Mohon tunggu...
Faisal L. Hakim
Faisal L. Hakim Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Penikmat harmoni

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Cara Menghitung Anak

27 Oktober 2016   17:23 Diperbarui: 29 Oktober 2016   23:41 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Judul Buku                    : Antologi Puisi Cara Menghitung Anak (CMA)

Penulis                          : Abu Wafa

Penebit                         : Ganding Pustaka

Cetakan                        : Pertama, 2016

ISBN                              : 978-602-75578-5-0

Jumlah Halaman         : 79

Banyak yang bilang dunia anak-anak itu menyenangkan. Mengingat dunia yang menyenangkan tersebut tak jarang timbul kerinduan. Semakin umur bertambah semakin banyak yang dipikirkan, maka keterbatasan nalar, kepolosan, dan keluguan yang bukan pura-pura di masa anak-anak kadang-kadang menjadi kenangan tak terlupakan.

Tidak seperti dongeng anak, puisi anak, atau nyanyian anak-anak, antologi puisi Cara Menghitung Anak(CMA), meskipun bermaterikan dunia anak, tetapi kaya akan bahan perenungan untuk orang dewasa. Seolah anak-anak yang hidup di dalam 40 puisi di dalam CMA membawa cermin raksasa yang akan memprovokasi para pembaca untuk menatapnya. Setelah itu cengiran-cengiran tak tahu diri akan muncul di sekitar bibir dengan malu-malu.

Membaca puisi-puisi Abu Wafa dalam CMAkita akan dibawa ke masa-masa menyenangkan itu. Masa ketika dunia tidak selebar daun kelor. Sangat luas. Dan hanya dibatasi oleh banyak tanda tanya. Kebenaran sebuah jawaban bukan hal yang terlalu penting. Dalam salah satu potongan puisinya yang berjudul Perang di Mata Merekaseorang bocah bernama Barjo menjawab secara naif ketika ditanyai oleh temannya apa yang dilakukan ketika negaranya berperang:

“Kalau aku pergi ke rumah kakek.”

Barjo lebih lirih menyatakan.

“Mengapa?” mereka serempak bertanya.

Barjo diam.

“Bukankah kakekmu, sudah tua renta,

tak berdaya melawan penjajah?”

Bastomi serba ingin tahu.

“Aku tak takut perang. Aku berani mati.”

“Lantas?”

“Aku lebih takut jika ayah

memukuli ibu lagi. Dan hanya

kakek yang bisa mendinginkan ayah.”

Kenaifan anak-anak, sebagaimana Barjo di atas, dikemas dengan anti-mainstream,seperti bigkisan dari setan. Abu Wafa berusaha menyampaikan sindiran sinis melalui pengetahuan anak-anak yang lugu. Ia menawarkan nostalgia psikologis: kemurnian manusia sebelum benar-benar dimasuki “pagar-pagar” kehidupan. Jika membacanya ada dua kemungkinan yang terjadi, antara terhibur dan miris. Sebuah ironi yang unik karena menyatu secara habis-habisan dengan cara memasuki kembali bagaimana cara seorang anak berpikir. Sebagaimana kata Maman S. Mahayana dalam Epilog CMA bahwa Abu Wafa lesap menjadi “aku” lirik seorang bocah.

Puisi-puisi yang ada dalam CMA akan menjadi hiburan ketika Anda membacanya tanpa memedulikan isinya lalu memperdengarkannya kepada teman-teman Anda di warung kopi. CMA akan sangat potensial menciptakan tawa atau sekadar senyuman. Berbeda ketika Anda membacanya dengan serius dan mendalam, CMA akan berpotensi menjadi diri Anda sendiri yang benar-benar naif, cengeng, dan memalukan. Anda bisa menggali-renungkan pola berpikir seorang bocah dan membandingkan tingkat “kewarasannya” dengan pola pikir orang dewasa. Anda akan tercengang mengetahui hasilnya.

CMA merupakan karya antologi puisi pertama Abu Wafa dan meraih nominasi di ajang Indonesian Literature Translation Foundation(ILTF). Selain itu, menjadi gebrakan baru dalam khasanah sastra Indonesia, khususnya puisi, melalui gaya penulisan bahasa tutur seorang bocah dengan segala nilai yang terkandung dalam bingkai-bingkai kenaifan, ironi, kekonyolan.          

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun