Dengan bekerja, perempuan bisa dapat uang sendiri, punya posisi untuk mengambil keputusan lebih kuat di dalam keluarga. Namun demikian, apa yang mereka dapatkan bukannya tanpa pengorbanan. Sebagai contoh saja, bagi yang sudah berumahtangga tidak bisa secara penuh mengasuh anak-anaknya.
Sebaliknya, pekerjaan yang harus dituntaskan di rumah cukup menyita waktu perempuan dan mengurangi energinya saat bekerja. Hal macam ini jadi problematika di dalam work-life yang menantang bagi kemajuan karir perempuan.
Ada beban ganda atas diri perempuan itu. Ia punya kewajiban yang harus dijalankan sebagai seorang pekerja, sementara bebannya di dalam rumah tangga tidak berkurang. Gimana dia membagi waktu, masihkah ia punya tenaga? Andaikan bisa, membelah diri aja kali ya.
Menyimak urusan di rumah kayaknya udah ribet. Tanyalah pustakawan perempuan yang kamu temui, apa kesibukannya pagi-pagi. Ndak cukup satu jam dengerin ceritanya.
Pagi sebelum berangkat, begitu bangun mereka membersihkan rumah, menyiapkan sarapan, pakaian untuk suami dan anak. Kemudian nganter anak ke sekolah kalau orang lain gak bisa, sekalian siangnya menjemput dan membawa anak yang kecil ke tempat kerja sampai jam pulang.
Kemudian berangkatlah perempuan itu, dan cerita lanjut di tempat kerja. Ada telpon dari guru ngabarin anaknya sakit di sekolah, anaknya nakal berantem atau di-bully temannya. Biasanya si ibu yang meluncur ke tkp, bukan si bapak. Kalau anak sakit, ibunya lagi yang ngalah ambil cuti.
Sambil bekerja, perempuan tetap memikirkan mau masak apa nanti malam, ada bahan makanan apa di rumah, apa yang harus dibeli. Mau mampir beli yang matang di warung, atau pesen delivery.
Ini ndak ngarang kok, perempuan sendiri yang cerita. Eh gak sendiri, tapi dua diri, tiga diri.
Masih ada cerita sepulangnya perempuan itu. Si ibu menyiapkan makan malam buat keluarga, sampai mendampingi anak-anak belajar, barulah bisa mengaso. Udah jadi rutinitas bagi perempuan rumah tangga yang bekerja. Kamu hitung aja, beban mereka lebih berat dibandingkan bapak rumah tangga.
Laki-laki yang pengertian mau aja melakukan pekerjaan di rumah sehingga bebannya tidak menumpuk pada perempuan semua. Pekerjaan itu sebenarnya bisa dibagi. Anak yang sudah besar demikian juga, dapat disuruh membantu orang tua mengerjakan yang dia bisa.
Sayangnya ada laki-laki tidak mau berpartisipasi, maunya dilayani. Ogah bantu masak, enggak mau bantu nyuci. Alasannya capek, masih meneruskan pekerjaannya di rumah, macam-macam. Padahal perempuan juga sama seperti itu.