Sang ustadz menjelaskan, adapun asbabun nuzul (sebab-sebab diturunkannya) ayat ini, yaitu ketika ada seseorang yang bertanya mengenai keberadaan Allah SWT. apakah Allah itu dekat? Sehingga aku harus berdo’a dengan suara yang rendah dan lemah lembut. Apakah Allah itu jauh? Sehingga aku harus berdo’a dengan suara yang keras. Mendengar pertanyaan seorang hamba tersebut, turunlah ayat ini kepada Rasulullah SAW: “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat.” Bahkan dalam ayat lain yang disebutkan bahwasanya “Allah SWT itu lebih dekat dari urat nadi kita.” Maksud dari penggalan awal ayat ini adalah bahwa kita sebagai hamba Allah SWT harus meyakini bahwa Allah SWT itu dekat bahkan sangat dekat lebih dekat dari urat nadi kita. Sehingga dalam beraktifitas kita akan sadar bahwa kita selalu dilihat dan di awasi oleh Allah SWT.
Penggalan ayat berikutnya, menjelaskan sebuah hukum kausalitas (sebab-akibat) bahwa Allah SWT akan mengabulkan permohonan seorang hamba jika hamba itu berdo’a atau memohon kepada-Nya. Mana mungkin Allah SWT akan memberikan seseuatu jika kita tidak memintanya. Maka dari itu, marilah kita selalu berdo’a kepada-Nya sebagai pertanda bahwa kita selalu butuh kepada-Nya. Allah SWT akan menyebut orang yang tidak mau berdo’a kepada-Nya sebagai orang yang sombong. Potongan ayat berikutnya berbunyi:
“...maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”
Masih berkaitan dengan penafsiran potongan ayat sebelumnya, bahwa dalam hal ini Allah SWT memerintahkan kepada kita untuk selalu beribadah memenuhi perintah-Nya. Sebab dengan demikian kita akan mendapatkan balasan yang setimpal, yakni kebenaran. Kita akan selalu berada di jalan yang benar. Jalan yang diridhoi oleh Allah SWT.
Alkisah, diceritakan pada suatu hari ada seseorang yang terdampar di sebuah pulau terpencil karena kapal yang ia tumpangi tenggelam di laut. Ketika itu, dia berusaha semaksimal mungkin untuk bisa bertahan di pulau tersebut dengan harapan akan ada datang pertolongan untuk menyelamatkannya. Dia mulai bertahan hidup dengan mencari air tawar untuk minum, membangun tempat tinggal, dan sebagainya. Singkat cerita, gubug atau tempat yang ia bangun tersebut terbakar oleh ulahnya sendiri. Dia mulai kesal dan berkeluh kesah, dia mencurahkan hatinya: Kenapa harus seperti ini ya Allah? Gubug yang sudah aku bangun dengan susah payah tiba-tiba terbakar begitu saja? Apa salahku? Padahal aku selalu berdo’a dan meminta pertolongan kepada-Mu.
Berjalannya waktu, tiba-tiba datanglah sebuah kapal untuk menolongnya. Hatinya senang dan gembira. Dia bertanya kepada awak kapal yang menolongnya, “bagaimana kalian bisa mengetahui aku berada di pulau terpencil ini?”, salah seorang awak kapal menjawab, “aku melihat ada gumpalan asap dari sebuah pulau lalu aku bersama teman-temanku langsung berangkat menuju tempat darimana asap itu berasal, kami berpikir bahwa ternyata di pulau itu ada kehidupan, dan setelah aku sampai ternyata aku menemukanmu yang terdampar di sini. Beruntunglah kamu karena berkat asap itu kami bisa menolongmu.”
Mendengar jawaban salah satu ABK itu, dia mulai sadar bahwa ternyata Allah SWT selalu menolong hamba-Nya dengan cara-cara yang diluar dugaan hamba-Nya (min haitsu laa yahtasib). Padahal awalnya dia berkeluh kesah, namun setelah kejadian ini dia bertobat dan bertawakal kepada Allah SWT.
Dari kisah di atas kita bisa mengambil hikmah atau pelajaran yang berharga, yakni janganlah kita berburuk-sangka kepada Allah SWT. jangan ada dalam pikiran kita bahwa Allah SWT itu tidak adil, karena do’a-do’a yang kita panjatkan tak kunjung terkabulkan. Justru seharusnya kita berintrospeksi diri, mengapa bisa begitu? Mungkin saja kita masih banyak dosa dan hijab yang mengahalangi dikabulkannya do’a kita. Mungkin saja do’a yang kita panjatkan untuk sementara ditangguhkan dulu oleh Allah SWT sebagai bekal kita di akhirat. Allah SWT itu lebih mengetahui apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan. Bisa saja kita menjadi orang yang sombong apabila Allah SWT selalu mengabulkan setiap do’a kita.
Dengan demikian, marilah kita bersama-sama untuk kembali kepada jalan-Nya. Yakni jalan kebenaran. Kita harus mengikuti aturan-aturan yang telah dibuat oleh Allah SWT. konsekuensi logisnya adalah Allah SWT pasti akan mengabulkan do’a kita jika kita selalu dekat dan selalu beribadah menjalankan segala perintah-Nya.
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H