Takdir itu menjelma sebagai kepastian yang dibungkus kata-kata manis, seks, dan usia muda. Ia menjadi virus di kepalamu, bahkan ketika kamu menjelaskan sedetail dan seilmiah apa pun perkara asmaramu di depan dosen pengujimu, kamu tidak akan mendapat nilai A di lembar nilaimu.
Dan ketika pada akhirnya kenyataan itu bukan sebuah takdir yang kamu harapkan, serta merta kamu memberikan tubuh dan cintamu yang tersisa kepada pemilik yang seharusnya. Kamu sungguh biadab!
Namun itu tidak berlaku kepada Florentino Ariza, seorang pengantar telegram, rekaan Gabriel Marquez Garcia, seorang sastrawan hebat pemilik bintang piesces, seperti saya. Florentino adalah pria penikung takdir sekaligus membuktikan bahwa takdir bisa dirubah sebelum benar-benar terlambat.
Florentino Ariza adalah seseorang yang sangat keras kepala, ambisius, dan cengeng, tetapi masih mempertahankan kewarasannya. Florentino mengamini sebuah kesetiaan abadi terhadap seorang perempuan yang ia tempatkan di atas segala-galanya dengan pondasi seksual gila terhadap 622 perempuan yang pernah ia temui.
Dalam penantiannya yang sunyi, sejak kehilangan Fermina Daza, cinta pertamanya yang dipersunting dengan perasaan sepihak oleh seorang Dokter, Florentino memulai menentang takdir. Dalam hidupnya, seks merupakan alat yang efektif untuk membelokkan takdir. Melalui seks pula ia mempertahankan cinta untuk Fermina Daza seorang, untuk tetap berumur panjang dan waras, tidak seperti Majnun menggilai Laila sampai ke liang lahatnya, meskipun berakhir sebagai kisah abadi yang tercatat dalam peradaban manusia.
Meski demikian, Florentino Ariza pernah mengatakan sebuah kalimat ngeri tentang sebuah cinta dan kematian: "The only regret I will have in dying is if it is not for love."
Kekuatan seorang ibu dalam menimang Florentino Ariza yang kesepian merupakan jimat yang benar-benar ampuh nan sakral. Ketika Florentino mulai cengeng seperti seorang bocah meminta gulali, ibunya dengan sigap memeluk dan menemaninya mencurahkan isi hatinya yang sendu. Seorang ibu yang begitu mencintai putranya hingga ia tak ingat lagi apakah ia memiliki seorang putera atau tidak di usia yang sangat tua.
Demi seorang Fermina Daza, putri juragan keledai di kampungnya itu, Florentino Ariza mengajarkan kita bahwa cinta tak tergantikan oleh kenikmatan seks. Sebanyak 622 perempuan pun! Malainkan hanya dianggap sebagai cara untuk mengisi kesunyian yang hampir mengantarkannya ke liang lahat tanpa cinta.
Setelah 54 tahun, 4 bulan, dan 11 hari, Fermina Daza dengan tubuh kendurnya di usia 70-an tahun benar-benar kembali ke pelukan Florentino Ariza. Mereka menikmati sentuha-sentuhan cinta di tubuh yang ringkih dan kendur itu dengan syahdu di sebuah kapal dalam perjalanan bulan madu perdana untuk Florentino dan kedua kalinya untuk Fermina Daza.
Hei bangun! Tentu saja itu sebuah cerita fiksi. Kamu tidak bisa meniru metode gilanya Florentino Ariza untuk mengubah takdirmu menemui mantan-mantanmu yang masih kamu baper-in. Tetapi ada satu hal yang selalu menghibur di telinga siapa pun yang patah hati, bahwa nasihat klasik "Jodoh tak akan ke mana" itu benar. Jadi tidak perlu khawatir. Kalau kata teman-teman saya: rabi rabi jok kuatir (nikah nikah, jangan khawatir).
Tetapi kalau kamu keras kepala untuk meniru gaya Florentino Ariza, kamu bisa mempelajarinya di novel Love In The Time of Cholera karya Gabriel Marquez Garcia. Juga sudah difilm-kan, kok. Dengan satu syarat, dosa tanggung sendiri.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H