Aksi damai yang dilakukan berbagai Ormas Islam 4 November lalu telah menimbulkan berbagai polemik dan tanggapan yang berbeda-beda dari masyarakat. Salah satu kecurigaan masyarakat adalah adanya unsur politis dibalik aksi damai tersebut. Tentu hal ini merupakan hal yang cukup memalukan kita sebagai umat islam. Ketika agama sudah menjadi legitimasi, saat itu juga agama kehilangan substansi dan tujuannya.
Hal ini juga dimanfaatkan oleh beberapa pihak yang ingin memancing di air keruh. Media Sosial adalah salah satu media yang diandalkan oleh orang-orang tersebut. Dari yang awalnya hanya menuntut Bapak Basuki Tjahaja Purnama agar segera ditangkap menjadi isu Makar atau penggulingan pemerintah oleh pihak tertentu. Tentu mungkin hal inilah yang menjadi alasan 'safari politik' yang dilakukan Bapak Jokowi beberapa waktu terakhir, seperti bertemu dengan Ibu Megawati dan Prabowo Subianto yang merupakan orang-orang yang memiliki pengaruh besar di ranah perpolitikan Indonesia.
Pihak-pihak menyebarkan hal-hal yang berbau provokatif. Jika hanya hal yang provokatif masyarakat tentu akan susah untuk dihasut oleh orang-orang tersebut. Maka oleh sebab itu diperlukan strategi khusus untuk mendapat simpati dari masyarakat, salah satunya dengan membungkus hal tersebut dengan suatu hal yang fundamental bernama agama. Dengan menggunakan agama sebagai landasan hal-hal provokatif tersebut, tentu mereka akan lebih mudah mendapat simpati dari masyarakat.
Hal ini juga yang mendorong pemerintah untuk mengkaji kembali dan menambah isi dari Undang Undang ITE yang mengatur tentang transaksi elektronik dan informasi, dan mengancam akan memberi sanksi tegas bagi siapa saja yang menyebarkan fitnah, kebencian, dan pencemaran nama baik.
Namun, yang namanya peraturan hanyalah aturan. Tanpa adanya kesadaran masyarakat tentang pentingnya persatuan dan menghargai sesama percuma saja yang namanya peraturan itu. Masyarakat harus lebih selektif dan cerdas dalam memilih informasi, yang mana yang benar dan tidak benar, kredibel atau tidak, dan Masyarakat juga harus cermat dan cerdas dalam menganalisis isi kandungan dari kitab suci yang menyimpan banyak perumpamaan dan istilah.Â
Sebagai masyarakat yang cerdas, kita harus berhati-hati dalam menyebarkan informasi, dan lebih baik diam. Bukankah ada istilah "air beriak tanda tak dalam" dan "air tenang menghanyutkan".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H