Mohon tunggu...
Faisal Ihkam
Faisal Ihkam Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta

-

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Industri Garmen dan Fast Fashion: Dampak dan Solusi untuk Menciptakan Keberlanjutan

5 Mei 2023   00:05 Diperbarui: 5 Mei 2023   00:02 651
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Gambaran umum

Industri garmen adalah salah satu industri penyumbang polusi terbesar kedua di dunia. Industri ini menghasilkan limbah yang besar baik dalam proses pembuatannya sampai hasil produksi. Dalam industri ini konsumsi dan produksi berdampak besar pada alam dan manusia. Produksi dalam industri garmen berkembang dengan pesat dan semakin dituntut untuk menghasilkan semakin banyak produk fashion dengan harga yang terjangkau untuk memenuhi permintaan pasar sehingga terjadi overproduction dan overconsumption. Hal ini adalah salah satu penyebab munculnya fast fashion. 

Bentuk konsumsi dalam industri ini terutama fast fashion adalah konsumsi bahan baku seperti polyester yang menggunakan senyawa kimia, ethylene glycol, dan asam tereftalat, yang dikombinasikan dengan polyethylene terephathalate (PET) yang berasal dari minyak bumi (petroleum). Kemudian dalam proses pembuatan kain katun dibutuhkan sekitar 700 galon air atau kurang lebih 2.800 liter air karena bahan katun terbuat dari kapas yang memiliki sifat intensif air. Konsumsi bahan baku penting untuk diperhatikan ketersediaannya terutama yang berasal dari alam agar jangan sampai terjadi kelangkaan. Dengan tuntutan permintaan pasar yang terlalu besar, produksi dan konsumsi yang seperti ini dirasa kurang bertanggung jawab sehingga penting untuk ditemukan alternatif atau solusinya.

Isi

Industri garmen adalah salah satu industri penyumbang polusi terbesar kedua di dunia. Industri ini menghasilkan limbah yang besar baik dalam proses pembuatannya sampai hasil produksi. Dalam industri ini konsumsi dan produksi berdampak besar pada alam dan manusia.

Konsumsi dalam industri garmen harus memperhatikan asal-usul bahan baku yang digunakan. Polyester adalah plastik yang digunakan pada 60% pakaian. Memproduksi polyester sama dengan melepas emisi karbon dua sampai tiga kali lebih banyak daripada kapas, dan polyester tidak terurai di laut (Johnsen, 2020). Pada tahun 2017, International Union for Conservation of Nature (IUCN) melaporkan bahwa sekitar 35% mikroplastik (potongan plastik yang sangat kecil dan tidak pernah bisa terurai) yang ditemukan di laut berasal dari pencucian tekstil sintetis seperti polyester. Saat ini kombinasi polyester dan katun banyak digunakan untuk bahan pakaian karena perawatannya mudah dan harganya lebih murah dibanding bahan yang memakai 100% katun.

Industri garmen (tekstil) merupakan konsumen air terbesar kedua di dunia. Industri ini membutuhkan sekitar 700 galon air (2.800 liter air) untuk menghasilkan satu kemeja katun (atau setara dengan 3 sampai 4 pakaian bayi). Hal itu terjadi karena pakaian berbahan katun terbuat dari tanaman yang sangat intensif air, yaitu kapas. Fakta-fakta di atas menunjukkan bahwa konsumsi industri garmen belum dapat dikatakan bertanggung jawab.

Industri garmen menghasilkan produk utama yang adalah pakaian. Pertumbuhan industri berkembang dengan masif dan cepat. Seperti munculnya berbagai musim (season) dengan mode (fashion) yang berbeda-beda membuat permintaan produk meningkat. Sehingga pakaian harus diproduksi dengan kuantitas besar dan cepat atau yang dapat kita sebut sebagai fast fashion.

Fast fashion fokus kepada produksi masal sehingga cenderung tidak memperhatikan kesejahteraan pekerjanya. Salah satu pekerja yang sangat rentan adalah pekerja pabrik. Banyak dari pabrik-pabrik fast fashion dibangun di negara-negara berkembang seperti India, Bangladesh, juga Indonesia. Para pekerja pabrik ini dituntut untuk menghasilkan produk dengan cepat dan sesuai target. Banyak kasus yang terjadi di mana hak-hak mereka sebagai pekerja tidak diberikan seperti hak cuti, hak gaji untuk lembur dan lainnya. Sehingga produksi yang bertanggung jawab perlu ditegaskan kembali.

Produksi industri garmen perlu memperhatikan limbah pakaian yang berlebihan. Adanya fast fashion berarti adanya tren yang berganti dengan cepat dan pakaian yang terus berubah. Hal ini menimbulkan biaya lingkungan alam (eksternalitas). Dan yang membuatnya lebih buruk adalah fakta bahwa jika kita terus mengkonsumsi produk berlebihan saat ini, mengakibatkan manusia dan seluruh makhluk hidup membutuhkan lebih dari lima planet mirip bumi untuk memenuhi kebutuhan ekologi kita (McGregor, 2007).

Industri fashion adalah salah satu industri paling berpolusi di dunia. Industri fashion paling banyak menyebabkan polusi karena menggunakan air dalam jumlah besar dalam proses produksinya, yang mengeluarkan karbon dioksida (CO2), menggunakan bahan kimia berbahaya, membutuhkan energi dalam jumlah besar, dan menggunakan bahan yang tidak terbarukan (Shafie et al., 2021).

