Mohon tunggu...
Faisal Ramadhan Munsil
Faisal Ramadhan Munsil Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa Pascasarjana Magister Hukum Universitas Islam Indonesia

Aku tidak menyukai pendapatmu, tapi aku akan membela mati-matian Hak-mu dalam berpendapat -Volitaire

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Menakar Politik Gentong Babi dalam Arena Pertarungan Pilkada

3 Juni 2024   13:57 Diperbarui: 3 Juni 2024   14:46 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anggaran publik yang di gunakan dalam kampanya terselubung  ini bak pisau bermata dua. Di sisi lain menguntungkan bagi sekelompok masyarakat ke bawah tapi secara bersamaan tidak begitu produktif sama sekali. Adapun program populis yang menyangkut kepentingan publik tergambar dari hasil riset Power, Walfare and Democracy (PWD) di tahun 2014 hasil risetnya menunjukkan program terkait dengan Pelayanan publik 55% di samping pembangunan ekonomi 28%, Hak kewarganegaraan 14% dan lain-lain 3%.

Untuk pelayanan publik saya menduga persenan nya akan terus meningkat karena itu, program mudah yang di buat petahana di daerah. Saya beri contoh kasus yang kerap terjadi; yakni pelayanan kesehatan gratis. Pelayanan kesehatan gratis dengan memukul rata tanpa memandang stratifikasi ekonomi, masyarakat yang tergolong kelas atas yang sebenarnya mampu untuk membayar biaya kesehatan, jadi ikut dalam mendapatkan pelayanan gratis. 

Apa pentingnya itu semua bagi petahana yang hanya ingin mendapatkan popularitas semata untuk mempertahankan kekuasaan berikutnya. Jelas hal tersebut tidak Fair dalam pertarungan malah mengunggulkan petahana dalam pemilihan kepala daerah, bahkan tidak perlu mengularkan dana pribadi atau melakukan money politik. Ironisnya, memakai dana publik yang di dapat dari pajak kita.

Seharusnya, ada Undang-Undang yang mengawasi terkait dengan  politik gentong babi ini, karena akan berimbas pada sistem demokrasi yang kehilangan substansinya sebagai bentuk kedaulatan berada di tangan rakyat, justru akan menjadikan pembodohan massal mengatasnamakan pro-rakyat untuk menjaga kekuasaanya. 

Mengklaim program populis seperti pelayanan kesehatan gratis dan pendidikan gratis, yang seharusnya itu urusan program pemerintah secara nasional bukan daerah. Dampaknya lagi, kurangnya calon figur yang muncul dengan membawa gagasan dalam membangun daerah tanpa memperhitungkan modal besar, tidak dapat bertarung dalam arena pertarungan pilkada walaupun itu jauh lebih krusial dan layak. 

Harusnya politik gentong babi di sama haramkan dengan money politik dalam pilkada, karena itu harus di masukkan dalam undang-undang No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum atau aturan yang secara spesifik mengatur politik gentong babi yang semakin masif terjadi sebagai bentuk pengawasan. Dengan tujuan kedewasaan yang mapan dalam beretika politik untuk menjaga nilai-nilai demokrasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun