Mohon tunggu...
Faisalbjr
Faisalbjr Mohon Tunggu... Dosen - hhmm

please wait...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jangan Minta Tolong sama Superman!

21 Oktober 2021   12:11 Diperbarui: 21 Oktober 2021   17:23 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi by faisalbjr

Superman baru dalam serial DC Comics kabarnya akan ditampilkan sebagai biseksual. Artinya dia memiliki ketertarikan seksual kepada laki-laki dan kepada perempuan. Si manusia baja generasi kedua itu mungkin saja punya kekasih perempuan, sekaligus punya pacar laki-laki. Dari sudut cerita percintaan, ini bisa menjadi kisah yang kompleks.

Bayangkan kamu sebagai perempuan yang laki-lakimu punya laki-laki sebagai pasangan lain. Bisakah kamu menerimanya? Apakah kamu tidak merasa terlecehkan, kurang apa dirimu hingga pasanganmu harus melengkapi hidup dengan makhluk sejenisnya?

Poin kita di sini bukan drama percintaannya, jadi kita skip aja. Kita ngomongin akses  terhadap isu kontroversial itu di perpustakaan.

Beredarnya cerita-cerita hubungan sesama jenis itu dicurigai sebagai usaha memperluas paham LGBT (lesbian, gay, bisexual, dan transgender) yang tidak bisa diterima oleh sebagian besar masyarakat kita. 

Tapi kamu jangan heran kalau di sekitarmu sendiri ada kelompok yang mendukungnya dengan alasan hak asasi manusia dan kebebasan individu. Begitulah, masalah yang sama dilihat orang dari sudut pandang yang berbeda.

Entah dari mana asal usulnya. Entah paham LGBT itu datang dari negeri pelangi atau negeri Wakaka, yang jelas nilai-nilai kehidupan masyarakatnya ada perbedaan dengan yang kita pegang di sini. 

Orientasi seksual LGBT di sana tidak lagi dianggap sebagai penyimpangan, yang kita tahu tercermin di dalam produk-produk budaya populernya. Film, novel, komik, serta lagu digunakan sebagai media penyebarannya, hingga sampai ke tangan kita seperti kisah superhero itu.

Buku-buku tentang orientasi non-heteroseksual tidak akan mudah didapatkan di perpustakaan umum di daerahmu, kecuali dalam kelompok penyakit atau kelainan dari sudut pandang agama, psikologi dan medis. Sementara di beberapa negara yang masyarakatnya sudah terbuka terhadap LGBT, perpustakaan tidak menggolongkannya sebagai kelainan atau penyakit, jadi bacaan seperti itu lebih mudah didapatkan.

Gerakan LGBT tidak hanya berupa unjuk rasa, kumpul-kumpul dan upaya pengakuan hukum, tetapi juga di ranah intelektual dengan menciptakan teori yang memperkuat paham mereka secara keilmuan. Kalau masuknya di level ilmu maka bisa dapat pengakuan lebih luas.

Pengakuan itu malah sudah melembaga. Kita ambil contoh di perpustakaan. Loh, kenapa perpus lagi?

Yah kamu tahu perpus itu tugasnya menyediakan informasi tanpa mendiskriminasi, apalagi itu perpustakaan umum. Semua orang mesti dilayani kebutuhannya, apa pun kesukaan atau pilihannya termasuk orientasi seksual. Pustakawan tidak bisa melarang masuk orang homo atau biseks sebab ia juga punya hak untuk menggunakan perpus.

Nah di negeri Wakaka yang bertetangga dengan negeri Wakanda itu, konon komunitas LGBT berhasil mendorong perpustakaan untuk lebih ramah dan menyediakan layanan memadai terhadap kelompok yang rentan dan minoritas itu. Kalau di dalam American Library Association (ALA) ada gugus tugas khusus mengadvokasi hak-hak LGBT, mungkin mereka telah terpengaruh pustakawan di Wakaka.

Adapun gerakan di jalur ilmu tercermin misalnya lewat kritik terhadap tajuk subyek perpustakaan.  Untuk apa? Supaya topik-topik tentang mereka yang selama ini dikelompokkan sebagai kelainan dan penyimpangan mendapat tempat yang normal. Dengan begitu bisa diperoleh secara luas.  

Dan yang melakukan kritik itu adalah orang-orang perpus sendiri!

Terus, gimana bisa tajuk subjek jadi sasaran kritik?

Tajuk subjek adalah kata, istilah atau frasa yang digunakan pada katalog atau daftar lain untuk menyatakan tema atau topik suatu bahan perpustakaan. Daftar tajuk subjek itu memuat kosakata-kosakata yang merupakan hasil pemahaman penyusunnya terhadap isi bahan pustaka.

Tajuk akan mengarahkan pada kelompok mana karya-karya akan ditempatkan. Library of Congress Subject Headings (LCSH) sampai tahun 1972 menempatkan subjek Homosexuality berada di bawah  istilah luas (IL) Sexual deviations. 

ALA Task Force on Gay Liberation lalu mengkritik keras, sehingga IL-nya diganti menjadi Sexual life. Di dalam LCSH terbaru, IL-nya sekarang adalah Sexual orientation.

Kira-kiranya maksudnya orang boleh memilih atau punya kecenderungan seksual sendiri, tidak melulu berpasangan laki-laki dengan perempuan. Dulu kelainan, sekarang normal. Dulu penyimpangan, sekarang pilihan.

Sekarang ke Indonesia. Coba periksa entri Homoseks di Daftar Tajuk Subjek Perpusnas. Kamu temukan istilah luasnya adalah: Seksual, penyimpangan. Jadi jangan harapkan ketemu novel dan komik romantisme sesama jenis ada di perpustakaan dekat rumahmu. Sebab, perbuatan itu sudah divonis sebagai penyimpangan.

Cukup jelas Perpusnas tidak mendukung LGBT, dan itu mewakili tanggapan umum masyarakat kita, termasuk yang bikin oret-oretan ini.

Lain kali kalau teriak minta tolong, panggil Ultraman atau Power Rangers saja!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun