Pada divisi audio, tanggung jawab yang dipikul lebih ringan dibandingkan peran sutradara. Divisi audio hanya berfokus pada bagaimana audio jelas untuk didengar dan nyaman bagi penonton. Divisi audio akan bekerja setelah naskah sudah siap, dan biasanya akan dikoordinasikan oleh sutradara.
Divisi audio juga tidak bekerja sendirian. Maksudnya, divisi ini tetap harus berkomunikasi lain seperti divisi DoP (Direct of Photography), Sutradara, Asisten Sutradara.
Tujuannya agar orang yang merekam audio saat produksi berlangsung tau di mana tempat atau posisinya saat merekam agar tidak bocor masuk ke dalam frame (bingkai) video.
Divisi audio juga harus berkomunikasi dengan para pemeran film agar si perekam audio pada saat produksi film atau syuting tau pergerakan aktor ke mana dan juga tau intonasi besar kecil suara aktor agar suara pas untuk didengar.
Divisi audio memerlukan alat-alat untuk merekam saat produksi nanti, Alat-alat yang dipakai saat produksi film yaitu microphone, boom pole, dan sound recorder.
Tiga alat tersebut merupakan peralatan wajib yang harus dipersiapkan saat pra-produksi. Microphone berfungsi sebagai alat yang merekam suara, boom pole berfungsi sebagai alat untuk menaruh microphone dan bentuknya seperti tangkai sapu untuk memudahkan saat menjangkau suara aktor, dan sound recorder yang berfungsi sebagai alat yang menyimpan audio.
Khusus untuk microphone, jenis polar patterns yang digunakan yaitu Shotgun Microphone karena hanya menangkap satu arah suara saja. hal tersebut bertujuan agar suara tidak terekam ke mana-mana dan hanya fokus pada suara yang ditujukan.
Setelah menyiapkan alat-alatnya, proses terakhir yang dilakukan saat Pra-Produksi adalah melakukan Recce.
Recce sendiri merupakan syuting awal yang dilakukan untuk mengetahui berapa menit total durasi pada film, uji shot list, dan blocking para pemain dan kru tiap divisi, salah satunya divisi audio.
Untuk lebih dalamnya mengenai Pra-Produksi divisi sound, saya akan membahasnya di artikel terpisah.