Puisi| hampir bertemu dengan sang pencabut nyawa.
Mereka tak mau tahu dan tak satupun disekitarku
Sulit kuungkapkan dengan berbagai kalimat yang mungkin kau pun tidak mengerti
Hidupku pun berada tepat dekat dengan senyap
Zona merah sudah dekat pas disamping telingaku
berbisik suara-suara ajakan
tarikan nafas berat, jantung bedebar kencang, suhu tubuh panas dingin kurasa
bercak noda putih membuat pandanganku berkaca berkunang-kunang tidak jelas
langkah kakipun sudah terantuk kaki meja terbentur pula tiang jendela
ku cari perlahan asal suara  itu sampai ke ujung lorong dapur
masih ada saja suara tapi tidak berasal, dimana aku cari lagi sedangkan malam ini gelap
sumpah, aku takut dengan gelap dengan suara yang terngiang dan perasaan takut ini sendiri
aku yakin ini bukan rasa takut biasa
merinding bulu di leher dengan suasana ini, seperti dia dekat tapi tidak tampak
ahhhhhhh kuyakinkan diriku agar tidak takut dan tidak terjebak rasa ketakutan lagi
kali ini sesak didada lebih terasa sampai terhenti langkah kaki
badan lemah bagai terayun tumbang, namun cepat kusandarkan tubuh ini
didinding kurasa kulit semakin dingin pucat lebam
sudah terasa kali ini kaki yang tak mampu menopang beratnya badan
aku bersandar dan jatuh kelantai dengan lemah
kali ini habis sudah, mata sudah gelap seluruhnya, tak ada cahaya yang masuk
fikiran mulai diserang kelumpuhan total yang menjalar ke badan
jari letih dan terbujur di atas perut
semua yang dirasa hanya dingin
ini akhirku habislah pasrah sudah saatnya kuhembuskan nafas terakhir.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H