Proses produksi industri fast fashion juga menghasilkan limbah yang mengandung bahan kimia pencemar, terutama jika limbah tersebut dibuang langsung ke laut atau sungai. Hal ini menyebabkan pencemaran air yang mengganggu ekosistem hewan dan tumbuhan yang hidup di laut atau sungai. Kemudian produk fast fashion yang sudah tidak laris atau sudah jelek dibuang dan menjadi sampah yang sulit didaur ulang. Ketika produk tersebut dibuang dan berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA), menghasilkan gas metana yang mencemari lingkungan (Leman, Pd, et al., 2020) . Tren fast fashion juga berkembang pesat karena adanya media sosial, influencer, dan online shopping yang menilai pakaian, berfoto dengan pakaian baru dan bagus, serta mengajak para penonton atau penggemar untuk membeli pakaian (Ledezma, 2017).

Namun, fast fashion juga memiliki beberapa nilai positif, diantaranya adalah keuntungan bagi konsumen dan produsen, Produsen mendapatkan keuntungan dari permintaan konsumen yang terus bertambah karena pangsa pasarnya merupakan generasi muda yang sangat mudah dipengaruhi oleh sesuatu yang sedang tren (Haug & Busch, 2016). Sedangkan konsumen diuntungkan dengan adanya fashion item yang sedang tren dan dijual dengan harga yang terjangkau.

Dengan banyaknya dampak negatif dari fast fashion maka dapat dilakukan beberapa upaya pemanfaatan limbah dan juga penyelesaian masalah dari fast fashion.

1. Dijual kembali.

Pakaian yang tidak digunakan lagi dapat dijual kembali, dengan cara dilakukan penyortiran terhadap pakaian yang masih layak pakai, antara pakaian yang masih layak dan sudah tidak layak untuk dipakai. Pada pakaian bekas yang masih layak akan disortir kembali berdasarkan model, style, dan tren, sehingga dapat dijual kembali. Pada pakaian dinilai tidak sesuai model, style, dan tren yang ada, akan disumbangkan ke organisasi amal

2. Melakukan Daur ulang.

Daur ulang dapat dilakukan dengan menggabungkan dua pakaian, mengubah desain dan menambahkan dekorasi/bahan untuk meningkatkan nilai jual dan menarik peminat (Putri & Suhartini, 2018). Sedangkan pakaian yang sudah tidak layak pakai didaur ulang dan diubah menjadi produk lain yang bernilai ekonomi, seperti keset dan kain lap.

Proses daur ulang terdiri dari tiga metode antara lain: mekanis, biokimia dan kimia (Dissanayake & Weerasinghe, 2021). Metode yang digunakan dalam gagasan ini adalah mekanis. Proses daur ulang dimulai dengan pemilahan pakaian berdasarkan jenis dan warna untuk mengurangi penggunaan pewarna. Pemotongan, penghancuran dan pemotongan dilakukan (Hawley, 2006, Dissanayake & Weerasinghe, 2021). Proses ini menghasilkan benang yang dapat digunakan untuk membuat produk baru seperti kain perca dan keset. Sedangkan limbah dari proses penghancuran dapat diolah kembali menjadi lembaran-lembaran yang dapat digunakan sebagai insulator dan pengedap suara (El Wazna dkk, 2017 Dissanayake dkk, 2018, Peña-Pichardo dkk, 2018).

Daftar Referensi

Endrayana, J. P., & Retnasari, D. (2020). PENERAPAN SUSTAINABLE FASHION DAN ETHICAL FASHION DALAM MENGHADAPI DAMPAK NEGATIF FAST FASHION.

PANGESTU, R. (2022, Juli 12). Fesyen Berbasis Mikroba – Tren Industri Tekstil Ramah Lingkungan. Retrieved from beranda inspirasi: https://berandainspirasi.id/fesyen-berbasis-mikroba-tren-industri-tekstil-ramah-lingkungan/

PUSPITA, M. (2022, Juli 12). Circular Baby Fashion: Upaya Pembangunan Siklus Konsumsi & Produksi Berkelanjutan. Retrieved from beranda inspirasi: https://berandainspirasi.id/circular-baby-fashion-upaya-pembangunan-siklus-konsumsi-produksi-berkelanjutan/

These facts show how unsustainable the fashion industry is. (2020, Januari 31). Retrieved from WORLD ECONOMIC FORUM: https://www.weforum.org/agenda/2020/01/fashion-industry-carbon-unsustainable-environment-pollution/

Lai, B. K. (2022). G-Fash sebagai Solusi dan Pemanfaatan Limbah Tren Fast Fashion. Gen Z: Menghidupi Tantangan Transformasi: Kumpulan Tulisan Kandidat SOTY 2022 SCU, 89.  (https://books.google.co.id/books?hl=id&lr=&id=YNSXEAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PA89&dq=solusi+fast+fashion&ots=ga_jaz_vuR&sig=j9C09Aqrr_9tGHIIZK3TGDyEK50&redir_esc=y#v=onepage&q=solusi%20fast%20fashion&f=false )

EDITOR: Jelita Sianturi, Siti Hanna Syawaliah, Sarah, Muhammad Faisal Ihkam, Deni Wahyu

Program Studi Pendidikan Masyarakat Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun