Mohon tunggu...
Faisal Firmansyah
Faisal Firmansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Be Better

Bismillah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mencegah Anak Takut Bersosialisasi

13 Desember 2022   14:00 Diperbarui: 13 Desember 2022   13:59 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Takut merupakan salah satu emosi yang tidak luput dari setiap usia. Mulai dari yang berusia beberapa bulan sampai lanjut usia. Apakah anda tahu apa itu pengertian takut? Jika anda masih belum mengetahuinya, mari kita simak bersama-sama penjelasan di bawah ini.

Menurut salah satu ahli, takut adalah respons afektif terhadap ancaman yang akan segera terjadi. Keadaan emosi dasar seperti rasa takut akan menghasilkan seperangkat stereotip yang sempit tanggapan yang sangat saling terkait dan unik dari emosi lainnya. Pada bayi dan muda anak-anak, rangkaian tanggapan ini termasuk ketakutan ekspresi wajah (misalnya, mengangkat alis dan kelopak mata, mulut menganga terbuka), menangis atau negatif vokalisasi, perubahan fisiologis seperti detak jantung yang dipercepat, dan penghindaran perilaku.

Ketakutan seperti takut hantu, takut ketinggian, dan takut orang asing mungkin muncul disekitarnya. Ketakut mencakup respons perilaku dan fisiologis terhadap rasa takut, seperti ekspresi wajah "takut" detak jantung yang dipercepat, dan reaksi yang meningkat. Banyak perilaku dapat mencerminkan satu emosi dan perilaku yang sama dapat melayani banyak emosi. Setelah mengetahui pengertian dari takut, mari kita lanjutkan ke pembahasan selanjutnya yaitu persepsi dan rekognisi fear/ atau takut.

Persepsi emosional dimulai sejak awal kehidupan. Ada bukti bahwa bayi dapat membedakan antara wajah bahagia, sedih, dan terkejut sejak jam pertama kehidupan. Saat bayi menginjak usia 4-5 bulan, bayi sudah dapat membedakan antara emosi tertentu yang bervalensi negatif seperti takut, sedih, dan marah. Pada usia 6 bulan kemampuan mengklasifikasikan ekspresi emosi menjadi lebih lengkap. Bayi mengelompokkan ekspresi wajah yang berbeda menjadi satu emosi yang sama dan bahkan dapat mengenali wajah saat mereka perlahan beralih dari satu emosi ke emosi lainnya pada usia 6-7 bulan. 

Sekitar 7 bulan, ada bukti bahwa bayi dapat membedakan antara berbagai ekspresi emosional negatif dan bahwa mereka mungkin mulai mengerti arti wajah-wajah ini dengan menunjukkan bias yang berbeda untuk rasa takut, mengalokasikan lebih banyak perhatian pada rasa takut daripada bahagia atau ekspresi netral berdasarkan waktu yang terlihat tindakan dan potensi terkait peristiwa (ERP) tanggapan. Dan bayi juga mengekspresikan ekspresi wajah emosional yang berbeda termasuk ketakutan, jijik, kemarahan, kesedihan, kebahagiaan, dan kejutan sedini mungkin sebagai usia 1-2 bulan.

Awal ekspresi tidak selalu sesuai dengan apapun keadaan emosional yang mendasarinya. Bayi memang mengekspresikan pengaruh negatif (misalnya, menangis atau rewel) dalam beberapa bulan pertama kehidupan sebagai respons terhadap berbagai elisitor negatif, seperti terkena rasa pahit atau menahan lengan mereka. Dan pada usia sekitar 8-12 bulan anak mereka mulai menunjukkan bukti pemahaman arti dari wajah ketakutan bayi mulai menghasilkan wajah menakutkan yang terpisah ekspresi dan perilaku menakutkan lainnya. 

Namun, kurangnya rasa takut atau bahkan negatif ekspresi emosional membingungkan mengingat itu bayi mampu mengekspresikan negatif umum mempengaruhi dalam menanggapi elisitor yang tepat banyak sebelumnya dalam pengembangan.

Lalu kita lanjutkan ke pembahasan selanjutnya yaitu mengenai sosialisasi anak. Ketika anak tumbuh dan berkembang, anak harus belajar bersosialisasi, baik itu di lingkungan rumah maupun di sekolah. Jika anak mempunyai masalah tentang bersosialisasi sejak dini, maka akan mempengaruhi pertumbuhan anak pastinya. Anak akan menjadi seseorang yang tertutup, kurang percaya diri, kurang teman, dan masih banyak lagi hal-hal negatif yang berasal dari anak yang takut bersosialisasi.

Nah, disaat anak takut bersosialisasi orang tua memiliki peran penting untuk mengatasi hal tersebut. Dan mungkin ini adalah cara-cara yang dapat dilakukan orang tua untuk mengatasi anak yang takut bersosialisasi.

  • Biarkan anak berekspresi
  • Menjadi contoh yang baik
  • Hadirkan suasana terbuka
  • Bermain bersama anak
  • Aktivitas kelompok
  • Ajarkan etika bergaul
  • Membangkitkan rasa percaya diri
  • Selalu memperhatikan anak
  • Jangan protektif pada anak
  • Mencoba untuk menjelaskan apa itu teman

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun